Liputan6.com, Jakarta - "Kalau lahir kembali, barangkali saya akan tetap jadi pemain Hajduk." Itulah kata-kata Bernard Vukas yang diukir di batu nisannya.
Vukas bukan pemain biasa. Lahir pada 1 Mei 1927, penampilannya di lapangan membuat dua kota Kroasia yang berseteru mengidolainya.
Berkat didikan sang ayah, Vukas tumbuh sebagai suporter Dinamo Zagreb. Talentanya sudah terlihat sejak usia muda dan pada usia 11 tahun, dia direkrut HSK Concordia.
Advertisement
Namun, usia Concordia tidak lama. Meski memenangkan liga pada 1942, mereka bubar tiga tahun kemudian. Vukas lalu hengkang ke NK Zagreb dan bermain di saha hingga 1947.
Pada titik ini bakat Vukas sudah terendus pemandu bakat Dinamo. Mereka pun mengundangnya ikut tur ke Bulgaria. Sayang klub tidak mengamankan jasanya, meski Vukas mencetak gol di laga persahabatan.
Hajduk memanfaatkan situasi ini. Mereka menyelundupkan Vukas menggunakan kereta ke Split untuk tampil di partai uji coba. Aksi sembunyi-sembunyi ini wajar karena profesionalisme masih haram. Hajduk akan dalam masalah besar jika tertangkap membawa Vukas ke Split hanya untuk sekedar bermain sepak bola.
Identitasnya pun disembunyikan. Hajduk mencantumkan Vukas dalam laporan laga sebagai 'pemain sayap muda'.
Saksikan Video Berikut Ini
Karier Fenomenal
Penampilan tersebut meyakinkan Hajduk untuk merekrutnya. Vukas pun langsung memberi pengaruh di Split. Hajduk menduduki posisi kedua pada 1947/1948 setelah menempati peringkat empat di musim sebelumnya.
Kinerja itu membawanya ke pentas internasional. Dia masuk skuat Yugoslavia untuk Olimpiade 1948. Saat itu Vukas masih berstatus pelapis dan hanya tampil sekali pada final melawan Swedia.
Walau tumbang dan harus puas membawa pulang medali perak, capaian ini jadi awal kesuksesan Vukas di lapangan hijau.
Dia memainkan peran penting ketika Hajduk tampil tidak terkalahkan di liga pada musim 1949/1950, sebuah catatan yang tidak pernah ada dan hingga kini belum terulang. Vukas lalu diandalkan timnas pada pentas internasional, kali ini Piala Dunia.
Sayang, meski memenangkan dua laga awal, Yugoslavia gagal melaju ke babak berikutnya karena tumbang dari tuan rumah Brasil di pertandingan ketiga. Saat itu hanya juara grup yang lolos.
Vukas selanjutnya mewarnai Olimpiade Helsinki. Sosok yang akrab disapa Bajdo itu membawa negaranya lolos ke final usai menaklukkan India, Uni Soviet, Denmark, dan Jerman Barat.
Sayang lawan berat menanti di final. Yugoslavia menghadapi Mighty Magyars Hungaria yang memiliki Ferenc Puskas dan Sandor Kocsis. Kembali Yugoslavia harus puas dengan medali perak.
Piala Dunia 1954 jadi penampilan terakhirnya di pentas internasional. Vukas dan Yugoslavia melangkah hingga perempat final usai disingkirkan Jerman Barat.
Advertisement
Beri Keajaiban
Penampilan istimewa bagi timnas merupakan alasan mengapa Vukas diidolai. Namun, pendukung Hajduk punya sebab lain.
Tidak hanya mempersembahkan gelar, Vukas kerap memberi keajaiban bagi tim. Salah satu momen hadir pada laga melawan Lokomotiva tahun 1953.
Hajduk tertinggal 0-4 di babak pertama. Vukas lalu mengamuk di kamar ganti dan mendorong rekan setim. Hasilnya, dia mencetak hattrick dan assist untuk membawa timnya menyamakan kedudukan 4-4.
Tahun 1957, Vukas berpetualang ke Italia demi membela Bologna. Sayang, dia gagal memberikan kontribusi signifikan dalam periode kerja dua musim karena kerap didera penyakit.
Vukas lalu kembali ke Hajduk dan tampil selama empat tahun. Sumbangsihnya terus menurun seiring bertambahnya umur.
Dia selanjutnya pergi ke Austria dan memperkuat Grazer AK, Kapfenberger SV, dan Klagenfurt tanpa prestasi berarti. Vukas pun pulang dan mengibarkan bendera Hajduk selama semusim sebelum gantung sepatu di usia 41 tahun.
Pemain Terbaik
Memiliki teknik tinggi, visi bermain, dan dribel mumpuni, masyarakat Kroasia mengidolainya. Zagreb dan Split bahkan menamakan jalan untuk memberi penghormatan.
Tidak heran pada 2000 dia terpilih sebagai pemain terbaik Kroasia sepanjang masa dari dua survei berbeda, oleh federasi sepak bola dan koran terdepan setempat Vecernji List. Capaian tersebut jelas mengesankan mengingat ketatnya persaingan serta sejarah panjang olahraga Kroasia, baik sebelum maupun kemerdekaan.
Advertisement