Lomba Marawis, Menari Ala Banci Dilarang Tampil

Marawis dalam manifestasi bershalawat harus syahdu

oleh Liputan6 diperbarui 17 Nov 2014, 16:43 WIB
Diterbitkan 17 Nov 2014, 16:43 WIB
Lomba Marawis, Menari Ala Banci Dilarang Tampil
Marawis dalam manifestasi bershalawat harus syahdu

Citizen6, Tangerang Karena proses seleksi yang ketat, dari 100-an pendaftar lomba Marawis di Pondok Pesantren (Ponpes) Miftahul Khaer Curug Kabupaten Tangerang-Banten, hanya 49  tim yang bisa tampil. Pada Festival seni Islami ke-3  yang diikuti siswa tingkat SMA  dan  SMP sederajat dari  Jabodetabek dan Banten pada Sabtu dan Minggu 15-16 November 2014 ini,  panitia melarang penodaan marawis dengan gaya serampangan seperti,  menari-nari ala banci.

Ketua Dewan juri, Hasani Ibnu Thabrani, saat akan mengumumkan pemenang mengungkapkan, untuk seleksi  agar acara berjalan sesuai harapan, pihaknya  sebelumnya melakukan technical meeting  dan memverifikasi seluruh peserta lomba.

Selain harus memperoleh rekomendasi dari sekolah, tim lomba juga tidak dibolehkan membuat koreografer serampangan, kecuali menampilkan  Tari Zapin atau Saman.

“Marawis  dalam manifestasi bershalawat harus syahdu, dan tidak boleh dijatuhkan wibawanya dengan menari-nari seperti banci.  Gerakannya tidak boleh neko-neko, kalo mau nari sebaiknya dengan Zapin yang gagah seperti yang kita saksikan tadi.

Tari Zapin dan Saman dari dulu sampai kini menjadi tari melayu yang sejak dulu dipertahankan karena sesuai syariah,” ujar Hasani saat akan mengumumkan nama-nama tim pemenang lomba pada Minggu malam 16 November 2014.  

Juri marawis profesional itu menambahkan,  koreografi sendiri  dalam lomba marawis sangat kecil nilainya daripada penilaian vokal dan aransemen dan penampilan lainnya. Sayangnya, fenomena marawis  yang tidak mengikuti kaidah atau keluar dari pakem, lanjut Hasani,  sering terjadi  pada festival-festival di Jakarta dan Banten.

“Di Banjarmasin Kalimantan, jika pemain marawis tampil semaunya bisa mendapat teguran atau tamparan oleh kiai setempat.  Untuk itu kami selaku penggiat marawis dari waktu ke waktu tak akan membiarkan seni  ini berkembang dengan salah,” tambahnya.

Lebih lanjut Hasani menyampaikan, dalam setiap perlombaan yang selalu dinilai yakni  machorizul /huruf vokal, kekompakan koor, penghayatan dan penguasaan lagu. Untuk aransemen perkusi, ada penilaian teknik, harmonisasi, dinamika, tempo dan crescendo. Dalam penampilan, yang dinilai seperti penguasaan pentas, blocking atau formasi, adab, kostum dan koreografi.

Sementara itu, Ustadz Hafiz Gunawan selaku pimpinan Ponpes Miftahul Khaer di tempat terpisah mengatakan, “Ini tahun ke-3 kami melaksanakan festival marawis. Kalau hingga kini baru dilaksanakan lomba di tingkat SMA dan SMP sederajat, Insya Allah tahun depan bisa diikuti siswa-siswi SD,” ucapnya.

Lomba marawis di pesantren Miftahul Khaer, tidak hanya untuk pembagian hadiah semata tapi juga sebagai ibadah dan untuk menghasilkan juara-juara berkualitas dan bisa dipertanggungjawabkan.  

 
Pengirim:

Edy Syahputra Tanjung
 

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya