Dua hari menjelang partai ke-37 antara Juventus vs Palermo, 5 Mei 2006, isu miring menerpa La Vecchia Signora. Direktur Umum Juventus (saat itu), Luciano Moggi dicurigai ikut mengatur wasit demi kepentingan Juventus di berbagai kompetisi. Hal itu terkait dengan bocornya transkrip rekaman (hasil penyadapan) pembicaraan telepon Moggi dengan beberapa orang penting di Federasi Sepakbola Italia (FIGC) dan UEFA pada 2004 ke media massa Italia. Dari situlah cerita skandal Calciopoli bergulir. Setelah penyelidikan dimulai, Moggi pun tutup mulut. Selasa, 24 Juli, lalu Pengadilan Federal Banding Italia memutuskan Moggi tetap bersalah dan mendapat hukuman lima tahun dilarang terlibat dalam kegiatan sepakbola.
Rabu (26 Juli) malam, bertempat di sebuah hotel di Turin, Moggi yang dijuluki “Lucky Luciano” oleh media massa Italia, menggelar konferensi pers, terkait putusan Calciopoli. “Saya bergembira bagi mereka yang pada akhirnya dapat terhindar dari hukuman. Tapi, jelas, saya sangat sedih dengan apa yang menimpa Juventus, klub yang akan saya bela di manapun saya berada,” kata Moggi yang yakin suatu saat, kebenaran sejati dari skandal ini akan terungkap. “Klub tidak melakukan satu kesalahan pun. Camkan, satu saat nanti semua tuduhan itu akan terbantahkan. Nanti, kebenaran akan terungkap,” tegas Moggi.
Menurut Moggi, dengan hanya Juventus yang dihukum degradasi ke Liga Serie B, itu merupakan pertanda bahwa Juventuslah yang menjadi korban politik dari skandal ini. “Hukuman degradasi itu betul-betul memukul saya. Tapi, itu juga berarti mereka punya banyak musuh. Dan itu telah lama saya ketahui,” kata Moggi.
Dalam kacamata Moggi, ia dan Juventus dijadikan kambing hitam. “Saya dituduh menjadi titik sentral dari sebuah sistem. Saya bertanya, sistem yang mana? Satu-satunya sistem yang saya lihat adalah justru upaya untuk menghancurkan Juventus,” ujar Moggi dengan berang. “Jika sistem Moggi itu benar-benar ada, coba tunjukkan mana kaki-tangan saya? Della Valle bersaudara dituding mempunyai hubungan dengan saya. Tapi, apakah itu sebuah tindak kejahatan?” kata Moggi balik bertanya.
Moggi mengkritik keras sistem pengadilan yang berjalan. Moggi pun tak menyangka pertemanannya dengan beberapa wasit, yang kerap diajak makan malam bersama, disalahtafsirkan oleh pengadilan.
Moggi mencoba memberi bukti bahwa Juventus tidak “disayang” atau diuntungkan wasit sebagaimana yang diperkirakan banyak orang. “Jika Anda bandingkan jumlah penalti dan hukuman kartu yang diterima Juventus dengan klub-klub atas Liga Serie A lainnya, sangat jelas kami tidak mendapat keuntungan dari para wasit,” kata Moggi. Jadi, “Semua tuduhan itu benar-benar khayalan belaka,” tuding Moggi.
Rabu (26 Juli) malam, bertempat di sebuah hotel di Turin, Moggi yang dijuluki “Lucky Luciano” oleh media massa Italia, menggelar konferensi pers, terkait putusan Calciopoli. “Saya bergembira bagi mereka yang pada akhirnya dapat terhindar dari hukuman. Tapi, jelas, saya sangat sedih dengan apa yang menimpa Juventus, klub yang akan saya bela di manapun saya berada,” kata Moggi yang yakin suatu saat, kebenaran sejati dari skandal ini akan terungkap. “Klub tidak melakukan satu kesalahan pun. Camkan, satu saat nanti semua tuduhan itu akan terbantahkan. Nanti, kebenaran akan terungkap,” tegas Moggi.
Menurut Moggi, dengan hanya Juventus yang dihukum degradasi ke Liga Serie B, itu merupakan pertanda bahwa Juventuslah yang menjadi korban politik dari skandal ini. “Hukuman degradasi itu betul-betul memukul saya. Tapi, itu juga berarti mereka punya banyak musuh. Dan itu telah lama saya ketahui,” kata Moggi.
Dalam kacamata Moggi, ia dan Juventus dijadikan kambing hitam. “Saya dituduh menjadi titik sentral dari sebuah sistem. Saya bertanya, sistem yang mana? Satu-satunya sistem yang saya lihat adalah justru upaya untuk menghancurkan Juventus,” ujar Moggi dengan berang. “Jika sistem Moggi itu benar-benar ada, coba tunjukkan mana kaki-tangan saya? Della Valle bersaudara dituding mempunyai hubungan dengan saya. Tapi, apakah itu sebuah tindak kejahatan?” kata Moggi balik bertanya.
Moggi mengkritik keras sistem pengadilan yang berjalan. Moggi pun tak menyangka pertemanannya dengan beberapa wasit, yang kerap diajak makan malam bersama, disalahtafsirkan oleh pengadilan.
Moggi mencoba memberi bukti bahwa Juventus tidak “disayang” atau diuntungkan wasit sebagaimana yang diperkirakan banyak orang. “Jika Anda bandingkan jumlah penalti dan hukuman kartu yang diterima Juventus dengan klub-klub atas Liga Serie A lainnya, sangat jelas kami tidak mendapat keuntungan dari para wasit,” kata Moggi. Jadi, “Semua tuduhan itu benar-benar khayalan belaka,” tuding Moggi.