Orang Dewasa Mulai Jarang Tertawa pada Usia 23, Dunia Kerja Penyebabnya

Penelitian terbaru menunjukkan orang mulai jarang tertawa pada usia 23 tahun

oleh Sulung Lahitani diperbarui 01 Sep 2021, 14:05 WIB
Diterbitkan 01 Sep 2021, 14:05 WIB
ilustrasi tertawa
ilustrasi tertawa (Sumber: Rawpixel)

Liputan6.com, Jakarta Kapan terakhir kali Anda tertawa? Terlebih, di kondisi serba sulit seperti pandemi saat ini?

Penelitian terbaru menunjukkan, orang cenderung mulai kehilangan selera humor mereka pada usia 23 tahun.

Dalam sebuah penelitian yang dilakukan oleh dua akademisi sekolah bisnis dari Stanford University di California, terungkap bahwa frekuensi orang tertawa atau tersenyum setiap hari mulai menurun saat mencapai usia 23 tahun.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

 

Penelitinya

Kartini Masa Kini
Ilustrasi para perempuan bekerja. (dok. pexels.com/mentatdgt)

Seperti dilaporkan oleh Independent, temuan penelitian tersebut telah diterbitkan dalam buku berjudul “Humour, Seriously." Jennifer Aaker, seorang profesor psikologi di Stanford Graduate School of Business serta Naomi Bagdonas, seorang dosen di universitas adalah dua nama penulis buku tersebut.

 

Penelitiannya

Ilustrasi pekerja teknologi. Michael M. Santiago/Getty Images via AFP
Ilustrasi pekerja teknologi. Michael M. Santiago/Getty Images via AFP

Dalam buku tersebut, Aaker dan Bagdonas menguraikan temuan dari survei yang dilakukan, yang melibatkan 1,4 juta orang dari 166 negara berbeda yang mengukur berapa kali mereka tertawa atau tersenyum dalam sehari.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa usia rata-rata orang mulai jarang tersenyum dan tertawa adalah pada usia 23 tahun. Hal ini membuat mereka percaya bahwa memasuki dunia kerja pasti menjadi penyebab berkurangnya senyum dan tawa.

 

Dunia kerja=dunia yang serius

Sering Membolos dan Berbohong
Ilustrasi Bekerja di Perusahaan Credit: pexels.com/Christinna

"Kita tumbuh dewasa, memasuki dunia kerja, dan tiba-tiba menjadi 'orang yang serius dan penting', menukar tawa dengan dasi dan celana panjang," kata penulis seperti dilansir The Times.

Aaker dan Bagdonas merupakan profesor yang mengkhususkan diri dalam mengajar siswa bagaimana menggunakan humor untuk keuntungan mereka di tempat kerja. Mereka mengklaim bahwa masalahnya adalah humor "kurang dimanfaatkan" di dunia kerja. Tetapi jika digunakan dengan benar, itu bisa menjadi "kekuatan super" perusahaan.

 

Temuan lainnya

Ilustrasi Tertawa
Ilustrasi Tertawa/Pixabay

Penelitian mereka juga menemukan bahwa rata-rata anak berusia empat tahun tertawa hingga 300 kali per hari, sedangkan rata-rata anak berusia 40 tahun tertawa 300 kali selama 10 minggu.

"Bahkan jika Anda sendiri tidak nyaman melucu, selama Anda memahami nilai humor di tempat kerja, Anda bisa mendapatkan keuntungan darinya," pungkas mereka.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya