BI Diminta Stop Naikkan BI Rate

Pengamat meminta kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI Rate) sebesar 25 basis poin belum lama ini merupakan yang terakhir kalinya.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 27 Nov 2013, 08:09 WIB
Diterbitkan 27 Nov 2013, 08:09 WIB
bank-indonesia-130625-b.jpg
Pengamat Ekonomi Indef, Ahmad Erani Yustika mengimbau kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI Rate) sebesar 25 basis poin belum lama ini merupakan yang terakhir kalinya. Pasalnya kenaikan BI Rate akan memukul pertumbuhan sektor riil.

“Saya harap kenaikan B Rate kemarin jadi yang terakhir. Sudah cukup karena inflasi tahun ini diperkirakan tidak akan lebih dari 9% meskipun defisit transaksi berjalan masih akan besar,” ungkap dia di Jakarta, seperti ditulis Rabu (27/11/2013).

Sebenarnya, dia mengatakan, kebijakan pengetatan moneter yang diambil BI pada tahun depan tidak perlu dilakukan selama pemerintah bekerja merealisasikan kebijakan untuk mempersempit defisit transaksi berjalan.

“Kalau pemerintah tidak mengendalikan defisit, maka kebijakan moneter yang akan diambil. Tapi saya berharap BI lebih bijak untuk melihat ekonomi dari dimensi yang lebih luas bukan saja pada persoalan nilai tukar dan defisit transaksi berjalan. Namun kita perlu menumbuhkan sektor riil,” jelasnya.

Untuk itu, Erani berpesan, ‘dosis’ BI dalam menaikkan BI Rate tidak terlalu tinggi supaya sektor riil bertumbuh dan mendukung dunia usaha.

“Kalau sektor riil turun, pengusaha akan menekan investasi karena tidak ingin terjebak dalam kredit macet,” tukasnya.

Seperti diketahui, BI telah menaikkan BI Rate sebesar 175 basis poin menjadi 7,5%. Selain itu, bank sentral juga mengeluarkan bauran kebijakan, diantaranya pengetatan KPR inden, loan to value (LTV), loan to deposit ratio (LDR) dan sebagainya. (Fik/Nur)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya