Senat Amerika Serikat (AS) akhirnya memutuskan untuk mengakhiri penghentian sementara operasional pemerintah (shutdown) yang telah berlangsung lebih dari dua minggu dan sepakat menaikkan batas utangnya.
Meski sudah berakhir, perusahaan jasa keuangan AS Standard & Poor's menilai aksi shutdown tersebut membuat AS rugi hingga US$ 24 miliar atau setara Rp 263,28 triliun (kurs: Rp 10.970 per dolar AS).
Seperti dilansir dari okctalk.com, Kamis (17/10/2013), Standard & Poor's yakin shutdown AS tersebut telah menggerus sedikitnya 0,6% pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) di kuartal IV 2013. Meski begitu, semakin dekat dengan penentuan batas utang, dampaknya terhadap ekonomi negara juga diprediksi semakin besar.
Pada musim panas 2011 lalu, saat pemerintah AS terakhir kali mendekati batas pembayaran utangnya, kepercayaan konsumen anjlok. Tingkat kepercayaan konsumen sempat mencapai level terendahnya selama 31 tahun terakhir saat masalah plafon utang AS mencapai puncaknya.
Sementara itu, mengingat putaran negosiasi batas utang AS muncul setelah adanya shutdown, maka dampaknya terhadap perekonomian negara tersebut kemungkinan akan lebih parah.
Meskipun Standard & Poor's yakin dengan keputusan Senat saat ini dengan menaikkan batas utang AS, tapi dampak gagal bayarnya nanti (jika benar terjadi-red) dapat menghancurkan pasar dan perekonomian negara. Dampaknya dapat lebih buruk daripada runtuhnya Lehman Brothers pada 2008.
Saat pemerintah AS benar-benar gagal membayar utangnya, perusahaan keuangan ternama tersebut memprediksi terjadinya resesi ekonomi. Tak hanya itu, banyak perkembangan ekonomi yang telah dicapai akan terhapus begitu saja akibat pemulihan dari `The Great Recession`. (Sis/Ndw)
Meski sudah berakhir, perusahaan jasa keuangan AS Standard & Poor's menilai aksi shutdown tersebut membuat AS rugi hingga US$ 24 miliar atau setara Rp 263,28 triliun (kurs: Rp 10.970 per dolar AS).
Seperti dilansir dari okctalk.com, Kamis (17/10/2013), Standard & Poor's yakin shutdown AS tersebut telah menggerus sedikitnya 0,6% pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) di kuartal IV 2013. Meski begitu, semakin dekat dengan penentuan batas utang, dampaknya terhadap ekonomi negara juga diprediksi semakin besar.
Pada musim panas 2011 lalu, saat pemerintah AS terakhir kali mendekati batas pembayaran utangnya, kepercayaan konsumen anjlok. Tingkat kepercayaan konsumen sempat mencapai level terendahnya selama 31 tahun terakhir saat masalah plafon utang AS mencapai puncaknya.
Sementara itu, mengingat putaran negosiasi batas utang AS muncul setelah adanya shutdown, maka dampaknya terhadap perekonomian negara tersebut kemungkinan akan lebih parah.
Meskipun Standard & Poor's yakin dengan keputusan Senat saat ini dengan menaikkan batas utang AS, tapi dampak gagal bayarnya nanti (jika benar terjadi-red) dapat menghancurkan pasar dan perekonomian negara. Dampaknya dapat lebih buruk daripada runtuhnya Lehman Brothers pada 2008.
Saat pemerintah AS benar-benar gagal membayar utangnya, perusahaan keuangan ternama tersebut memprediksi terjadinya resesi ekonomi. Tak hanya itu, banyak perkembangan ekonomi yang telah dicapai akan terhapus begitu saja akibat pemulihan dari `The Great Recession`. (Sis/Ndw)