Bingkai Memori, Menguak Rahasia Masa Lalu dari Selembar Foto

Novel ini menceritakan perjalan seorang perempuan menguak rahasia masa lalu ayahnya.

oleh Liputan6 diperbarui 21 Jan 2015, 17:07 WIB
Diterbitkan 21 Jan 2015, 17:07 WIB
Bingkai Memori, Menguak Rahasia Masa Lalu dari Selembar Foto
Novel ini menceritakan perjalan seorang perempuan menguak rahasia masa lalu ayahnya.

Citizen6, Jakarta "Serupa waktu, isi hati manusia termasuk hal yang paling sulit diterka.”

Hati Mei, seorang gadis keturunan Tionghoa, hancur seiring sang ayah meninggal dunia. Dengan berbagai pertimbangan, akhirnya Mei sepakat untuk mengajak ibu dan adiknya untuk hidup bersama di Jakarta dengan membeli rumah baru. Saat packing pindahan inilah Mei menemukan sebuah jurnal milik ayahnya yang berisi sebuah amplop berisi surat tua dan sehelai foto. Foto menunjukkan seorang perempuan muda mengenakan kalung berliontion giok. Sedangkan suratnya ditulis oleh seorang perempuan bernama Lie. Nama Lie ini berulang kali disebut dalam jurnal ayahnya, hingga membangkitkan rasa penasaran Mei.

Sementara itu, Prima, pacar Mei, semakin tenggelam dalam dunia kerjanya. Begitu workaholicnya sehingga ia tak pernah ada saat Mei membutuhkannya. Ini membuat Mei sedih, dan memutuskan untuk 'istirahat' sejenak dari urusan percintaan.

Karena begitu jenuh dengan kehidupan cinta dan juga kariernya, Mei akhirnya memutuskan untuk mengambil cuti untuk liburan. Ke mana? Ke Padang, sekalian untuk memuaskan rasa penasaran terhadap surat-surat dan jurnal sang Ayah. Ia ingin menelusuri jejak-jejak kenangan di kota kelahiran ayahnya. Akankah Mei menemukan apa yang dicari?

Review

Sejak awal, penulis sudah memikat dengan rapinya alur yang digunakan. Alur yang digunakan adalah alur maju yang kadang diseling dengan flashback karena memang judulnya saja menelusuri kenangan. Suasana gloomy tapi lembut mendominasi sejak prolog.

Konflik yang ditawarkan sebenarnya tidak terlalu baru. Seorang anak menemukan buku harian orangtuanya, lalu menelusuri kenangan untuk mencari seseorang dari masa lalu orangtuanya. Hingga akhirnya dia menemukan orang tersebut, dan ternyata orang tersebut juga mempunyai anak sedarah dengannya.

Bingkai Memori seperti tidak membiarkan pembaca untuk mengintip langsung ke halaman terakhir. Bingkai Memori mengikat pembaca di tiap halamannya dengan detail-detail cantik dan alur yang lembut. Lalu membiarkan pembaca menerka ending.

Detailnya juga luar biasa. Sang penulis bahkan menjelaskan tentang surat yang menggunakan ejaan yang disempurnakan dan bukan dengan ejaan lama. Setiap keterangan tempat juga disertai dengan catatan kaki, hingga memudahkan pembaca membayangkan tempat kejadian.

Pembaca akan bisa membayangkan kota Padang yang menjadi setting dalam novel ini. Yang luar biasa, kota Padang di sini tidak hanya sebagai tempelan. Kerapian setting kota Padang yang digunakan membuat pembaca dapat merasakan jalanan yang dilalui tokoh dalam menelusuri masa lalu ayahnya.

Karakter tokoh-tokoh juga cukup kuat. Mei, si gadis Tionghoa, yang berubah menjadi begitu sendu begitu kehilangan ayahnya. Prima, kekasih Mei, yang workaholic namun sangat sayang pada Mei. Lalu ada Malvin, Emilia, dua orang yang sangat penting selama pengembaraan Mei di Padang, Wendy, Siauw Fang, Ega, dan bahkan tokoh-tokoh nggak terlalu penting semacam Virnie dan Arista pun, bisa digambarkan dengan detail karakternya.

Typo atau kesalahan ketik ada, tapi tak terlalu mengganggu. Hanya saja di halaman 145 ada kata-kata yang di strikethrough. Entah apa maksudnya. Bolong cerita sepertinya tidak ada. Great job! Tiga setengah bintang untuk ceritanya, setengah bintang ekstra untuk detail dan alur lembutnya.

Identitas Buku

Judul: Bingkai Memori

Penulis: Petronella Putri

Editor: Anin Patrajuangga

Desainer Cover: Sapta P. Soemowidjoko

Penata isi: Yusuf Pramono

ISBN: 978-602-251-721-4

Penerbit: Grasindo

Quotes

Kenanganlah yang mampu menumbuhkan semangat manusia, atau barangkali mengubahnya menjadi seorang penyendiri dan pembunuh berdarah dingin. (hal. 54)

Berjalanlah sejauh mungkin. Tapi tetap ingat bahwa setiap perjalanan selalu butuh rumah untuk pulang. (hal 60)

Umur bisa terus bertambah, hidup bisa terus berjalan bahkan jatuh bangun, tapi kenangan tak pernah bisa berdusta. Kebahagiaan yang sudah dilukiskan masa lalu akan selalu menjadi bahagia hingga kapan pun. Begitu juga sebaliknya. (hal. 142)

Pengirim:

Carolina Ratri

**Ingin berbagi informasi dari dan untuk kita di Citizen6? Caranya bisa dibaca di sini

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya