Liputan6.com, Jakarta Tanggal 10 September merupakan Hari Pencegahan Bunuh Diri Sedunia. Melansir dari International Association for Suicide Prevention, setiap tahun sebanyak lebih dari 800.000 jiwa tewas yang disebabkan karena bunuh diri. Artinya setiap 40 detik akan ada 1 orang menghilangkan nyawa dengan cara bunuh diri.
Baca Juga
Advertisement
Sebagaimana yang diungkapkan oleh World Health Organization bahwa sebagian besar kematian akibat bunuh diri dialami oleh laki-laki daripada perempuan. Seperti di Australia, Amerik3433620a, dan Rusia diperkirakan laki-laki yang bunuh diri berkisar 3-5 kali lebih mungkin dibandingkan perempuan.
Penasaran kan? Mengapa laki-laki lebih berpotensi bunuh diri daripada perempuan?
Berikut alasannya melansir dari BBC:
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Melarang Pria untuk Menangis
Berbeda dengan perempuan yang cenderung ekspresif, laki-laki lebih condong menutupi diri semasa kecilnya. Saat bocah laki-laki menangis, seringkali orang tua menyuruhnya untuk memberhentikan tangisan.
Kebanyakan dari mereka dipaksa untuk pura-pura atas kejadian yang membuatnya bersedih. Padahal, melalui tangisan inilah seorang pria dapat mengekspresikan diri. Akibatnya, ketika beranjak dewasa kebiasaan menyembunyikan inilah berujung dengan gangguan mental.
Advertisement
Frekuensi Ibu Berkomunikasi
Cara Anda berbicara dan mendorong anak-anak untuk berkomunikasi ini juga merupakan salah satu faktor alasan seorang pria bunuh diri. Menurut Direktur Eksekutif Pusat Bunuh Diri di Kanada, seorang ibu lebih banyak berbicara kepada anak perempuan daripada anak laki-laki.
Sedikitnya frekuensi ibu berbicara pada anak laki-laki membuat mereka kesulitan menceritakan diri mereka. Baik dari profil diri serta perasaan yang mereka rasakan.
Ini membuat mereka lebih kecil kemungkinannya untuk mengakui bahwa mereka merasa rentan, baik kepada diri mereka sendiri, teman, atau dokter umum.
Lebih Jarang Berkonsultasi
Semakin lama, seorang pria menyembunyikan apa yang dirasakan. Hal ini akan membahayakan diri masuk ke jurang depresi. Ironisnya, mereka pun tidak menyadari bahwa dirinya tidak baik-baik saja.
Jika seseorang tidak menyadari bahwa mereka mengalami kondisi yang menyebabkan kesusahan, maka mereka kurang menyadari bahwa ada yang dapat dilakukan untuk membantu mereka.
Maka dari itu, mereka sangat jarang untuk berkonsultasi dengan teman dekatnya bahkan dokter sekalipun. Mereka lebih memilih menyembuhkan dengan caranya sendiri dan kemungkinan menjerumus ke hal negatif. Seperti penggunaan zat dan penggunaan alkohol.
Penulis
Ignatia Ivani
Universitas Multimedia Nusantara
Advertisement