Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah akan menerapkan Flexible Working Arrangement (FWA) atau Work From Anywhere (WFA) bagi Aparatur Sipil Negara (ASN) menjelang Lebaran, tepatnya pada 24 hingga 27 Maret 2025.
Kebijakan ini menuai beragam tanggapan, salah satunya dari pengamat kebijakan publik Trubus Rahadiansyah yang menilai bahwa efektivitas WFA sangat bergantung pada jenis pekerjaan dan lokasi kerja ASN.
Advertisement
Baca Juga
"Kalau mengenai efektifitasnya ya tentu, kalau jangka panjang ya nggak efektif. Karena lama kan itu. Tapi kalau kaitan dengan pelayanan publik, sepanjang pelayanan publiknya yang berbasis digital dilaksanakan ya efektif," kata Trubus kepada Liputan6.com, Rabu (12/3/2025).
Advertisement
Menurut Trubus Rahadiansyah, WFA bisa efektif jika diterapkan pada instansi yang berbasis layanan digital, seperti kementerian dan lembaga yang memiliki sistem kerja berbasis aplikasi.
ASN yang bekerja di kantor pusat kementerian di Jakarta, misalnya, lebih mungkin menjalankan tugasnya secara daring tanpa mengganggu pelayanan publik.
Namun, kebijakan ini tidak efektif bagi ASN yang bertugas di wilayah 3T (terdepan, terluar, terisolasi), seperti petugas polisi air atau penjaga hutan, yang pekerjaannya menuntut kehadiran fisik.
"Nah, yang katakan tidak efektif itu, kalau untuk kategori ASN-ASN yang bekerja di wilayah 3T yang terdepan, terluar, terisolasi itu. Kan ada itu kayak polisi air, jaga hutan, itu kan nggak bisa, harus di situ," ujarnya.
Perlu mengkaji ulang
ASN di kementerian teknis, seperti Kementerian Perhubungan, yang memiliki unit kerja hingga ke daerah, juga harus dikaji lebih lanjut efektivitas penerapan WFA-nya.
"Jadi, memang ini sesuai, karena kementerian lembaga itu macam-macam ada kementerian yang berbasis layanan publik kayak departemen-departemen, kementerian yang ada teknis lah, kementerian teknis. Jadi kementerian yang memang punya departemen kayak kementerian perhubungan misalnya," jelasnya.
Trubus juga menyoroti bahwa tidak semua ASN bisa WFA, sehingga perlu ada sistem shift untuk menjaga pelayanan tetap berjalan. ASN yang tidak merayakan Lebaran, misalnya, bisa tetap bertugas di kantor sebagai solusi untuk menjaga operasional pemerintahan.
"Tidak semuanya harus WFA, artinya tetap ada yang masuk kerja. Tapi mungkin sistemnya Shif gitu. Jadi berganti-gantilah kan misalnya nggak semuanya, apa namanya, pegawai itu orang Islam kan nggak, ada yang non-muslim
Advertisement
Tantangan dalam Implementasi WFA
Salah satu tantangan utama dalam penerapan WFA adalah pengawasan kinerja ASN. Trubus menyoroti bahwa budaya kerja ASN masih menghadapi tantangan disiplin, seperti istilah Komando "804" yakni masuk kerja pukul 08.00 pagi, tetapi kemudian tidak produktif hingga pulang pukul 16.00 sore.
"Memang repotnya di pengawasan. sama perilaku ASN sendiri, kan di budaya ASN itu ada istilahnya siap Komandu 804 itu jam 8 dia masuk, terus kosong itu artinya kosong, nggak ngapa-ngapa ngrumpi-ngrumpi doang, kemudian jam 4 pulang," ujarnya.
Tanpa pengawasan ketat, dikhawatirkan ASN yang bekerja dari rumah justru tidak menjalankan tugasnya dengan optimal.
"Jangankan ada pimpinannya mereka kerjanya suka-suka, apalagi yang sekarang dilepas, nggak ada yang ngawasin, nggak ada ini gitu," ujar Trubus.
Untuk mengatasi tantangan ini, perlu ada mekanisme pengawasan berjenjang dan sistem kerja berbasis target. Jika ASN diberikan tugas dengan tenggat waktu yang jelas, maka efektivitas WFA bisa lebih terjamin.
Kasih Beban Berat
Keberhasilan implementasi kebijakan ini juga bergantung pada pemimpin di masing-masing unit kerja. Jika pemimpin bersikap disiplin dan bertanggung jawab, maka ASN di bawahnya akan mengikuti pola kerja yang baik.
"Caranya mereka dikasih beban berat. Jadi dikasih kerjaan, harus selesai. Nah itu tergantung dari pimpinan masing-masing unit, berarti itu kalau pimpinannya kebetulan orang yang efektif, bertanggung jawab, ya mestinya itu dikasih beban," pungkasnya.
Advertisement
