Liputan6.com, Jakarta - Sabtu malam, 24 Agustus 1963. Legenda Real Madrid, Alfredo Di Stefano, bersiap beristirahat di sebuah hotel bernama Patomac, di Caracas, Venezuela. Di Stefano memang butuh istirahat setelah seharian berlatih bersama timnya. Esok hari, Real Madrid harus berhadapan dengan klub Portugal, FC Porto.
Saat itu Real Madrid tengah mengikuti ajang eksebisi bernama Pequena Copa del Mundo di Venezuela. Tak hanya Real Madrid dan FC Porto, klub elite Brasil, Sao Paulo, juga berpartisipasi di ajang segi tiga itu.
Baca Juga
- Tukang Jagal Madrid Lupakan Komentar Angkuh Ronaldo
- Cuplikan Video Real Madrid Hajar Levante
- Rio Haryanto Makin Percaya Diri Jelang GP Australia
Namun, saat berusaha menarik selimut, menutupi tubuhnya, pintu kamar hotel diketuk keras. Di Stefano yang berkebangsaan Argentina berdarah Italia, menduga ketukan itu berasal dari petugas hotel.
Mungkin mereka ingin menanyakan apakah kondisi Di Stefano baik-baik saja, sambil menawarkan jasa jika Di Stefano membutuhkan sesuatu. Namun, betapa kagetnya Di Stefano saat dia membuka pintu.
Di depan kamar hotelnya telah berdiri empat orang bersenjata lengkap. Tubuh mereka besar khas tentara pemberontak. Tanpa ada perlawanan Di Stefano pun mereka "jemput" dengan mata tertutup.
Diculik FALN
Esok paginya, Gerakan Bersenjata Kemerdekaan Nasional Venezuela (FALN), mengklaim mereka telah menculik Di Stefano. Situasi gempar. Kubu Madrid panik. Maklum, Di Stefano adalah pemain terpenting mereka.
Ketika itu, Di Stefano memang sukses membawa Madrid berjaya. Mereka memenangkan 8 gelar La Liga dan 5 gelar Liga Champions berturut-turut. Di Stefano sendiri dua kali terpilih jadi Pemain Terbaik Eropa 1957 dan 1959.
Sementara di Venezuela, FALN punya rekam jejak mengerikan. Sebulan sebelum menculik Di Stefano, FALN sempat melakukan percobaan pembunuhan terhadap presiden Venezuela ketika itu, Romulo Betancourt. Beberapa hari sebelumnya, FALN bahkan sempat menculik tiga orang polisi. Dalam aksinya itu mereka sempat menewaskan tiga korban.
Namun, uniknya, FALN sendiri sama sekali tidak meminta uang tebusan. Mereka menyebut, aksi penculikan Di Stefano itu dilakukan untuk menyita perhatian khalayak akan gerakan mereka.
Namun, apa pun alasan FALN, tetap saja membuat kubu Madrid. Istri Di Stefano, Sara, histeris meminta FALN segera membebaskan suaminya. "Anda semua sudah mendapat perhatian dunia. Sekarang, tolong lepaskan suami saya," Sara memelas dalam konferensi pers ditemani putranya yang berusia delapan tahun.
Tentu, tidak semudah itu Sara mengetuk hati para penculik. Namun, yang sedikit melegakan, presiden FALN, Maximo Canales, menyatakan tidak akan sedikit pun menyakiti Di Stefano.
Advertisement
Ditemani Pemimpin Penculik
Dalam buku autobiografinya, "Gracias, Vieja", seperti dikutip espn, Di Stefano memang menyebut, para penculik tak pernah memperlakukannya buruk. Bahkan, sang presiden, Maximo Canales, selalu menemaninya di setiap kesempatan.
Padahal, kata Di Stefano, awalnya dia menyangka para penculik akan membunuhnya. Tapi, ya itu tadi, Di Stefano ternyata diperlakukan sangat baik. Dia bahkan kerap bermain catur, domino, dan kartu dengan para penculiknya. Dalam bukunya Di Stefano bahkan menyebut para penculiknya sebagai "Caballeros" alias para gentlemen.
Saat Real Madrid bertanding melawan Porto, para penculik juga menyediakan radio khusus. Sehingga Di Stefano bisa mengikuti jalannya pertandingan yang akhirnya dimenangkan Real Madrid itu.
Begitulah, selama dua hari masa penculikan, sama sekali tidak ada ketegangan terbangun antara Di Stefano dengan penculiknya. Sebaliknya, mereka semua malah berteman. Para penculik sangat hormat kepada Di Stefano.
Maklu, sebelum bergabung dengan Real Madrid, nama Di Stefano sendiri memang sudah sangat dikenal seantero Amerika Selatan. Pasalnya, Di Stefano juga pernah membela klub-klub elite Latin seperti River Plate dan Huracan (Argentina) serta Millionaries (Kolombia).
Akhirnya, pada 26 Agustus 1963, para penculik membebaskan Di Stefano. Pria kelahiran Buenos Aires, Argentina, 4 Juli 1926 ini dilepaskan di sebuah jalan bernama Avenida Libertador. "Saya dilepaskan dengan mata tertutup plester. Lalu saya menumpang taksi menuju kedutaan Spanyol," ujar Di Stefano.
Bertemu Lagi dengan Penculik
Real Madrid sempat menggelar jumpa pers usai pelepasan Di Stefano. Namun, sang pemain mengaku tak nyaman bicara tentang penculikannya karena sangat bernuansa politis.
"Saya bukan politikus. Jadi, saya tidak bisa menjelaskan mengapa mereka menculik saya," ujar Di Stefano. "Yang saya tahu, mereka tidak pernah memperlakukan saya dengan buruk."
Sehari setelah dilepaskan, Di Stefano kembali tampil membela Madrid. Dia langsung dimainkan saat laga terakhir menghadapi Santos. Sebelum laga, Di Stefano mendapat aplaus meriah dari seluruh penonton yang memadati stadion.
Pada tahun 2005, kisah penculikan Di Stefano ini dimasukkan dalam film "Real, La Pelicula" yang bercerita tentang sejarah RealMadrid. Pada pemutaran pertamanya, 25 Agustus 2005, Di Stefano kembali dipertemukan Maximo Canales untuk pertama kalinya setelah 41 tahun! Di Stefano sendiri meninggal pada 7 Juli 2014, atau tiga hari setelah ulang tahunnya yang ke-88.
Advertisement