Di balik keterpurukan PT Merpati Nusantara Airlines (MNA) yang harus hidup dengan tumpukan utang, terselip kisah manis dari salah seorang karyawan yang tergabung dalam Forum Pegawai Merpati (FPM). Dia mengabdi pada maskapai penerbangan pelat merah ini dengan jaminan kesejahteraan dari sang pemimpin Merpati.
Ditemui di kantor pusat Merpati, Kemayoran, Jakarta, Dewan Penasehat FPM, I Wayan Suarna membeberkan pengalaman bekerja di Badan Usaha Milik Negara (BUMN) ini saat Kapten F.A Sumolang menjabat sebagai Direktur Utama Merpati pada rentang waktu 1989-1992.
Saat itu, tambah dia, Merpati sedang menikmati masa-masa kejayaannya sehingga mampu memberikan kesejahteraan memadai bagi para karyawannya.
"Tahun 1989, gaji saya Rp 150 ribu dan naik tiga kali lipat saat Pak Sumolang masuk. Gaji itu berada di level tertinggi di BUMN mengalahkan Pertamina," ucapnya, Selasa (4/2/2014).
Wayan juga mengatakan, Merpati pernah berintegrasi dengan PT Garuda Indonesia Tbk. Sinergi ini ditunjukkan melalui koneksi antara sistem tiketing dan penerbangan kedua maskapai tersebut.
Dia bilang, Merpati bertugas sebagai penghubung Garuda Indonesia yang melayani rute seluruh pelosok negeri. "Pas ditinggal Pak Sumolang, integrasi sistem ini berhenti. Merpati tinggal sampahnya saja, sedangkan yang bagus-bagus diambil sama Garuda," cetus Wayan.
Namun kondisi ini berbalik menjadi petaka dengan lilitan utang semakin menumpuk paska pergantian beberapa Direktur Utama hingga berakhir di masa jabatan Rudy Setyopurnomo.
"Merpati pernah goyang, gaji kami dicicil, gedung di jual, ditambah visi yang tidak jelas dari Rudy Setyopurnomo. Makin jatuh kita," jelasnya.
Saat ini, Wayan mengaku, kondisi keuangan perseroan semakin sulit. Bahkan gaji karyawan tak terbayar hampir tiga bulan ini. Keadaan pelik tersebut tak terlepas dari berhentinya operasional maskapai penerbangan Merpati sejak beberapa hari lalu.
"Tadinya jumlah armada 100 unit tapi sekarang tinggal 18 unit. Era kepemimpinan Sumolang, Merpati punya jet Fokker 28 dan DC9," bangga dia. (Fik/Ndw)
Ditemui di kantor pusat Merpati, Kemayoran, Jakarta, Dewan Penasehat FPM, I Wayan Suarna membeberkan pengalaman bekerja di Badan Usaha Milik Negara (BUMN) ini saat Kapten F.A Sumolang menjabat sebagai Direktur Utama Merpati pada rentang waktu 1989-1992.
Saat itu, tambah dia, Merpati sedang menikmati masa-masa kejayaannya sehingga mampu memberikan kesejahteraan memadai bagi para karyawannya.
"Tahun 1989, gaji saya Rp 150 ribu dan naik tiga kali lipat saat Pak Sumolang masuk. Gaji itu berada di level tertinggi di BUMN mengalahkan Pertamina," ucapnya, Selasa (4/2/2014).
Wayan juga mengatakan, Merpati pernah berintegrasi dengan PT Garuda Indonesia Tbk. Sinergi ini ditunjukkan melalui koneksi antara sistem tiketing dan penerbangan kedua maskapai tersebut.
Dia bilang, Merpati bertugas sebagai penghubung Garuda Indonesia yang melayani rute seluruh pelosok negeri. "Pas ditinggal Pak Sumolang, integrasi sistem ini berhenti. Merpati tinggal sampahnya saja, sedangkan yang bagus-bagus diambil sama Garuda," cetus Wayan.
Namun kondisi ini berbalik menjadi petaka dengan lilitan utang semakin menumpuk paska pergantian beberapa Direktur Utama hingga berakhir di masa jabatan Rudy Setyopurnomo.
"Merpati pernah goyang, gaji kami dicicil, gedung di jual, ditambah visi yang tidak jelas dari Rudy Setyopurnomo. Makin jatuh kita," jelasnya.
Saat ini, Wayan mengaku, kondisi keuangan perseroan semakin sulit. Bahkan gaji karyawan tak terbayar hampir tiga bulan ini. Keadaan pelik tersebut tak terlepas dari berhentinya operasional maskapai penerbangan Merpati sejak beberapa hari lalu.
"Tadinya jumlah armada 100 unit tapi sekarang tinggal 18 unit. Era kepemimpinan Sumolang, Merpati punya jet Fokker 28 dan DC9," bangga dia. (Fik/Ndw)