Liputan6.com, Jakarta - Seorang awak kabin berusia 33 tahun jadi salah satu dari dua korban selamat kecelakaan pesawat Jeju Air di Korea Selatan yang menewaskan 179 orang. Ia dilaporkan sudah sadar dan berbicara dengan staf medis, menurut seorang pejabat rumah sakit.
Korban selamat, yang hanya diidentifikasi dengan nama belakang Lee, mengatakan pada dokter bahwa ia "sudah diselamatkan" ketika sadar dari kecelakaan nahas di Bandara Internasional Muan pada Minggu, 29 Desember 2024, kata Direktur Rumah Sakit Universitas Wanita Ewha Seoul, Ju Woong, seperti dikutip dari ABC News, Selasa (31/12/2024).
Advertisement
Baca Juga
Lee dan pramugari lain di penerbangan Jeju Air 7C2216, yang diidentifikasi dengan nama belakang Koo, adalah dua orang yang selamat dari "kecelakaan pesawat paling mematikan di Korea Selatan dalam beberapa dekade dan salah satu yang terburuk dalam sejarah penerbangan," menurut pihak berwenang setempat.
Advertisement
Koo yang berusia 25 tahun dilaporkan dalam kondisi stabil di rumah sakit yang berbeda dari rumah sakit tempat Lee dirawat. Koo menderita cedera pada pergelangan kaki dan kepalanya, kata staf medis di rumah sakit tersebut pada Yonhap. Staf medis yang merawatnya menolak menjawab pertanyaan lebih lanjut tentang kondisinya.
Ju menyebut, Lee dirawat di unit perawatan intensif karena mengalami beberapa patah tulang, namun dia "sepenuhnya mampu berkomunikasi." "Belum ada indikasi kehilangan ingatan atau semacamnya," kata Ju.
Direktur rumah sakit itu mengatakan bahwa Lee sedang dalam perawatan khusus karena kemungkinan mengalami kelumpuhan total. Ju mengaku tidak menanyai Lee tentang detail kecelakaan pesawat Jeju Air itu, karena dia tidak yakin hal itu akan membantu pemulihan pasien.
Selamat karena Posisi Kursi?
Lee awalnya dibawa ke rumah sakit di Mokpo sebelum dipindahkan ke Rumah Sakit Universitas Wanita Ewha Seoul. Dua pramugari itu selamat dari kecelakaan pesawat tragis karena duduk di bagian belakang pesawat, yang secara statistik merupakan tempat teraman untuk berada di pesawat komersial, menurut NY Post.
Keduanya dilaporkan duduk di bagian ekor pesawat Boeing 737 ketika si burung besi tergelincir di landasan pacu Bandara Internasional Muan dan menghantam dinding pembatas, kata para pejabat. Ekor adalah satu-satunya bagian yang masih utuh dari pesawat yang hancur itu, kata kepala pemadam kebakaran Muan Lee Jung Hyun dalam sebuah pernyataan.
"Hanya bagian ekornya yang sedikit berubah bentuk, dan bagian lain (pesawat) tampak hampir mustahil dikenali," kata kepala pemadam kebakaran.
Analisis TIME terhadap data Administrasi Penerbangan Federal AS selama 35 tahun, yang diterbitkan pada 2015, menemukan bahwa kursi belakang secara statistik merupakan tempat teraman saat terjadi kecelakaan. Menurut analisis, kursi di sepertiga belakang pesawat memiliki tingkat kematian 32 persen, dibandingkan 39 persen di sepertiga tengah dan 38 persen di sepertiga depan.
Â
Advertisement
Posisi Aman di Pesawat
Korban selamat Lee ingat mengencangkan sabuk pengaman beberapa saat sebelum pesawat mendarat. Hal berikutnya yang diingatnya adalah terbangun di ranjang rumah sakit. "Di mana saya?... Apa yang terjadi?" adalah kata-kata pertamanya, menurut Korea Times.
Lee dan rekannya kemungkinan besar duduk di belakang karena tugas mereka sebagai pramugari. Ada faktor lain yang juga dapat memengaruhi peluang selamat dalam kecelakaan. Misalnya, duduk di baris pintu keluar dapat berarti lebih cepat keluar dari pesawat, tulis Doug Drury, Profesor Penerbangan di Universitas Queensland Tengah Australia, lapor Conversation.
Namun, Drury menambahkan, duduk di baris pintu keluar di bagian tengah pesawat, dekat sayap, dapat lebih berbahaya karena sayap membawa bahan bakar dan dapat terbakar atau meledak. Memilih kursi tengah daripada kursi dekat jendela atau lorong juga lebih aman.
"Kursi tengah lebih aman daripada kursi dekat jendela atau lorong, seperti yang Anda duga, karena ada perlindungan tambahan dari penumpang di kedua sisi," tulis Drury. Namun, kemungkinan meninggal dalam kecelakaan pesawat secara keseluruhan sangat kecil, terlepas dari kursi mana yang Anda pilih.
Â
Penyelidikan Penyebab Kecelakaan
Menurut Asosiasi Transportasi Udara Internasional, tidak ada kematian akibat kecelakaan penerbangan komersial pada 2023, hanya ada total 30 insiden. Itu adalah rata-rata yang sangat kecil, yaitu hanya satu kecelakaan untuk setiap 880.293 penerbangan.
Peluang tersebut menjadikan penerbangan sebagai cara bepergian yang paling aman, dengan lebih sedikit risiko kematian dan cedera daripada bus dan kereta api, menurut Dewan Keselamatan Nasional AS. Sementara itu, para penyelidik tengah menyelidiki penyebab tragedi penerbangan Jeju Air 2216.
Pilotnya, seorang veteran dengan pengalaman terbang hampir tujuh ribu jam, menurut New York Times, melaporkan seekor burung menabrak setidaknya satu mesin beberapa menit sebelum Boeing 737 itu jatuh dan meluncur turun di landasan tanpa mengaktifkan roda pendaratan atau rem kecepatan.
Ada kemungkinan bahwa kegagalan mesin juga menonaktifkan sistem hidrolik otomatis untuk roda pendaratan dan rem. Namun, ada penggantian manual untuk sistem ini, kata seorang pilot veteran pada The Times.
Pakar keselamatan penerbangan David Learmount mengatakan pada Sky News bahwa dinding beton yang ditabrak pesawat seharusnya tidak berada di ujung landasan, dan "hampir merupakan tindakan kriminal" untuk memasangnya.
Advertisement