Liputan6.com, Jakarta - Kekalahan Iran dari Amerika Serikat di laga terakhir Grup B Piala Dunia Qatar 2022 disambut oleh sorak sorai dan perayaan di Teheran dan kota-kota Iran lainnya pada Rabu malam 30 November 2022 waktu Iran.
Para pengunjuk rasa memuji keluarnya Iran dari turnamen Piala Dunia Qatar 2022 sebagai tamparan bagi rezim Iran.
Baca Juga
Iran tersingkir dari turnamen Piala Dunia Qatar setelah kalah 1-0 dari Amerika pada Rabu malam, 30 November 2022.
Advertisement
Setelah timnas Iran menolak menyanyikan lagu kebangsaan Iran sebelum pertandingan pertama mereka, ada beberapa kekhawatiran terkait keselamatan para pemain Iran yang akan kembali ke Teluk Persia itu.
Bahkan, keluarga pemain tim nasional diancam oleh hukuman penjara dan siksaan, kata salah satu perwakilan keamanan di Piala Dunia.
Masyarakat di beberapa kota di Iran merayakan kekalahan ini dari tempat tinggal mereka beberapa saat setelah peluit berakhirnya pertandingan dibunyikan.
Video yang beredar juga memperlihatkan masyarakat Iran merayakannya dari jalanan dengan membunyikan klakson mobil mereka, bernyanyi, dan bersiul.
"Saya senang, ini adalah kekalahan pemerintah terhadap rakyat," kata salah satu masyarakat Iran di wilayah Kurdi.
Melansir CNN.com, Kamis (1/12/2022), kelompok hak asasi Iran yang berbasis di Norwegia, Hengaw, memposting beberapa video adegan serupa.
"Orang-orang di Paveh merayakan kekalahan tim nasional Iran atas Amerika di Piala Dunia Qatar, mereka meneriakkan 'Turunkan Jash (pengkhianat)," kata Hengaw dalam sebuah unggahan.
Kondisi Iran beberapa bulan terakhir mengkhawatirkan karena demonstrasi besar-besaran yang dipicu oleh kematian Mahsa Amini, seorang wanita Kurdi-Iran yang meninggal pada pertengahan September lalu. Sejak itu, seluruh rakyat Iran menyatukan kekuatannya untuk melawan rezim.
Kepala Komisioner Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia, Volker Turk, mengatakan bahwa negara tersebut berada dalam "krisis hak asasi manusia besar-besaran" karena pihak berwenang menindak keras aksi protes tersebut.
Timnas Iran Dinilai Ditunggangi Kepentingan Politik Rezim
Kini, sepak bola menjadi pemicu memanasnya hal tersebut selama beberapa pekan terakhir karena Piala Dunia menyoroti gejolak dalam negeri Iran.
Bahkan, para pendukung Iran menjadi semakin bertentangan terkait dukungan mereka.
"Tim kami dibajak. Itu tidak lagi mewakili rakyat Iran," kata salah satu pendukung Iran Farshad Soheil .
Soheili mengatakan rezim Iran telah berhasil mempolitisasi dan mempersenjatai bola, dan mengkritik para pemain karena tidak mengeluarkan pernyataan yang lebih tegas tentang protes tersebut.
"Itu adalah kesempatan besar yang sia-sia," kata Soheili.
Menjelang pertandingan Iran melawan Amerika, banyak pendukung Iran yang mengatakan bahwa mereka tidak ingin Iran menang.
“Alasannya bukan karena alsan sepak bola. Tapi, karena alasan politik,” kata pendukung lain bernama Farshid.
“Emosi dan perasaan saya campur aduk. Saya adalah pendukung Iran. tapi, hari ini saya tidak lagi menjadi pendukung tim Iran karena pemerintah mencoba membajak permainan dan olahraga dan menggunakannya sebagai platform untuk membeli kredibilitas dan menunjukkan bahwa semuanya normal. Padahal, Iran sedang tidak baik-baik saja," kata Farshid.
Farshid mengatakan banyak pendukung pro-rezim yang hadir di Doha juga membuat suasana menjadi tidak nyaman karena mereka kerap mengganggu pendukung lain saat wawancara dengan media.
Advertisement
Pengawasan Ketat saat Kembali ke Iran
Setelah tersingkir dari babak penyisihan oleh Amerika, seluruh pemain tim nasional Iran akan kembali ke rumahnya dengan perasaan yang campur aduk.
“Atas nama seluruh pemain, saya meminta maaf. Kami tidak bisa mendapatkan kesempatan untuk lolos ke babak berikutnya,” kata gelandang Saeid Ezatolah kepada wartawan setelah pertandingan melawan Amerika.
“Saya berharap para pendukung dan rakyat Iran memaafkan kami. Saya juga merasa menyesal atas ini,” tambah Ezatolah.
Kembalinya tim ke Iran akan diawasi secara ketat karena banyak desas-desus ancaman bagi para pemain atas apa yang mereka lakukan di pertandingan pembuka Iran. mereka dianggap mendukung protes di Iran dan menarik perhatian internasional dan pujian dari kelompok-kelompok hak asasi manusia dunia.
Bendera dan lagu kebangsaan Iran tidak diakui oleh para pengunjuk rasa sebagai simbol rezim. Juga setelah para pemain Iran menolak menyanyikan lagu kebangsaan Iran dalam pertandingan melawan Inggris pada 21 November lalu, salah satu sumber yang terlibat dalam keamanan pertandingan mengatakan bahwa para pemain dipanggil untuk bertemu dengan Iranian Revolutionary Guard Corps (IRGC).
Sumber tersebut mengatakan bahwa ia menerima informasi bahwa keluarga para pemain mendapat ancaman kekerasan dan penyiksaan jika mereka tidak menyanyikan lagu kebangsaan dan mereka bergabung dengan protes politik apa pun terhadap rezim Teheran.
Kemudian, pada pertandingan selanjutnya timnas Iran menyanyikan lagu kebangsaan sebelum melawan Amerika dan Wales.
Ancaman Kejam Rezim Taheran
Beberapa jam sebelum melawan Amerika, kantor berita negara IRNA Iran mengatakan, seorang mantan anggota tim sepak bola nasional, Parviz Boroundman–yang ditangkap karena mengkritik pemerintah–telah dibebaskan dengan jaminan.
Lalu, pada Rabu kemarin, media Iran juga melaporkan bahwa pesepakbola Iran-Kurdi Voria Ghafouri juga dibebaskan dengan jaminan.
Legenda sepak bola Iran Ali Karimi yang kerap disebut “Maradona Asia” mengatakan bahwa ia menerima ancaman pembunuhan melalui anggota keluarganya setelah dia secara vokal mendukung para demonstran rezim.
Pemerintah menggambarkannya sebagai pemimpin utama demonstrasi dan mengeluarkan surat perintah penangkapannya pada awal Oktober dengan tuduhan bersekongkol dengan musuh dan membawa kerusuhan. Bahkan, Dewan Tertinggi Kehakiman Iran menyatakan bahwa tuduhan tersebut dapat dihukum mati.
Berdasarkan hal tersebut, maka, apa yang dilakukan timnas Iran di Piala Dunia Qatar merupakan hal yang berbahaya dan mengancam keselamatan pemain.
Advertisement