Danurwindo Soroti Pembinaan Sepak Bola Usia Muda

Kurikulum untuk evel grassroot diharapkan berpengaruh pada kesamaan karakter bermain pesepakbola Indonesia pada umumnya

oleh Risa Kosasih diperbarui 29 Mar 2017, 21:00 WIB
Diterbitkan 29 Mar 2017, 21:00 WIB
Bincang Taktik
Acara Bincang Taktik (Liputan6.com/Edu Krisnadefa)

Liputan6.com, Jakarta - Direktur Teknik PSSI Danurwindo menyadari Indonesia masih kekurangan pelatih usia dini bersertifikat resmi. Luas geografi dan jumlah instruktur dianggapnya menjadi salah satu faktor pelatih sepak bola tanah air belum bisa berkembang.

Dalam sebuah forum diskusi bertajuk Bincang Taktik Filosofi Luis Milla, pada Rabu (29/3/2017), Danurwindo juga mengungkapkan soal rencana PSSI membuat kurikulum khusus untuk pembinaan usia muda dalam tiga kelompok umur yang berbeda. Namun pembuatan dan sosialisasinya membutuhkan waktu panjang.

"Saya tahu kekurangan soal pembinaan sepak bola usia muda. Masalahnya sama, pelatih kita tidak punya pengetahuan yang didapat dari kursus resmi kepelatihan, tapi antusiasme mereka tinggi," kata Danurwindo di Senayan, Jakarta.

Kurikulum pembinaan usia muda level grassroot ini diharapkan berpengaruh pada kesamaan karakter bermain pesepakbola pada umumnya saat menembus level profesional. Lebih jauh, Indonesia di masa yang akan datang tidak perlu mencari pelatih asing sampai memakai jalan naturalisasi.

"Kurikulum itu nantinya akan sebagai guidance, panduan untuk melatih tiga kelompok umur 6-9 tahun, 10-13, dan 14-17 tahun. Kami sedang rumuskan dan akan disebarkan ke seluruh provinsi agar berhubungan dengan cara main yang kita mau," tutur Danurwindo lagi.

Pada kesempatan yang sama, pelatih kepala SSB (sekolah sepak bola) Garuda Muda Soccer Academy, Ari Tasmin, berharap PSSI bisa menggelar kompetisi usia muda mulai dari tingkat kota hingga provinsi. Pasalnya kurikulum yang bagus tidak akan menghasilkan pemain yang berkualitas kalau tidak diterapkan ke dalam sebuah kompetisi.

"Kami sangat berharap ada kompetisi bahkan dari tingkat pengcab (pengurus cabang). Banyak SSB layu sebelum berkembang karena kekosongan liga dan anak-anak hanya terus latihan setiap harinya," kata Ari kepada Liputan6.com.

"Pelatih SSB yang pada dasarnya pintar lama-lama akan bodoh juga kalau tidak mengasah kemampuannya dalam situasi berkompetisi. Tidak ada output kalau begini terus," ujarnya.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya