Liputan6.com, Jakarta - Pemain cadangan tidak selamanya berstatus sebagai pelapis. Justru, ada kalanya mereka tampil jadi penentu kemenangan setelah turun ke lapangan dari bangku cadangan.
Maka itu dalam sepak bola ada istilah super-sub, yang bisa diartikan sebagai pemain cadangan yang menentukan. Ole Gunnar Solskjaer sempat lama mendapat label ini saat masih membela Manchester United (MU).
Baca Juga
- Ketika Hazard Kembalikan Ingatan Fans Amnesia Chelsea
- Pakai Kokain, Eks Bomber Mitra Kukar Lolos dari Hukuman Penjara
- Klopp Butuh Waktu Datangkan Prestasi Untuk Liverpool
Namun, tidak hanya Solskjaer. Masih banyak pemain-pemain lain yang turun ke lapangan dari bench dan tampil sebagai pemain menentukan.
Memang, tidak selamanya pemain pengganti mampu menunaikan bebannya dengan baik. Namun, jika di tampil gemilang pada momen yang tepat dan di sebuah laga penting, dipastikan namanya akan selalu dikenang.
Berikut pemain-pemain pengganti yang mungkin namanya akan selalu diingat orang karena berhasil menentukan hasil akhir pertandingan-pertandingan penting:
Tim Krul
5. Tim Krul (Belanda), Perempat Final Piala Dunia 2014
Di Piala Dunia 2014, sejak awal Tim Krul memang sudah diplot pelatih Belanda, Louis Van Gaal sebagai cadangan. Di setiap laga Belanda, Van Gaal lebih memilih Jesper Cillesen sebagai kiper utama.
Namu di laga perempat final lawan Kosta Rika peruntungan Krul berubah. Di menit ke-120, saat kedua tim bermain imbang 0-0. Van Gaal memasukkan Krul menggantikan Cillesen. Sang pelatih ternyata memang telah menyiapkan Krul sebagai andalan di bawah mistar dalam adu tendangan penalti.
Benar saja. Dalam drama adu penalti, Krul tampil menawan. Dia mematahkan tendangan dua aljogo Kosta Rika dan membawa Belanda ke semifinal. Selain refleks yang bagus Krul juga sempat melakukan mind game yang membuat penendang Kosta Rika gugup.
Menariknya, di laga semifinal, saat Belanda harus kembali menjalani adu penalti lawan Argentina, Van Gaal tetap mempercayakan Cilessen di bawah mistar. Belanda pun kalah. Beruntung mereka masih terhibur setelah di laga perebutan tempat ketiga mengalahkan tuan rumah Brasil 3-0.
Advertisement
David Trezeguet
4. David Trezeguet (Prancis), Final Piala Eropa 2000
Setelah sukses menjuarai Piala Dunia 1998, Prancis berambisi jadi juara lagi di Piala Eropa 2000. Ketika itu di final, mereka harus menghadapi Italia yang dilatih Dino Zoff.
Namun, laga puncak yang digelar di Stadion Feyenoord, Belanda, sama sekali tak mudah bagi Prancis. Di menit ke-55, mereka tertinggal 0-1 lewat gol penyerang Italia, Marco Delvecchio.
Pelatih Prancis, Roger Lemerre, pun harus putar otak. Salah satunya dengan memasukkan tiga pemain pengganti: Robert Pires, Sylvain Wiltord, dan David Trezeguet. Keputusan Lemerre tepat. Ketiga pemain ini langsung membuat permainan Prancis lebih hidup.
Di masa injury time, Wiltord membuka kembali harapan Prancis dengan mencetak gol penyama kedudukan. Dan, akhirnya di masa sudden death Trezeguet memastikan kemenangan Prancis lewat golden goal-nya di menit ke-103.
Ketika itu, FIFA dan organisasi di bawahnya memang masih menerapkan "golden goal" untuk menentukan hasil laga, sebelum adu tendangan penalti. Namun, format "golden goal" ini di hapuskan pada tahun 2002, usai ajang Piala Dunia di Korea-Jepang.
Fernando Torres
3. Fernando Torres (Chelsea), Semifinal Liga Champions 2011/12
Fernando Torres memang disebut-sebut sebagai rekrutan gagal saat membela Chelsea (2010-2014). Namun, ada satu laga penting, saat namanya dipuja suporter setinggi langit.
Di semifinal kedua Liga Champions di kandang sendiri, Chelsea tertinggal 1-2 dari Barcelona, di babak pertama. Tambahan lagi, Chelsea harus bermain dengan 10 pemain karena bek John Terry mendapat kartu merah di menit ke-37.
Ketika itu, jika Barcelona berhasil menambah satu gol, dipastikan mereka yang lolos ke final. Itu karena di laga pertama Chelsea hanya menang 1-0 di kandang Barcelona.
Untung pelatih Roberto Di Matteo cermat. Pada menit ke-80, dia memasukkan Torres menggantikan Didier Drogba. Tujuannya, tentu agar Chelsea bisa mencetak gol dan mengamankan langkah mereka ke final.
Torres membayar kepercayaan yang diberikan sang pelatih. Pada masa injury time, dia merobek gawang Barcelona dan membawa Chelsea ke final.
Chelsea akhirnya juara usai di final mengalahkan Bayern Muenchen lewat adu tendangan penalti. Torres kembali jadi pengganti. Namun, dia tak bisa berbuat banyak. Bahkan, namanya tak masuk dalam daftar eksekutor adu penalti.
Advertisement
Dietmar Hamman
2. Dietmar Hamann (Liverpool), Final Liga Champions 2004/05
Kiprah Dietmar Hamann di Liverpool (1999-2006) sepertinya banyak dilupakan orang. Sosoknya selalu berada di bawah bayang-bayang sang kapten, sekaligus gelandang andalan, Steven Gerrard.
Namun, pada final Liga Champions 2004/05 lawan AC Milan, Hamann tampil sebagai salah satu pahlawan Liverpool. Hebatnya lagi, di laga itu dia tampil sebagai pemain pengganti.
Liverpool dalam posisi tertinggal 0-3 saat Hamman dimasukkan menggantikan Steve Finnan pada menit ke-46. Hadirnya Hamman ternyata membuat permainan Liverpool berubah.
The Reds akhirnya berhasil menyamakan kedudukan lewat gol-gol dari Vladimir Smicer, Gerrard, dan Xabi Alonso. Liverpool akhir tampil sebagai juara setelah mengakhiri laga dengan adu tendangan penalti. Dalam adu penalti, Hamman menjalankan tugas dengan baik sebagai eksekutor pertama.
Ole Gunnar Solskjaer
1. Ole Gunnar Solksjaer (MU), Final Liga Champions 1998/99
Manchester United (MU) mendapat lawan berat, Bayern Muenchen di final Liga Champions 1998/99. Sejak awal, memang banyak orang yang lebih menjagokan klub raksasa Jerman itu.
Benar saja, laga baru berlangsung enam menit, Muenchen sudah unggul lewat Mario Basler. Untung, selanjutnya, MU mampu menahan Muenchen tidak membuat gol lagi.
Sebaliknya, pelatih MU, Alex Ferguson, membuat strategi jitu lewat pergantian pemain. Di babak kedua, dia memasukkan Teddy Sheringham dan Ole Gunnar Solksjaer menggantikan Jesper Bolmqvist dan Andy Cole di menit ke- 67 dan 81.
Strategi Ferguson berjalan mulus karena kedua pemain berhasil membuat MU bangkit. Akhirnya, Sheringham dan Solskjaer berhasil membalikkan keadaan dan membuat MU menutup laga dengan kemenangan.
Dramatisnya, dua gol tersebut dicetak Sheringham dan Solskjaer pada masa injury time, menit ke-91 dan 93. MU pun berpesta meriah karena itu gelar Eropa mereka yang pertama sejak 1967/68.
Advertisement