Liputan6.com, Jakarta - Semua pihak mulai mengambil ancang-ancang mengantisipasi turunnya pertumbuhan ekonomi akibat aturan tarif baru yang dijalankan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump. Gubernur Jawa Barat (Jabar) Dedi Mulyadi pun juga tengah menyusun aturan untuk memberikan insentif industri berbasis ekspor di Jabar.
Dedi mengatakan, adanya insentif ini menjadi langkah strategis yang disiapkan untuk menghadapi tekanan ekonomi global, termasuk dampak kebijakan Tarif Trump itu akan diumumkan pada pekan depan.
Advertisement
Baca Juga
"Kita menyiapkan strategi, salah satunya dengan mengkonsolidasikan seluruh industri di Jawa Barat, terutama yang mengekspor produksinya ke Amerika," ujar Dedi dikutip dari Antara, Jumat (11/4/2025).
Advertisement
Sejumlah insentif itu, lanjut dia, dirancang untuk meringankan beban biaya produksi industri, yang bertujuan menjaga daya saing sektor manufaktur dan mendorong stabilitas ekonomi daerah.
"Pemerintah harus membuka berbagai insentif untuk meringankan beban produksi. Banyak opsi yang akan kita umumkan minggu depan," ujarnya.
Salah satu yang tengah dirancang, disebut Dedi, adalah insentif fiskal. Namun selain itu, dia juga mendorong perluasan pasar ekspor non-tradisional sebagai alternatif dari pasar AS.
Pasalnya, menurut Dedi Mulyadi, potensi pasar Indonesia sangat luas dan terbuka, hanya perlu penguatan diplomasi dan negosiasi dagang yang lebih agresif.
"Pasar kita ini terbuka dan luas. Negosiasinya harus dilakukan agar produk-produk kita tetap bisa bersaing," ujarnya.
BEI Siapkan Strategi Jangka Pendek dan Panjang Hadapi Gejolak Global, Apa Saja?
Selain Dedi Mulyadi, Bursa Efek Indonesia (BEI) juga menyiapkan strategi janga pendek dan jangka panjang untuk mengantisipasi dampak tarif Trump. Direktur Utama Bursa Efek Indonesia (BEI), Iman Rachman, mengungkapkan bahwa otoritas pasar modal bersama para pelaku pasar telah mengambil berbagai langkah responsif untuk menjaga stabilitas perdagangan dan meningkatkan kepercayaan investor.
Salah satu langkah krusial yang dilakukan adalah penerapan mekanisme trading halt saat pasar mengalami tekanan ekstrem. Dalam dua kesempatan berbeda, yakni 18 Maret dan pada saat pengumuman tarif oleh Trump, perdagangan saham di BEI sempat dihentikan sementara karena indeks turun secara drastis.
“Jadi memang market kita mengalami tekanan yang cukup dalam, sehingga trading halt itu digunakan untuk bisa memberikan waktu jeda kepada para pelaku pasar untuk mencerna informasi yang terjadi di market. Itu juga kita gunakan sebagai suatu bentuk kebijakan yang kita sesuaikan dengan kondisi-kondisi yang luar biasa,” ujar Iman Rachman dalam diskusi virtual Trump Trade War: Menyelamatkan Pasar Modal, Menyehatkan Ekonomi Indonesia, Jumat (11/4/2025).
Tak hanya itu, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga mengeluarkan kebijakan yang memperbolehkan perusahaan melakukan pembelian kembali saham (buyback) tanpa melalui RUPS. Kebijakan ini diyakini mampu menjaga likuiditas serta menahan laju penurunan harga saham.
BEI pun turut melakukan penyesuaian terhadap batasan auto rejection bawah (ARB). Jika sebelumnya ARB berlaku secara simetris, kini diberlakukan secara asimetris dengan batas bawah ditetapkan seragam sebesar 15 persen, untuk menjaga kestabilan pasar saat tekanan terjadi.
“Kita juga mengeluarkan kebijakan untuk mengubah auto rejection bawah, yang tadinya simetris kita ubah menjadi asimetris. Kita seragamkan menjadi 15 persen untuk ARB-nya. Ini juga salah satu cara untuk menjaga kestabilan dari pasar di saat tekanan itu terjadi.”
Advertisement
Peran Penting Investor Domestik
Data perdagangan menunjukkan, meskipun investor asing melakukan aksi jual (net sell) dalam jumlah besar. Tercatat hampir Rp 30 triliun sejak awal tahun investor domestik justru tampil sebagai penopang utama pasar. Pada tanggal 8 April, investor ritel domestik membukukan pembelian bersih hingga Rp 3,9 triliun, melampaui aksi jual asing.
“Kita lihat justru ada optimisme dari para investor ritel. Per tanggal 8 April, itu investor ritel net buy-nya itu Rp3,9 triliun. Padahal asing waktu itu net sell-nya Rp1,3 triliun. Jadi ini menunjukkan bahwa sebenarnya kepercayaan dari para investor domestik itu cukup besar," kata Iman.
Tren ini berlanjut, dengan peran investor institusi domestik mulai terlihat lebih aktif dalam menstabilkan pasar. Bahkan dalam periode libur panjang, terdapat lonjakan jumlah investor baru hingga 35 ribu akun, menandakan optimisme yang tinggi terhadap prospek pasar modal Indonesia.
“Menariknya selama libur panjang itu, pendaftar SID baru, itu lebih dari 35 ribu. Artinya selama libur panjang orang masih tertarik untuk buka rekening di pasar modal. Jadi ini hal-hal positif yang kita lihat," imbuh Iman.
