Peneliti Ungkap Pengaruh Kedelai pada Pengidap Kanker Payudara

Wanita dengan kanker payudara yang mengkonsumsi sejumlah besar isoflavon pada kedelai, memiliki risiko 21 persen lebih rendah dari kematian

oleh Liputan6 diperbarui 07 Mar 2017, 13:02 WIB
Diterbitkan 07 Mar 2017, 13:02 WIB
Peneliti Ungkap Pengaruh Kedelai pada Pengidap Kanker Payudara
Peneliti Ungkap Pengaruh Kedelai pada Pengidap Kanker Payudara

Liputan6.com, Jakarta Dr Fang Fang Zhang, dari Friedman School of Nutrition Science and Policy di Tufts University, mengungkapkan bahwa komponen isoflavon yang terdapat pada kedelai memiliki sifat seperti estrogen, komponen tersebut diketahui dapat mengurangi efektivitas dari terapi hormon yang digunakan untuk mengobati kanker payudara. “Isoflavon pada kedelai memiliki antioksidan, anti-inflamasi, anti-angiogenik dan efek lainnya yang dapat mempengaruhi kelangsungan hidup dan pertumbuhan tumor kanker,” ungkap Dr Fang Fang Zhang.

Namun, Dr Fang Fang Zhang juga mengungkapkan hasil penelitian lain yang mengatakan jika isoflavon pada kedelai telah direkomendasikan untuk memperlambat pertumbuhan sel kanker payudara, penelitian tersebut diuji terhadap wanita Asia Timur dengan kanker payudara, dan ditemukan kaitan antara asupan isoflavon yang tinggi mampu mengurangi kematian. "Karena perbedaan yang terdapat pada penelitian ini, masih belum diketahui apakah konsumsi isoflavon harus didorong atau dihindari untuk pasien kanker payudara," katanya.

Para peneliti meneliti hubungan antara asupan isoflavon yang ditemukan dalam kedelai dan setiap penyebab kematian pada 6235 wanita Amerika dan Kanada dengan kanker payudara selama sembilan tahun. Hasil penelitian menunjukkan wanita dengan kanker payudara yang mengkonsumsi sejumlah besar isoflavon pada kedelai, memiliki risiko 21 persen lebih rendah dari kematian dibandingkan wanita yang mengkonsumsinya dalam jumlah kecil.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Tufts University, diketahui bahwa memakan kedelai tidak merugikan bagi perempuan pengidap kanker payudara yang diobati dengan terapi endoktrin. Namun hal sebaliknya justru akan sangat berbahaya bagi mereka yang tidak menerima terapi endoktrin.

Penulis: Soyid Prabowo

**Ingin berbagi informasi dari dan untuk kita di Citizen6? Caranya bisa dibaca di  sini

**Ingin berdiskusi tentang topik-topik menarik lainnya, yuk berbagi di Forum Liputan6

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya