Kaum Kepompong Sering Jadi Korban Kejahatan Siber, Siapa Itu?

Pakar Keamanan siber sebut korban kejahatan siber terkait keuangan biasanya dari Kaum Kepompong. Tetapi apa itu kaum kepompong dan mengapa mereka mudah untuk menjadi korban kejahatan siber? Simak penjelasannya.

oleh Nabila Lutvia Tanjung diperbarui 11 Jun 2024, 22:04 WIB
Diterbitkan 11 Jun 2024, 20:00 WIB
Awas, Penipuan Mengatasnamakan Bank
Ilustrasi kejahatan siber

Liputan6.com, Jakarta - Perhimpunan Bank-Bank Indonesia (Perbanas) menyebut, korban Kejahatan siber terkait keuangan, seperti model klik aplikasi biasanya terjadi pada kaum Kepompong. Istilah ini mereka berikan kepada masyarakat, yang merupakan singkatan dari kepo atau ingin tahu dan rempong atau ribet.

"Jadi, kalau dapat aplikasi, misalnya cek paket, dia langsung rempong siapa yang kirim. Atau dapat undangan, langsung siapa yang menikah aduh jangan-jangan mantan, dia klik langsung," kata Ketua Komite Keamanan Siber Perbanas, Wani, dikutip dari Antara.

Wani mengungkapkan, berbeda dengan penipuan masa lalu, seperti "mama minta pulsa", model klik ini pun beragam, mulai dari klik aplikasi atau link (tautan), untuk memeriksa kiriman barang dan surat undangan.

Sementara itu, menurut Wani, sebenarnya uang tak langsung hilang dari rekening hanya dengan satu kali klik. Karena saat seseorang melakukan klik pada satu link, biasanya sistem operasi di ponsel akan memberikan informasi, bahwa link atau aplikasi yang akan diklik tersebut berbahaya.

Namun, karena rasa penasaran, mereka kemudian tetap mengklik terus menerus dan berujung memberikan akses pada penjahat siber untuk mengakses rekening.

"Biasanya Android akan memberi tahu aplikasi ini berbahaya. Tetapi karena kita kepo, diklik ok. Diberi peringatan jangan diunduh karena aplikasi ini tidak resmi, tapi diklik yes," ujarnya menambahkan.

Masyarakat Wajib Berhati-hati saat Transaksi di Ruang Digital

Wani mengatakan, saat ini banyak terjadi penipuan mengatasnamakan lembaga negara seperti BPJS kesehatan. Para penipu biasanya mengawali percakapan yang menggiring calon korban, agar meyakini dirinya mendapatkan panggilan telepon dari lembaga resmi BPJS Kesehatan.

"Hati-hati kalau misalnya, ada telpon yang mengatakan bahwa BPJS untuk membeli narkoba. Jangan percaya, biasanya mereka membuat kita takut. Pura-pura ada telepon, membuat percaya itu BPJS," ujar Wani.

Maka dari itu, ia mengingatkan masyarakat agar benar-benar memahami hal yang boleh dan tidak boleh dilakukan, kalau sudah masuk ke dunia transaksi digital. "Ini mengingat adanya potensi orang-orang di luar sana yang menginginkan uang melalui cara ilegal," ujarnya.

Tentang Cek Fakta Liputan6.com

Melawan hoaks sama saja melawan pembodohan. Itu yang mendasari kami membuat Kanal Cek Fakta Liputan6.com pada 2018 dan hingga kini aktif memberikan literasi media pada masyarakat luas.

Sejak 2 Juli 2018, Cek Fakta Liputan6.com bergabung dalam International Fact Checking Network (IFCN) dan menjadi partner Facebook. Kami juga bagian dari inisiatif cekfakta.com. Kerja sama dengan pihak manapun , tak akan mempengaruhi independensi kami.

Jika Anda memiliki informasi seputar hoaks yang ingin kami telusuri dan verifikasi, silahkan menyampaikan di email cekfakta.liputan6@kly.id.

Ingin lebih cepat mendapat jawaban? Hubungi Chatbot WhatsApp Liputan6 Cek Fakta di 0811-9787-670 atau klik tautan berikut ini.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya