KOLOM: Presiden FIFA Mendamba Hindia Belanda

FIFA berencana menambah peserta Piala Dunia.

oleh Liputan6 diperbarui 07 Okt 2016, 08:10 WIB
Diterbitkan 07 Okt 2016, 08:10 WIB
  Asep Ginanjar
Kolom Bola Asep Ginanjar (Liputan6.com/Abdillah)

Liputan6.com, Jakarta - Sebelas kurcaci. Demikian Wali Kota Reims berseloroh kala menyaksikan tim Hindia Belanda meladeni  Hongaria di Stade Velodrome Municipal Reims, 5 Juni 1938. Itu karena ukuran tubuh para penggawa Hindia Belanda yang kalah besar dari Gyorgi Sarosi dkk. Sudah begitu, Hindia Belanda pun digasak enam gol tanpa balas.

Terlepas dari hasil akhirnya, laga itu adalah tonggak sejarah. Hindia Belanda merupakan tim pertama dari Asia yang berlaga di Piala Dunia. Lalu, Hindia Belanda juga pemegang rekor, yakni tim dengan jumlah laga paling sedikit di Piala Dunia. Pertandingan kontra Hongaria itu satu-satunya yang dilakoni Hindia Belanda.

Rekor itu sepertinya tak akan bisa disamai oleh negara lain. Pasalnya, dalam format saat ini, setiap debutan Piala Dunia setidaknya melakoni tiga laga di penyisihan grup. Namun, kini harapan terbuka. Di Piala Dunia 2026, sangat mungkin ada tim yang menyamai Hindia Belanda. Sekali berlaga, tersingkir, dan tak pernah mampu lagi berlaga di Piala Dunia.

Kemungkinan itu terbuka andai usulan Gianni Infantino, Presiden FIFA, disetujui pada Januari 2017. Pria blasteran Swiss-Italia itu mengusulkan penambahan peserta Piala Dunia menjadi 48 tim. Dari jumlah itu, 32 tim harus menjalani laga penyisihan awal di negara yang menjadi tuan rumah. Sebanyak 16 tim yang kalah tentu saja harus mengepak koper, pulang kandang. Infantino berdalih, usulan itu sejalan dengan misi FIFA.

"Gagasan FIFA adalah mengembangkan sepak bola ke seluruh penjuru dunia, dan Piala Dunia adalah event terbesar yang ada. Ini bukan lagi sebuah kompetisi, melainkan event sosial," kata dia.

Akan tetapi, siapa pun tahu, usulan penambahan peserta Piala Dunia adalah janji Infantino saat kampanye pemilihan Presiden FIFA. Ketika itu, dia menggagas Piala Dunia dengan 40 tim peserta atau bertambah delapan tim dari format saat ini. Bisa jadi, dia tak enak hati bila tiba-tiba melupakan soal ini. Jika kemudian usulannya ditolak, dia tentu tak perlu kehilangan muka.


Lagu Lama

Portugal vs Prancis
Pemain Portugal, Ricardo Quaresma, melakukan tendangan salto ke arah gawang Prancis pada laga final Piala Eropa 2016 di Stade de France, Saint-Denis, Senin (11/7/2016) dini hari WIB. (AFP/Francisco Leong)

Di satu sisi, usulan Infantino adalah angin segar bagi negara-negara semenjana. Mereka tak perlu menanti berkah seperti yang didapatkan Hindia Belanda yang urung melakoni laga kualifikasi karena semua lawan menarik diri dengan berbagai alasan.

Pertambahan peserta juga akan meningkatkan persaingan dan mendongkrak peluang kemunculan kejutan. Ini akan jadi daya tarik tersendiri bagi Piala Dunia yang sejak 1930 hanya dijuarai oleh delapan negara.

Di samping itu, pertambahan jumlah peserta juga tentunya akan kian mereduksi kesan Eropa-sentris. Bisa jadi Oseania akan mendapatkan jatah otomatis, tak perlu lagi menjalani laga play-off untuk berlaga di Piala Dunia.

Ini persis seperti tujuan Joao Havelange saat menambah jumlah peserta Piala Dunia dari 16 tim menjadi 24 tim pada 1982 dan dari 24 tim menjadi 32 tim pada 1998. Jadi, ide Infantino sebenarnya hanya nyanyian lama. Apalagi saat mengusulkan Piala Dunia dengan 40 tim, Infantino menjamin tambahan dua tempat bagi Afrika.

Efek lain yang diharapkan muncul tentu saja di bidang finansial. "Semakin banyak tim, semakin banyak pertandingan, semakin banyak pendapatan," kata Infantino.

Akan tetapi, di sisi lain, pertambahan jumlah peserta yang juga berarti pertambahan jumlah pertandingan bisa mendatangkan masalah pelik. Terutama menyangkut durasi turnamen. Saat ini, dengan 32 tim, Piala Dunia membutuhkan waktu sebulan penuh. Bila peserta ditambah menjadi 48 tim, tentu waktu sebulan tak akan cukup lagi.

Hal ini potensial menimbulkan resistensi dari banyak pihak. Pertama, tentu saja klub-klub yang harus melepas pemain lebih lama dari biasanya. Selain mengganggu persiapan jelang musim baru, potensi cedera pemain pun jadi kian besar. Kedua, pengelola kompetisi domestik dan regional yang sepertinya harus menggeser jadwal kompetisi.


Pengembangan Sepak Bola

Jerman Catat Sejarah Baru
Pemain Timnas Jerman merayakan gelar juara Piala Dunia 2014 di Stadion Maracana, Rio de Janeiro, (14/7/2014). (REUTERS/Darren Staples)

Ketimbang membuka kesempatan negara-negara lain untuk mengalami nasib serupa Hindia Belanda, FIFA sebaiknya justru fokus pada masalah yang membuat Indonesia, negara yang mewarisi wilayah Hindia Belanda, tak lagi bisa lolos ke Piala Dunia.

Hak anggota FIFA bukan melulu lolos ke Piala Dunia. Hak paling mendasar justru merasakan perkembangan nyata sepak bola. Patut diingat, salah satu peran dan misi FIFA adalah memastikan implementasi program-program pengembangan sepak bola di negara-negara anggotanya.

Infantino sebaiknya lebih menaruh perhatian pada hal ini ketimbang mengutak-atik jumlah peserta Piala Dunia. Bukankah hal itu juga pada akhirnya akan membuka kesempatan negara-negara semenjana berlaga di Piala Dunia?

Terkait hal tersebut, FIFA harus membantu negara-negara yang sepak bolanya jalan di tempat. Juga wajib turun tangan bila ada asosiasi sepak bola negara anggota yang melenceng atau bahkan terindikasi korupsi. Bagaimanapun, Infantino menjadi presiden di tengah badai korupsi yang melanda FIFA. Secara otomatis, memberantas korupsi adalah salah satu tanggung jawab utamanya.

FIFA tak boleh ongkang-ongkang kaki dan baru turun tangan ketika ada intervensi luar terhadap asosiasi sepak bola negara anggota. Harus ada evaluasi berkala terhadap semua anggota. Bagi mereka yang jalan di tempat, tentu harus ada asistensi untuk mengidentifikasi masalah yang ada dan menemukan solusinya.

Bila mampu memastikan sepak bola berkembang baik di semua anggotanya, FIFA tak perlu berpayah-payah membuat penyisihan yang melibatkan 32 negara. Kekuatan yang lebih merata akan membuat Pra-Piala Dunia terasa seperti Piala Dunia. Jadi, tak perlulah tim-tim semenjana diberi kesempatan bertanding sekali saja, lalu pulang dan tak pernah datang lagi seperti halnya Hindia Belanda.

Rasanya tak ada yang rusak dalam format Piala Dunia saat ini. Jadi, tak perlu ada yang diperbaiki. Jikapun ada masalah soal keterwakilan dan pemerataan wakil, mungkin cukuplah dengan mengubah format Pra-Piala Dunia, bukan lantas menambah jumlah peserta putaran final yang akan berimbas ke banyak hal.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya