Liputan6.com, Jakarta - Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Jaya mengecam aksi doxing atau penyebarluasan informasi pribadi seseorang dengan tujuan tindak kekerasan, hingga bullying alias persekusi, terhadap jurnalis Liputan6.com.
Kesit B Handoyo, Sekretaris PWI Jaya menegaskan aksi doxing pada jurnalis karena produk jurnalistiknya tidak bisa dibenarkan.
Baca Juga
"Doxing itu jelas perbuatan yang melanggar UU dan pelakunya bisa diancam hukuman 4 sampai 6 tahun. Jadi doxing yang dilakukan terhadap wartawan terkait pemberitaan sangat disayangkan," ujar Kesit saat dihubungi Liputan6.com, Sabtu (12/9/2020).
Advertisement
"Melakukan doxing adalah tindakan yang tidak benar. Silakan melaporkan si penyebar ke aparat berwajib," katanya menambahkan.
Kesit juga mengungkapkan ada jalur yang bisa digunakan jika merasa dirugikan oleh sebuah produk jurnalistik.
"Seharusnya buat pihak-pihak yang merasa dirugikan oleh sebuah pemberitaan ada salurannya yakni melaporkannya ke Dewan Pers, silakan menempuh jalur tersebut. Jangan justru melakukan pembullyan atau menyebar data pribadi si wartawan di media sosial," ujarnya menjelaskan.
Kronologi Kasus
Cakrayuri Nuralam, seorang Jurnalis Liputan6.com, mengalami doxing atau menyebarluaskan informasi pribadi di jagad maya, karena menulis artikel Cek Fakta terkait Politikus PDIP Arteria Dahlan.
Bermula saat Cakra, sapaan Cakrayuri Nuralam, mengunggah artikel Cek Fakta berjudul "Cek Fakta: Tidak Benar Anggota DPR dari Fraksi PDI Perjuangan Cucu Pendiri PKI di Sumbar", pada 10 September 2020. Artikel tersebut memuat hasil konfirmasi terkait klaim yang menyebut Politikus PDIP tersebut merupakan cucu dari pendiri PKI Sumatera Barat, Bachtaroedin.
Sehari kemudian, serangan doxing mulai terjadi pada Jumat 11 September 2020, dengan skala masif. Sekitar pukul 18.20 WIB, akun Instagram @d34th.5kull mengunggah foto korban tanpa izin dengan keterangan foto sebagai berikut:
"mentioned you in a comment: PEMANASAN DULU BRO‼️ No Baper ye jurnalis media rezim. Hello cak @cakrayurinuralam. Mau tenar kah, ogut bantu biar tenar 🤭. #d34th_5kull #thewarriorssquad #MediaPendukungPKI," tulis akun tersebut dalam unggahanya.
Tidak hanya itu, akun Instagram cyb3rw0lff__, cyb3rw0lff99.tm, _j4ck__5on__, dan __bit___chyd_____, menyusul dengan narasi serupa sekitar pukul 21.03 WIB, akun @d34th.5kull mengunggah video dengan narasi:
"mentioned you in a comment: Demi melindungi kawannya yang terjebak dalam pengeditan data di Wikipedia,oknum jurnalis rela melakukan pembodohan publik Dan diikuti oleh team kecoa nya di masing-masing media rezim, sementara kita buka dulu 1 monyetnya...sisanya next One ShootOne Kill 🏴☠️☠️🏴☠️," tulis akun-akun tersebut yang juga membeberkan sejumlah alamat surel Cakra dan juga akun-akun sosial media yang dimilikinya dan nomor telepon seluler.
Unggahan serupa juga dibuat oleh akun __bit___chyd____. Mereka membuat video dan mengambil data korban di media sosial. Selanjutnya pada pukul 22.10 WIB, akun Instagram i.b.a.n.e.m.a.r.k.o.b.a.n.e juga mengunggah video serupa.
Setidaknya terdapat empat akun yang teridentifikasi melakukan doxing terhadap Cakra terkait unggahan artikel tersebut sebelumnya. Mereka adalah: 1. https://www.instagram.com/cyb3rw0lff99.tm/2. https://www.instagram.com/d34th.5kull/3. https://www.instagram.com/cyb3rw0lff__/4. https://www.instagram.com/_j4ck__5on___
Berdasarkan penelusuran, dari satu akun tersebut beberapa akun lainnya ikut me-repost unggahan ke jejaring media sosialnya hanya dalam hitungan jam.
Dikutip dalam siaran pers Dewan Pers, 31 Agustus 2020, kasus doxing juga dialami beberapa media dan awak media nasional beberapa pekan lalu. Situs Tempo.co mengalami peretasan pada 22 Agustus 2020 yang menyebabkan tampilan laman berita menjadi hitam dan sejumlah pesan yang menyudutkan redaksi.
Tirto.id mengalami hal serupa, dimana artikel yang menuliskan kontroversi temuan vaksin Covid-19 yang menyinggung keterlibatan dua lembaga negara mendadak hilang. Begitu pula dengan Kompas.com dan Detik.com.
Dewan Pers mengartikan doxing sebagai tindakan penyebaran informasi pribadi wartawan kepada publik tanpa seizin yang bersangkutan. Dewan Pers mengimbau bila ada sengketa informasi dalam setiap pemberitaan, hendaknya diselesaikan dengan mekanisme yang diatur di dalam UU Pers nomor 40 tahun 1999. Dan semua pihak menghindari tindakan-tindakan yang mengarah pada teror dan pembungkaman.
Advertisement
Tentang Cek Fakta Liputan6.com
Liputan6.com merupakan media terverifikasi Jaringan Periksa Fakta Internasional atau International Fact Checking Network (IFCN) bersama puluhan media massa lainnya di seluruh dunia.
Cek Fakta Liputan6.com juga adalah mitra Facebook untuk memberantas hoaks, fake news, atau disinformasi yang beredar di platform media sosial itu.
Kami juga bekerjasama dengan 21 media nasional dan lokal dalam cekfakta.com untuk memverifikasi berbagai informasi yang tersebar di masyarakat.
Jika Anda memiliki informasi seputar hoaks yang ingin kami telusuri dan verifikasi, silahkan menyampaikan kepada tim CEK FAKTA Liputan6.com di email cekfakta.liputan6@kly.id.