Liputan6.com, Jakarta - Prancis adalah tanah yang begitu diimpikan banyak orang. Negeri yang kerap disebut sebagai land of love ini merupakan destinasi favorit para pelancong. Setiap tahunnya, puluhan juta orang datang dan menghabiskan beberapa malam di sana. Tak heran bila sejak 2014, Prancis begitu ingin melihat jumlah turis asing yang berkunjung menembus 100 juta orang.
Baca Juga
- Mural Wajah Para Legenda Semarakkan Piala Eropa 2016
- Fakta Baru, Barcelona Rugi Jutaan Euro di Transfer Pemain
- Fasis dan Kisah Cinta Mustahil Buffon-Ilaria D'Amico
Bulan ini, gelombang kunjungan ke Prancis pasti kian membludak. Sangat mungkin akan melebihi angka rata-rata tahun lalu yang 7 juta turis per bulan. Para penggila sepak bola akan menyerbu, mengisi ruang-ruang publik dan menyesaki stadion saat pertandingan.
Dari 10 Juni hingga 10 Juli mendatang, Prancis tak lagi sekadar land of love, tapi juga land of football. Tentu saja karena gelaran Piala Eropa.
Empat tahun lalu saja jumlah penonton yang menyaksikan langsung 31 laga EURO 2012 di Polandia dan Ukraina hampir 1,5 juta orang. Kini, dengan tambahan 20 laga, jumlahnya bisa jadi berlipat. Belum lagi mereka yang hanya bisa memadati fan fest.
Akan tetapi, dalam kurun sebulan itu pula, Prancis akan jadi land of fear. Ancaman datangnya kejutan teror bom adalah sebabnya. Itu bukan basa-basi. November lalu, saat terjadi serangan di beberapa titik Kota Paris, Stade de France di Saint-Denis jadi salah satu target. Untungnya, sang peneror gagal masuk ke stadion yang saat itu menggelar laga Prancis kontra Jerman.
Lalu, berdasarkan pengakuan teroris yang ditangkap dalam aksi pengeboman di Brussels, Belgia, Maret silam, Piala Eropa memang termasuk target teror tahun ini. Tak heran bila pihak penyelenggara Piala Eropa memberikan perhatian khusus di sektor keamanan.
Sekitar 90.000 personel keamanan disiapkan. Itu lebih dari 163 kali lipat jumlah pemain yang dibawa 24 tim peserta. Itu belum termasuk personel keamanan yang dibawa oleh tim-tim peserta. Jumlah personel keamanan itu lebih banyak dari yang dikerahkan Brasil saat Piala Dunia 2014. Kala itu, Brasil hanya menurunkan 70.000 personel keamanan.
Itu dilakukan pemerintah Prancis dan panitia Piala Eropa demi menangkal kejutan dari para teroris. Apalagi kecemasan memang nyata dirasakan tim-tim yang berlaga. Bek Jerman, Jerome Boateng, memutuskan tak akan membawa keluarganya ke stadion.
"Risikonya terlalu besar," kata dia kepada Abendzeitung Muenchen. "Saya akan merasa lebih nyaman bila keluargaku tak ada di stadion."
Sementara itu, Fernando Santos, pelatih Portugal, meyakini timnya termasuk dalam daftar target teroris. Pasalnya, di skuat Seleccao ada Cristiano Ronaldo. Sebagai figur yang sangat terkenal, Ronaldo ditengarai jadi sasaran tembak kelompok-kelompok teroris yang haus atensi.
Cukup di Lapangan
Kejutan pada dasarnya sangat dinantikan di setiap kompetisi atau turnamen. Namun, kejutan dari teroris tentu tak termasuk di dalamnya.
Kejutan yang dinantikan hanyalah terkait pertarungan di lapangan. Kemunculan juara baru dan kemenangan tim-tim kecil atas para raksasa begitu dinantikan siapa saja. Apalagi Piala Eropa kali ini didahului dongeng indah Leicester City di Premier League. Rasanya tak sedikit orang yang mengharapkan hal serupa terjadi di Prancis nanti.
Di babak kualifikasi, kejutan sudah terjadi ketika Belanda secara tragis disingkirkan Islandia, Republik Ceko, dan Turki. Oranje adalah satu-satunya penghuni 8 besar klasemen sepanjang masa Piala Eropa yang gagal melangkah ke putaran final kali ini.
Harapan tentu saja tercurah kepada tim-tim yang kini menjadi kekuatan baru. Belgia salah satunya. Tim asuhan Marc Wilmots punya skuat apik. Dari penjaga gawang hingga juru gedor, penggawa Belgia sangatlah berkelas. Mereka pun tengah moncer belakangan ini.
Advertisement
Wilmots boleh-boleh saja menampik anggapan orang tentang timnya sebagai salah satu kandidat juara. Namun, faktanya, De Rode Duivels adalah unggulan kelima di beberapa rumah taruhan. Eden Hazard cs. hanya berada di bawah Prancis, Jerman, Spanyol, dan Inggris. Jikapun tak mau disebut unggulan, Belgia adalah kuda hitam yang paling diharapkan membuat kejutan.
Selain Belgia, tim lain yang diunggulkan jadi juara baru adalah Inggris. Komposisi pemain yang dibawa Roy Hodgson terbilang meyakinkan. Banyak penggawa The Three Lions yang tengah dalam performa puncak. Harry Kane, Dele Alli, dan Jamie Vardy adalah beberapa di antaranya. Itu modal yang sungguh berharga untuk membuat gebrakan besar.
Inggris bisa jadi tim yang paling haus kemenangan dan gelar juara. Tahun ini, genap setengah abad mereka gagal meraih trofi bergengsi. Piala Dunia 1966 adalah satu-satu prestasi hingga kini.
Sejak itu, jangankan trofi, menembus final saja tak pernah berhasil. Hal serupa juga berlaku di Piala Eropa. Meski pernah delapan kali lolos ke putaran final, tak sekali pun The Three Lions menembus laga puncak.
Â
2
Hat-Trick Spanyol
Kejutan bukan hanya itu. Terciptanya sejarah baru juga bisa disebut kejutan. Salah satunya tentu saja kemungkinan Spanyol mencetak hat-trick juara. Setelah menjadi yang terbaik dalam dua gelaran sebelumnya, La Furia Roja terang-terangan mengincar sejarah baru itu.
"Kami tak perlu menetapkan limit. Kami tak boleh mengatakan bahwa kami akan senang bila lolos ke semifinal. Kami harus berusaha menjadi juara," kata entrenador Vicente Del Bosque. "Kami tak tahu sejauh mana akan melangkah. Tapi, kami perlu memelihara mimpi memenangi Piala Eropa untuk kali ketiga secara beruntun!"
Gelandang senior Andres Iniesta juga memendam hasrat yang sama. "Kami bisa mewujudkan hat-trick juara Piala Eropa. Kami punya tim yang sanggup melakukan hal itu. Memang belum ada tim yang sanggup meraihnya sehingga tugas itu sangatlah berat. Tapi, kami siap menghadapi tantangan!" ucap dia.
Iniesta benar. Karena belum pernah ada yang mampu melakukannya, mencetak hat-trick juara adalah hal mahasulit. Namun, itu tak berarti mustahil. Spanyol tahu persis cara mengukir sejarah. Empat tahun lalu, di Polandia dan Ukraina, mereka menjadi tim pertama yang sanggup mempertahankan trofi Henry Delaunay.
Di tim saat ini, selain Iniesta, ada sembilan pemain lain yang membawa Spanyol back to back juara Piala Eropa. Mereka adalah Iker Casillas, Sergio Ramos, Gerard Pique, Juanfran, Jordi Alba, Sergio Busquets, Francesc Fabregas, David Silva, dan Pedro Rodriguez.
Lalu, La Furia Roja juga punya Sergio Rico dan Thiago Alcantara. Keduanya pun tahu betul cara mematahkan kemustahilan. Rico bersama Sevilla baru saja mengukir sejarah, tiga kali juara Liga Europa secara beruntun. Sementara itu, Thiago merupakan salah satu komponen Bayern Muenchen yang menjuarai Bundesliga 1 empat musim berturut-turut.
Entah juara baru atau sejarah baru, semoga saja itulah kejutan yang tersaji di Piala Eropa kali ini, bukannya aksi sang teroris yang hanya akan mengundang tangis.
*Penulis adalah komentator dan pengamat sepakbola. Tanggapi kolom ini @seppginz.
Advertisement