RI Bisa Raup US$ 9 Miliar dari Ekspor Mineral Olahan

Setelah seluruh mineral mentah diolah di dalam negeri, penerimaan negara dari ekspor mineral bakal meningkat jadi US$ 9 miliar pada 2016.

oleh Pebrianto Eko Wicaksono diperbarui 06 Des 2013, 20:10 WIB
Diterbitkan 06 Des 2013, 20:10 WIB
ekspor-impor--batas130911c.jpg
Dengan diberlakukannya pelarang ekspor mineral mentah mulai 12 Januari 2013, negara akan kehilangan pendapatan  US$ 5 miliar pada tahun depan. Namun jangan khawatir, setelah seluruh mineral mentah diolah di dalam negeri, penerimaan negara dari ekspor mineral bakal meningkat jadi US$ 9 miliar pada 2016.

Wakil Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Susilo Siswoutomo mengatakan, penerapan Undang-undang (UU) Nomor 4 Tahun 2009 tentang pemurnian tetap berlaku pada tahun depan maka akan berdampak pada penerimaan negara dalam jangka pendek.

"Dampaknya secara pendapatan pasti turun Pak Menteri Keuangan sudah hitung, Pak Menko secara bersama menghadapi ini. Jangan saling menyalahkan," kata Susilo di kantornya, Jakarta, Jumat (6/11/2013).

Susilo menyebutkan, mulai 12 Januari 2014 maka semua ekspor mineral mentah dihentikan. Sejak itu pula negara akan kehilangan pendapatan US$ 5 miliar untuk beberapa tahun.

"Jumlah eskpor ore US$ 5 miliar. Nikel, bauksit, bijih besi, mangan jadi nol ekspornya, diharapkan produksi pabrik pengolahan dan pemurnian (smelter) dibangun kaya Vale dan di Gresik," tuturnya.

Pernyataan Susilo dibenarkan Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM, Thamrin Sihite. Meski dalam beberapa tahun ke depan pendapatan negara hilang US$ 5 miliar, pada 2016 pemasukan negara akan mencapai US$ 9 miliar dengan diterapkannya pengolahan dan pemurnian.

 "Kami lihat jangka panjang jadi surplus. Bisa mencapai US$ 9,1 miliar kalau sudah diekspor," pungkasnya. (Pew/Ndw)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya