Ekonomi Asia Mampu Bertahan di Tengah Tapering The Fed

Moody's investor service memprediksi peringkat kredit negara-negara di Asia akan tetap stabil meski hadapi tekanan global.

oleh Siska Amelie F Deil diperbarui 22 Nov 2013, 12:14 WIB
Diterbitkan 22 Nov 2013, 12:14 WIB
ekonomi-asia130407c.jpg

Perusahaan pemeringkat internasional, Moody's Investors Service memprediksi peringkat kredit negara-negara di Asia akan tetap stabil meski menghadapi berbagai tekanan global.

Diungkap para analis Moody's, tantangan global terbesar bagi kawasan Asia akan datang dari kebijakan penarikan dana stimulus Bank Sentral Amerika Serikat (The Fed) dan perlambatan laju pertumbuhan China.

"Kualitas kredit secara keseluruhan dari lembaga keuangan, perusahaan dan pimpinan perusahaan di Asia Pasifik masih stabil," ungkap para analis Moody's dalam laporannya seperti dikutip dari The Philiphina Star, Jumat (22/11/2013).

Meski The Fed diprediksi akan memberi hantaman ekonomi terbesar bagi Asia, tapi negara-negara di kawasan tersebut termasuk Indonesia, dapat bertahan.

Pasalnya, Indonesia dan negara-negara lain yang terkena dampak kekhawatiran investor atas rencana The Fed telah bersiap diri termasuk penetapan kebijakan ekonomi yang lebih fleksibel.

Meski begitu, diyakini analis Moody's, volatilitas ekonomi Asia paling besar datang dari pengaruh stimulus The Fed.

"Kami tidak melihat adanya krisis neraca pembayaran saat The Fed menarik dana stimulusnya, bahkan tidak juga di negara-negara yang mengalami pelemahan mata uang terbesar saat ini," papar sejumlah analis Moody's.

Negara-negara di Asia dapat bertahan karena telah menambah cadangan devisanya dan memiliki perubahan suku bunga yang lebih fleksibel. Semua langkah tersebut dipersiapkan menyambut guncangan ekonomi yang terjadi paska The Fed menarik dana stimulusnya.

"Mayoritas sistem perbankan didanai dengan deposito dan sedikit dana asing dari seluruh eksposur pendanaan, kecuali Korea, Australia dan Selandia Baru. Terlebih lagi, suku bunga standar yang rendah bagi perusahaan-perusahaan ber-yield tinggi di Asia Pasisfik (selain Jepang)," seperti tertera dalam laporan Moody's.

Keputusan The Fed untuk menunda tapering membuat investor harus kembali khawatir dan menduga-duga kapan bank sentral AS tersebut akan memulai rencana kebijakannya tersebut.

Pada saat yang sama, keputusan China untuk memperlambat pertumbuhan ekonominya juga memicu penurunan permintaan ekspor dari Negeri Tirai Bambu tersebut.

"Perlambatan di China akan berdampak negatif pada pertumbuhan ekonomi dan keuangan pemerintah negara-negara yang mengekspor sumber daya alam, sejumlah tanda munculnya dampak negatif tersebut sudah mulai terasa di Australia dan Indonesia," ungkap Moody `s dalam hasil analisanya.

Pengamat utang di Moody's menambahkan, sejauh ini ekspor dari Jepang, Korea dan negara-negara lain di Asia Tenggara tercatat anjlok akibat menyusutnya permintaan dari China. (Sis/Ahm)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya