Liputan6.com, Jakarta - Mantan broker yang juga penipu kripto diminta untuk membayar denda sebesar USD 54 juta atau setara Rp 809,4 miliar (asumsi kurs Rp 14.989 per dolar AS) setelah dia didakwa oleh Commodity Futures Trading Commission (CFTC) pada 11 Februari 2020.
Dilansir dari Decrypt, Jumat (30/6/2023), CFTC pada Rabu mengumumkan putusan dari Pengadilan Distrik AS untuk Distrik Selatan New York atas perintah permanen terhadap mantan broker New York Stock Exchange (NYSE) Michael Ackerman, yang mengoperasikan Q3 Holdings.
Baca Juga
Pria Ohio itu dilarang berdagang atau mendaftar di pasar yang diatur oleh CFTC. Selain itu, dia harus membayar USD 27 juta atau setara Rp 404,7 miliar sebagai ganti rugi kepada korban yang dia tipu.
Advertisement
Pria berusia 54 tahun itu pertama kali mengaku bersalah atas penipuan kawat pada September 2021. Sebagai bagian dari perjanjian pembelaannya, Ackerman setuju untuk mengganti kerugian sebesar USD 30,6 juta atau setara Rp 458,6 miliar dan penyitaan asetnya berjumlah setidaknya USD 36 juta atau setara Rp 539,6 miliar.
Pihak berwenang mengatakan antara Agustus 2017 hingga Desember 2019, Ackerman menipu investor melalui Q3 Holdings perusahaannya dengan janji pengembalian bulanan 15 persen. Q3 berjanji untuk memberikan pengembalian tersebut melalui algoritme perdagangan miliknya dengan memperdagangkan Bitcoin dan aset digital lainnya.
CFTC mengatakan untuk menyesatkan investor dan mitra terbatas, Ackerman membuat tangkapan layar dan pernyataan akuntansi yang secara keliru mewakili portofolio dana.
Informasi yang dipalsukan tersebut kemudian diteruskan oleh rekannya, mantan karyawan Wells Fargo Advisors James Seijas dan ahli bedah umum Florida Quan Tran.
Disclaimer: Setiap keputusan investasi ada di tangan pembaca. Pelajari dan analisis sebelum membeli dan menjual Kripto. Liputan6.com tidak bertanggung jawab atas keuntungan dan kerugian yang timbul dari keputusan investasi.
Diperintah AS, Otoritas Swiss Bekukan Aset Rp 391 Miliar Milik Pendiri Kripto Luna
Sebelumnya, pihak berwenang Swiss dilaporkan telah membekukan sekitar USD 26 juta atau setara Rp 391,1 miliar (asumsi kurs Rp 15.043 per dolar AS) dalam Bitcoin dan kripto lainnya yang terkait dengan Terraform Labs, pendirinya Kwon Do-hyeong, dan tokoh kunci lainnya di dalam perusahaan.
Dilansir dari Yahoo Finance, Selasa (27/6/2023), aset kripto ini disimpan di bank aset digital Sygnum yang berbasis di Swiss, menurut laporan dari outlet berita Korea Selatan Digital Asset pada Sabtu, mengutip otoritas dan penyelidik yang tidak disebutkan namanya.
Pembekuan aset oleh Otoritas Swiss ini mengikuti permintaan dari jaksa federal AS di New York dan Komisi Sekuritas dan Bursa. Perkembangan ini adalah babak terakhir dalam perjalanan kasus kripto Terra Luna Coin yang dimulai dengan runtuhnya stablecoin algoritmik Terraform Labs, UST, pada Mei 2022.
Kwon dituduh oleh jaksa AS dan Korea Selatan atas penipuan, pelanggaran hukum sekuritas, dan beberapa dakwaan lain terkait runtuhnya Terra. Meski mengakui kesalahan telah dibuat, Kwon terus berargumen dia tidak berniat menipu investor.
Do Kwon Dijatuhi Hukuman Penjara
Pekan lalu, Do Kwon dan Chang-joon Han, mantan CEO Terraform Labs, dijatuhi hukuman empat bulan penjara oleh hakim Montenegro atas tuduhan pemalsuan dokumen perjalanan.
Keduanya ditangkap pada Maret di Bandara Podgorica Montenegro saat mencoba terbang ke Dubai, sesuai pernyataan pengadilan. Selama penangkapan mereka, pihak berwenang menyita dokumen palsu termasuk dua paspor Kosta Rika, dua paspor Belgia, dan dua kartu identitas.
Baik Kwon dan Han mengaku tidak bersalah pada sidang pengadilan pertama mereka pada Mei. Pengadilan tinggi Montenegro memutuskan untuk memberikan jaminan kepada mereka masing-masing sebesar USD 437.000 atau setara Rp 6,5 miliar, mengusulkan tahanan rumah di bawah pengawasan polisi untuk sementara.
Langkah selanjutnya untuk Kwon masih belum jelas. Baik AS dan Korea Selatan telah berusaha untuk mengekstradisi dia. Pada Februari, Komisi Sekuritas dan Pertukaran AS (SEC) menuduh Kwon dan Terraform menipu investor AS yang membeli token Terra USD dan LUNA.
Advertisement
Ramai-Ramai Perusahaan Keuangan Daftarkan Produk ETF Bitcoin, Apa Dampaknya?
Sebelumnya, raksasa manajemen aset BlackRock mengajukan dokumen dokumen pada Kamis, 15 Juni 2023 untuk meluncurkan dana yang diperdagangkan di bursa untuk Bitcoin atau sering disebut ETF Bitcoin.
Pengajuan ini mendorong harga aset kripto, terutama Bitcoin menguat dalam beberapa pekan terakhir. Bagaimana langkah BlackRock ini berdampak pada industri kripto secara keseluruhan?
Exchange Traded Fund (ETF) sendiri adalah jenis sekuritas yang melacak harga indeks, sektor, komoditas, atau aset lainnya, dan aset tersebut dapat dibeli atau dijual di bursa saham dengan cara yang sama seperti saham biasa.
Sedangkan, ETF Bitcoin adalah dana yang diperdagangkan di bursa yang secara khusus melacak harga mata uang kripto dan memungkinkan para trader untuk mencoba memasuki pasar kripto tanpa secara langsung memiliki aset kripto.
Financial Expert Ajaib Kripto, Panji Yudha menjelaskan langkah yang diambil BlackRock ini memberikan efek domino dan mendorong perusahaan finansial tradisional memasuki industri aset digital.
“Setelah BlackRock, pada 20 Juni, Deutsche Bank, dengan total aset sebesar USD 1,3 Triliun, mengajukan aplikasi untuk Lisensi Aset Digital, mengajukan Izin Operasi Sebagai Kustodian Kripto di Jerman,” kata Panji dalam diskusi Proyeksi Bitcoin Juli 2023, Selasa (27/6/2023).
Selain Deutsche Bank, pada 21 Juni, Invesco, dengan total aset sebesar USD 1,4 Triliun atau setara Rp 20.990 triliun (asumsi kurs Rp 14.993 per dolar AS), mengaktifkan kembali aplikasi untuk ETF Bitcoin.
Di tanggal yang sama Wisdom Tree, dengan total aset sebesar USD 89 miliar atau setara Rp 1.334 triliun mengajukan aplikasi untuk ETF Bitcoin.