Liputan6.com, Jakarta Potensi ekonomi maritim yang berkelanjutan (blue economy) menjadi paradigma baru terkait peran laut. Pada 2030, kontribusi blue economy terhadap ekonomi dunia diproyeksikan mencapai US$3 triliun, serta membuka 43 juta lapangan pekerjaan baru sehingga berperan penting dalam mendorong pertumbuhan inklusif di ASEAN.
Setelah negara-negara ASEAN kian meminati isu ketahanan pangan, netralitas karbon, dan pemberantasan sampah plastik, serta percepatan digitalisasi dan AI, maka potensi blue economy menjadi peluang yang tak boleh dilewatkan.
Pada 19 Februari 2025, akan dilangsungkan ASEAN Blue Innovation Expo and Business Matching di Menara Mandiri Jakarta. Ajang ini akan mempertemukan berbagai usaha rintisan, pelaku bisnis, investor, perumus kebijakan, dan mitra pembangunan untuk mengeksplorasi inovasi mutakhir di ASEAN dan Timor-Leste.
Advertisement
Mulai dari akuakultur yang didukung teknologi digital hingga bioteknologi, pengganti bahan plastik, serta konservasi karbon biru, ajang ini akan memaparkan sejumlah inisiatif yang mendorong pertumbuhan ekonomi berkelanjutan sekaligus melestarikan ekosistem laut dan air tawar.
"Kami melihat, pembangunan untuk kemitraan yang strategis bisa dibangun lewat kegiatan ini. Dan kolaborasi para pemenang yang kami menyebutnya ASEAN Blue Innovation Challenge, dapat menciptakan model bisnis yang baru, serta ekspansi pasar yang lebih luas lagi, serta untuk peluang pembiayaan bersama yang lebih masif" ungkap Head of Nature, Climate and Energy Unit UNDP Indonesia Aretha Aprilia di Jakarta, Rabu (12/2/2025).
Ia menambahkan bahwa peran serta dari sektor private dan investor dapat membantu para pemenang tersebut untuk branding.
"Karena corporate branding ini sangatlah perlu di mana mereka juga memiliki potensi untuk meningkatkan nilai keberlanjutan dan kinerja ESG. Di mana konsumen, investor, dan pemaku kepentingan ini semakin membentuk komitmen yang lebih kuat terhadap lingkungan," tambah Aretha.
Â
Menangkap Peluang Investasi Blue Economy
Ajang ini juga menjadi momen peluncuran Proyek ASEAN Blue Economy Innovation (ABEI) yang digagas UNDP Indonesia, Sekretariat ASEAN dan Misi Tetap Jepang untuk ASEAN, serta mendapatkan pendanaan dari Pemerintah Jepang. Sejalan dengan "ASEAN Blue Economy Framework" yang diadopsi pada 2023, proyek ini mendorong pemanfaatan sumber daya laut dan air tawar di darat untuk pertumbuhan inklusif di ASEAN dan Timor-Leste.
Saat masyarakat pesisir di ASEAN dan Timor-Leste berhadapan dengan naiknya permukaan air laut, serta aksi penangkapan ikan berlebihan yang mengancam pasokan pangan dunia, solusi inovatif semakin dibutuhkan. Maka, investor dan komunitas bisnis memiliki peluang unik untuk menjadi bagian dari perjalanan transformatif ini.
Â
Advertisement
ASEAN Solusi Inovatif dari Seluruh ASEAN
Ajang ini akan menampilkan 60 inovasi dari usaha rintisan, UMKM, organisasi nonpemerintah, dan institusi akademik yang dipilih dari sekitar 1.300 aplikasi. Inovasi tersebut mengembangkan solusi di empat bidang penting, seperti perikanan dan akuakultur berkelanjutan, polusi plastik, isu iklim, dan pariwisata berkelanjutan.
Selain 60 sesi presentasi, ajang ini juga mencakup sesi bincang-bincang inspiratif dan diskusi panel yang dipimpin investor terkemuka yang telah menghasilkan dampak positif, serta pemimpin bisnis blue economy di negara-negara ASEAN.
Â
Duitin menjadi game changer dalam hal daur ulang
Salah satu startup pemenang, Duitin, mengungkapkan bagaimana mereka menjadi game changer bagi permasalahan daur ulang.
"Awalnya kami fokusnya menjemput sampah daur ulang dari rumah. Seiring berjalannya waktu, kami menyadari, ada kebutuhan dari segi pelaku bisnis untuk sustainability reporting. Kami kemudian mengembangkan diri sehingga menghasilkan salah satu programnya yaitu penjemputan sampah daur ulang ke kantor," ungkap Strategic Partnership and Enterprise Lead Duitin Audrey Adhiarini.
Ia menambahkan, Duitin juga mengembangkan program-program lain yang membantu pelaku bisnis untuk melaksanakan program CSR dan sustainability program mereka.
"Nah salah satunya kebetulan adalah sistem yang kami gunakan dan juga develop untuk project ABIC. Itu tradisi dimana kami membantu waste banks untuk melakukan pencatatan mereka dengan mudah, terintegrasi, memiliki tingkat transparansi, akuntabilitas, dan kredibilitas yang tinggi," tutur Audrey.
Meski demikian, untuk diketahui, salah satu permasalahan dari bank sampah adalah pencatatan yang lama dan harus berpindah-pindah sehingga kadang terjadi human error dan permasalahan lainnya.
Lalu bagaimana Duitin menjadi game changer untuk permasalah tersebut? Menurut Audrey, Duitin kemudian mendatangi komunitas-komunitas yang telah ada dalam mengurus bank sampah, memberikan insentif dalam melakukan perubahan tersebut.
Advertisement
![Loading](https://cdn-production-assets-kly.akamaized.net/assets/images/articles/loadingbox-liputan6.gif)