Liputan6.com, Jakarta: Sepak Bola Indonesia terus-terusan dilanda krisis. Teranyar yaitu PSSI akhirnya disanksi FIFA usai pemerintah lewat Kemenpora tetap keukeuh lakukan intervensi terhadap kegiatan dan aktivitas PSSI.
Krisis bukan hal yang baru terjadi di sepak bola Indonesia. Liputan6.com bisa menyimpulkan jika di tiga periode kepemimpinan terakhir PSSI yaitu 2007,2011 dan 2015, Indonesia terus-terusan digerogoti krisis.
Ada tiga ketum PSSI yaitu Nurdin Halid, Djohar Arifin dan La Nyalla Mattalitti, yang baru seumur jagung pimpin PSSI, menjalani fase krisis di sepak bola Indonesia. Bagaimana sikap pemerintah terhadap PSSI di tiga periode ini?
Adakah yang berbeda atau sama saja? Berikut Liputan6.com mencoba untuk memaparkannya dari berbagai sumber pada tiga halaman berikutnya:
1
1. 2007-2011
Inilah masa dimana sepak bola Indonesia sedang memasuki periode baru kompetisi. Periode yang dimaksud di sini adalah lahirnya Indonesia Super League (ISL) pada Kongres PSSI 2007. ISL menjadi kasta tertinggi sepak bola Indonesia setelah era perserikatan dan Galatama.
Sedangkan di sisi organisasi, PSSI dikuasai oleh politisi asal Golkar Nurdin Halid. Bermodalkan pengalaman berorganisasi dan juga pernah mengelola PSM, Nurdin menjelma menjadi kekuatan yang "tak tersentuh" di era ini.
Pada masa ini, Nurdin sedang memasuki periode keduanya di PSSI. Sebelumnya, dia memimpin PSSI sejak 2004. Saat menjalankan tugas ketum, Nurdin tersandung masalah korupsi dan dipenjara.
Lalu bagaimana sikap pemerintah di era ini? Terjadi penggantian Menpora di periode ini dari Adhyaksa Dault ke Andi Mallarangeng.Adhyaksa Dault cukup kencang memprotes PSSI tapi intervensi hanya berbentuk teguran-teguran saja. Dault pun sempat menghimbau agar kepemimpinan di PSSI diganti karena Nurdin dipenjara.
Di era Menpora Andi Mallarangeng juga ternyata cukup kritis dengan PSSI.Terbukti, pada 7 April 2011, Menpora mengeluarkan surat keputusan untuk membekukan PSSI. Ini terjadi di periode terakhir kepengurusan Nurdin. Andi Mallarangeng ketika itu menilai pengurus PSSI di bawah Nurdin Halid tidak kompeten, tidak bertanggung jawab, dan gagal menyelenggarakan kongres.
Setelah itu, Menpora Andi pun menyatakan tidak mengakui lagi pengurus PSSI di bawah pimpinan ketua umum saudara Nurdin Halid dan sekretaris jenderal saudara Nugraha Besoes, serta seluruh kegiatan keolahragaan yang diselenggarakan kepengurusan PSSI tersebut. Namun bedanya, Menpora tidak mengacak-acak kompetisi yang dikelola PSSI. Sehingga kompetisi ISL pun bisa berlangsung dengan aman. Lagipula, perseteruan itu bisa berakhir dengan damai.
Advertisement
2
2.2011-2015
Inilah periode dimana PSSI disebut sedang memasuki era baru. Itu karena Djohar Arifin terpilih menjadi ketua umum PSSI sekaligus mengakhir era Nurdin Halid. Di era ini pula Indonesia Premier League (IPL) mengukuhkan taringnya setelah sempat jadi kompetisi ilegal di 2010, saat pengurus belum berganti.
Namun era ini pula ditandai dengan munculnya dualisme di PSSI. Muncul dua PSSI karena La Nyalla Mattalitti membentuk Komite Penyelamat Sepak Bola Indonesia (KPSI). Konflik terus berlangsung bahkan kompetisi pun ada dua yaitu ISL dan IPL.
Bagaimana sikap pemerintah di periode ini? Lagi, Menpora Andi Mallarangeng cukup bijak dalam mengawasi PSSI. Hubungan kedua instansi ini tergolong harmonis dan tak ada gejolak berarti. Karena Andi terjerat kasus korupsi Hambalang, pucuk pimpinan di Kemenpora pun beralih ke Roy Suryo. Nama politikus asal Partai Demokrat ini sempat diragukan eksistensinya.
Maklum, Roy lebih dikenal sebagai pakar Telematika. Namanya lebih terkenal karena sering menelisik keaslian foto-foto vulgar artis. Namun Roy ternyata berjasa besar menyatukan PSSI. Dia berhasil mengakhiri dualisme di PSSI dengan manis. PSSI pun kondusif karena hubungan harmonis ini.
3
3. 2015
Tahun ini merupakan momen-momen terakhir Djohar Arifin di masa kepemimpinannya. Kepemimpinan di PSSI beralih saat Kongres Luar Biasa (KLB) PSSI digelar pada 18 April lalu.
Mantan Waketum PSSI, La Nyalla Mattalitti terpilih secara demokratis setelah memenangkan voting suara pemilihan ketum PSSI yang baru saat itu. Namun belum juga bekerja, La Nyalla sudah harus berhadapan dengan surat pembekuan Menpora dengan nomor 01307. Dimana ini merupakan buntut dari diabaikannya peringatan Menpora terkait diizinkannya Persebaya dan Arema Cronus tampil di ISL.
Tanda-tanda bakal dikeluarnya pembekuan dari Kemenpora sudah terlihat bahkan sejak 2014 kala Imam Nahrawi terpilih menjadi Menpora. Berawal dari dibentuknya Tim Sembilan, tanda-tanda PSSI bakal dibekukan terus terlihat. Menpora pun sempat usul Kongres PSSI diundur dengan alasan berdekatan dengan SEA Games. Hingga akhirnya muncul surat pembekuan PSSI tersebut.
Kisruh makin semrawut karena gara-gara pembekuan itu kompetisi QNB League dan Divisi Utama berhenti total. Klub sekarat karena tak mendapatkan pemasukan, pemain pun gigit jari karena tak dapat uang. Main tarkam pun dijadikan solusi untuk beberapa pemain agar bisa dapatkan uang. Kengototan Imam Nahrawi berbuah pahit karena Indonesia akhirnya disanksi FIFA.
Menpora mengaku bertanggung jawab penuh dengan adanya sanksi FIFA, meski dia sendiri meragukan keaslian surat sanksi dari FIFA. Benarkah sepak bola Indonesia bakal lebih berprestasi dengan adanya sanksi FIFA ini?
Baca Juga:
Indonesia Disanksi FIFA,Pelatih Timnas U-16&19 Terpukul
10 Gol Historis Barcelona di Final Piala Raja
Seperti Indonesia, 6 Negara Ini Disanksi FIFA Karena Intervensi
Advertisement