Bertemu dengan Profesor Claude Bruderlein, Rektor IMDE Totok Amin Soefijanto Bahas Penggunaan AI

Menurut Profesor Claude Bruderlein, penggunaan AI harus dimulai seperti saat kita dulu menggunakan teknologi-teknologi sebelumnya, seperti telepon dan lainnya.

oleh Sulung Lahitani diperbarui 16 Jan 2025, 19:57 WIB
Diterbitkan 16 Jan 2025, 19:56 WIB
Bertemu dengan Profesor Harvard Claude Bruderlein, Rektor IMDE Totok Amin Soefijanto Bahas Penggunaan AI
Rektor IMDE, Totok Amin Soefijanto, kiri, saat bertemu dengan Profesor Claude Bruderlein, kanan depan ketika bertemu dan membahas soal AI di Cambridge, AS, Rabu malam (15/01/2025) (doc: Istimewa)... Selengkapnya

Liputan6.com, Cambridge Profesor Claude Bruderlein menyarankan kita semua mempelajari AI. Dia pun menyatakan, "Jadikan AI alat untuk membantu kita menyelesaikan pekerjaan, tetapi jangan terlalu tergantung padanya," kata profesor dari Harvard Kennedy School of Government tersebut saat bertemu rektor IMDE Totok Amin Soefijanto pada Rabu malam (15/1) di Cambridge, AS.

Menurutnya, penggunaan AI harus dimulai seperti saat kita dulu menggunakan teknologi-teknologi sebelumnya, seperti telepon dan lainnya. Menurut pengamatannya, kelompok iptek akan menyambut AI dengan antusias, sedangkan kelompok ilmu sosial dan hukum akan sangat kritis.

Namun, ujungnya nanti tetap yang menguasai AI yang akan mendapatkan keunggulan. "Negara yang menguasai AI akan lebih baik daripada negara yang tidak memahami AI," katanya. Bukan berarti AI akan mengalahkan manusia, tetapi menurut dosen mata kuliah Negosiasi Garis Depan dan AI di Harvard ini, penguasaan AI justru dimulai dari pemahaman kita atas keterbatasan AI.

Claude Bruderlein mencontohkan krisis dan perubahan iklim saat ini yang memerlukan perhatian Indonesia, karena banyak masalah tetapi dalam waktu bersamaan juga banyak peluang untuk berperan secara global. AI dapat membantu mempercepat proses pemahaman masalah, sedangkan kita sebagai ahlinya dapat meneruskan pemahaman tadi ke dalam aksi nyata dan kebijakan yang tepat sasaran.

Bagi perusahaan, buat apa menggaji karyawan kalau AI dapat mengerjakannya dengan lebih cepat dan lebih baik. Makanya, menurut Claude, manusia perlu menjaga kapasitas dan daya pikirnya agar tidak "terserap" dan tergantung kepada AI.

"Pelajari keterbatasan AI, agar kita memahami apa yang bisa dan tidak bisa dilakukan AI," kata Claude yang pernah beberapa kali memberikan pelatihan perundingan di wilayah konflik di Indonesia itu.

Claude Bruderlein akan membahas peran AI dalam pendidikan di IMDE nanti. "Tantangan Indonesia ke depan adalah membuat anak didik tetap berfikir kritis dan kreatif, agar tidak terlalu bergantung kepada AI atau teknologi apapun," kata Totok.

 

Claude Bruderlein dan Urusan Kemanusiaan

Prof. Claude Bruderlein adalah Dosen Kesehatan Global di Harvard T. Chan School of Public Health dan Peneliti Senior di Harvard Humanitarian Initiative. Ia juga memegang jabatan kedua di Harvard Kennedy School of Government, di mana ia mengajar perencanaan strategis dan negosiasi garis depan. Dalam penelitiannya, Bruderlein berfokus khususnya pada pelaksanaan negosiasi di lingkungan yang kompleks dan tidak bersahabat.

Dia menjabat sebagai Penasihat Strategis Presiden Komite Palang Merah Internasional (ICRC) di Jenewa, dengan fokus pada hubungan strategis, komunitas praktik, dan pengembangan kelembagaan. Ia juga mendirikan Pusat Kompetensi Negosiasi Kemanusiaan (CCHN), yang merupakan upaya bersama ICRC, Program Pangan Dunia (WFP), Komisaris Tinggi untuk Pengungsi (UNHCR), dan Médecins-Sans-Frontières. Pada tahun 2010, ia ikut mendirikan Asosiasi Profesional Internasional dalam Bantuan dan Perlindungan Kemanusiaan dan menjabat sebagai Presiden Dewan yang pertama hingga tahun 2012.

Sebelum bergabung dengan Universitas Harvard, Prof Bruderlein menjabat sebagai Penasihat Khusus Urusan Kemanusiaan pada Sekretaris Jenderal PBB, dengan fokus khusus pada isu-isu yang berkaitan dengan negosiasi akses kemanusiaan dan penargetan sanksi. Dia bekerja pada negosiasi akses di Afghanistan dan Korea Utara. Ia juga menjabat sebagai ahli independen di Dewan Keamanan PBB mengenai dampak kemanusiaan dari sanksi di Sudan, Burundi, dan Sierra Leone.

 

Pernah bekerja dengan Palang Merah Internasional

Sebelumnya pernah bekerja dengan Komite Palang Merah Internasional (ICRC) sebagai delegasi lapangan di Iran, Israel dan Wilayah Pendudukan, Arab Saudi, Kuwait, dan Yaman. Selama Musim Dingin 2023, Claude Bruderlein mengajar di Lab Negosiasi Garis Depan intensif selama tiga minggu yang melakukan tinjauan kritis terhadap respons kemanusiaan terhadap krisis Ukraina di Eropa (GHP 543/ IGA 353M). Kursus ini secara khusus membahas praktik negosiasi di antara lembaga-lembaga kemanusiaan yang menangani arus migran di Eropa.

Sebagai kursus pembelajaran berdasarkan pengalaman, kursus ini memberikan peserta perspektif langsung mengenai manajemen krisis dan negosiasi dari para profesional yang bekerja di garis depan krisis migrasi. Desain kursus juga mendapat manfaat dari dukungan dan kolaborasi Pusat Kompetensi tentang Negosiasi Kemanusiaan.

Sejak tahun 2008, Kursus Studi Lapangan Musim Dingin mengeksplorasi topik-topik termasuk dampak pendudukan militer terhadap pemuda Tepi Barat, hubungan antara kemiskinan dan konflik di Nepal, peran perempuan dalam transformasi konflik di Indonesia, gender dan hak asasi manusia di New Delhi, respons internasional hingga krisis pengungsi Suriah di Yordania, kesejahteraan pengungsi Suriah di Yordania, dampak krisis sosial dan keuangan terhadap akses kesehatan di Lebanon.

Prof Bruderlein mengajar kursus Musim Semi tentang “Melakukan Negosiasi di Garis Depan” (MLD 234) yang terdaftar di Harvard School of Public Health (GHP 243) di mana peserta dihadapkan pada praktik negosiasi garis depan dalam berbagai situasi kerusuhan sosial.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya