Liputan6.com, Jakarta - Hari Raya Idul Fitri telah tiba. Akhirnya setelah satu bulan lamanya berpuasa di bulan Ramadhan, umat muslim pun menyambut Hari Kemenangan yaitu Hari Raya Idul Fitri.
Lebaran Idul Fitri tentu menjadi momen yang ditunggu-tunggu oleh banyak orang. Pasalnya lebaran menjadi momen untuk berkumpul bersama keluarga. Biasanya saat Hari Raya Idul Fitri, umat muslim akan berkumpul dan saling bermaafan kepada orangtua dan sanak saudara.
Selain itu, ada tradisi yang tak bisa dilewatkan saat Lebaran yaitu tradisi sungkem atau sungkeman. Sungkem seringkali dilakukan ketika Hari Raya Idul Fitri tiba sebagai wujud silaturahmi hingga permohonan maaf kepada orang yang lebih tua.
Advertisement
Banyak yang menuturkan bahwa tradisi yang satu ini merupakan tanda bukti yang ditunjukkan oleh anak kepada orangtua sebagai rasa terima kasih atas bimbingan dan pelajaran yang diajarkan sejak kecil hingga dewasa.
Rupanya ada beberapa makna dari tradisi sungkem ini sendiri. Dikutip dari Merdeka.com, Sabtu (22/4/2023), makna pertama dari tradisi sungkem adalah sebagai sarana yang dilakukan masyarakat Jawa untuk melatih kerendahan hati. Sebab dengan melakukan sungkem, maka seseorang akan melakukan gestur merendah dan menyembah kepada orang yang lebih tua.
Makna dari tradisi sungkem yang tak banyak orang tahu
Makna kedua dari tradisi sungkem yakni sebagai wujud terima kasih dari seorang anak atau orang yang lebih muda kepada orang yang lebih tua. Ungkapan terima kasih ini diwujudkan dengan gestur yang seakan patuh dan hormat kepada orang yang lebih tua.
Tak hanya itu, masih ada lagi makna lainnya dari tradisi sungkem ini. Makna dari tradisi sungkem yang berikutnya yakni wujud penyesalan dan permintaan maaf dari segala perbuatan buruk yang pernah dilakukan kepada orangtua. Sebuah hubungan antara orang yang lebih tua dengan yang lebih muda akan dapat diperbaiki dengan tradisi sungkeman.
Advertisement
Sebagai bentuk perpaduan budaya Jawa dan Islam
Selanjutnya, makna terakhir dari sungkeman yakni sebagai ritual penyadaran diri pada jiwa-jiwa anak muda yang sering lupa bagaimana seharusnya memperlakukan orang yang lebih tua.
Tradisi sungkem di tengah kebudayaan masyarakat Indonesia ini rupanya tidak terlepas dari sejarah masa lalu. Dr. Umar Khayam (alm), seorang budayawan senior Universitas Gadjah Mada mengungkapkan bahwa sebenarnya tidak ada sejarah yang pasti mengenai awal mula dari tradisi sungkem ini.
Namun, yang diketahui secara pasti bahwa tradisi sungkem merupakan akulturasi atau percampuran dari budaya Jawa dengan agama Islam yang zaman dahulu telah banyak dilakukan oleh pemuka agama.
Lalu perpaduan budaya Jawa dan Islam dalam bentuk sungkem tersebut lantas mulai meluas di kalangan masyarakat Indonesia. Hal ini lantaran keinginan dari para ulama untuk menjalankannya secara kolektif.
Akhirnya menjadi sebuah kebudayaan baru di kalangan masyarakat di tanah air
Pada masa itu para ulama ingin agar tujuan dari puasa Ramadhan tercapai, memantik budaya saling memaafkan di antara banyak orang dengan harapan agar dosa yang melekat pada setiap manusia dapat berguguran.
Oleh sejak itulah, tradisi sungkem menjadi sebuah kebudayaan baru di kalangan masyarakat di tanah air sebagaimana meluasnya ajaran agama Islam pada saat itu.
Meski begitu, penting untuk digarisbawahi bahwa tradisi sungkem tidak menunjukkan rendahnya derajat seorang manusia kepada manusia yang lain, melainkan hal tersebut menunjukkan akhlak dan sifat yang mulia dari seorang manusia.
Selain itu, tujuan utama dari tradisi yang satu ini bukan hanya untuk memohon maaf kepada orang lain, namun juga sebagai tanda penghormatan kepada manusia lain yang telah memberikan sekaligus mengajarkan berbagai hikmah dari kehidupan.
Advertisement