Liputan6.com, Yogyakarta - Amir Hamzah adalah seorang sastrawan Indonesia yang dijuluki sebagai Raja Penyair Pujangga Baru. Dari tangannya, lahir puisi-puisi indah dengan rangkaian kata khas Melayu.
Mengutip dari Ensiklopedia Sastra Indonesia, Amir Hamzah lahir di Binjai, Langkat, Sumatra Utara, pada 28 Februari 1911. Ia adalah keturunan bangsawan dari Tengku Muhammad Adil dan Tengku Mahjiwa.
Advertisement
Ayahnya yang pangeran menjadi wakil sultan di Langkat Hulu. Ia berkedudukan di Binjai dengan gelar Tengku Bendahara Paduka Raja.
Advertisement
Baca Juga
Amir Hamzah menempuh pendidikan di HIS Tanjungpura, Christelijk MULO di Medan, dan melanjutkan kelas 2 dan kelas 3 di MULO di Batavia. Setelah lulus pada 1927, Amir Hamzah berangkat ke Solo dan mendaftar jurusan Sastra Timur di sekolah AMS (Aglmeene Middelbare School) Solo.
Saat di sekolah tersebut, ia berkenalan dengan Ilik Sundari. Ia adalah sosok wanita yang sangat dicintai Amir Hamzah dan menjadi sumber inspirasi dalam beberapa karyanya.
Setelah tamat, Amir Hamzah kembali ke Batavia dan melanjutkan pendidikan ke Sekolah Hakim Tinggi. Setelah orang tuanya meninggal dunia, biaya studi Amir Hamzah ditanggung oleh pamannya, Sultan Mahmud, yang menjadi Sultan Langkat.
Karier pertama Amir Hamzah adalah sebagai guru di Perguruan Rakyat (bagian dari Taman Siswa) Jakarta. Saat itu, ia mulai berkenalan dengan orang-orang yang kemudian juga dikenal piawai menulis, seperti Sutan Takdir Alisjahbana, Armijn Pane, dan Sanusi Pane.
Amir Hamzah kemudian melibatkan diri dalam majalah Poedjangga Baroe. Ia juga menulis karya sastra untuk majalah Timboel, Pandji Poestaka, Poedjangga Baroe, dan lainnya.
Pada 1935, Amir Hamzah diminta pulang ke Langkat oleh Sultan Langkat. Tujuannya, untuk menikah dengan Tengku Kamaliah, putri Sultan Langkat.
Ia kemudian diberi gelar Tengku Pangeran Indra Putra dan diangkat menjadi Kepala Luhak Langkat Hilir di Tanjungpura. Selanjutnya, ia menjadi Kepala Luhak Teluk Haru di Pangkalan Brandan. Tak lama kemudian, ia diangkat menjadi Pangeran Langkat Hulu untuk menggantikan kedudukan ayahnya.
Akhir Hayat Amir Hamzah yang Tragis
Pada 7 Maret 1946, Revolusi Sosial di Langkat pecah. Sultan Langkat ditangkap, termasuk Amir Hamzah. Sejak saat itu, Amir Hamzah tak pernah kembali.
Setelahnya, terdengar kabar bahwa Amir Hamzah tewas dihukum pancung pada 20 Maret 1946. Ia menjadi salah seorang korban revolusi yang difitnah telah bekerja sama dengan Belanda. Pada 1975, Amir Hamzah mendapat gelar Pahlawan Nasional oleh Pemerintah RI.
Dalam karier kepenulisan, Amir Hamzah telah melahirkan puisi-puisi yang masih dikenal hingga saat ini. Beberapa bukunya yang sudah terbit adalah Nyanyi Sunyi (1937), Buah Rindu (1941), Sastra Melayu Lama dengan Tokoh-Tokohnya (1941), serta Esai dan Prosa (1982).
H.B. Jassin menghimpun karya-karya Amir Hamzah dan kemudian dibukukan dalam Amir Hamzah Raja Penyair Pujangga Baru (1963). Sejumlah puisi Amir Hamzah juga terdapat dalam antologi Pujangga Baru: Prosa dan Puisi (1963, ed. H.B. Jassin).
Karya-karyanya juga tersebar di media massa, termasuk prosa dan puisi. Melalui karya-karyanya, Amir Hamzah tetap abadi dan dikenal sebagai Raja Penyair Pujangga Baru.
Penulis: Resla
Advertisement
