Bayi Tidak Kaget Saat Ada Suara Keras, Bisa Jadi Gejala Tuli Kongenital

Gangguan pendengaran atau tuli bisa dialami siapa saja, termasuk anak-anak, bahkan bayi. Pada bayi, salah satu gangguan pendengaran yang bisa terjadi adalah tuli kongenital.

oleh Ade Nasihudin Al Ansori diperbarui 27 Nov 2020, 16:00 WIB
Diterbitkan 27 Nov 2020, 16:00 WIB
Ilustrasi anak tuli
Ilustrasi bayi tuli kongenital Foto: pixabay tung256

Liputan6.com, Jakarta Gangguan pendengaran atau tuli bisa dialami siapa saja, termasuk anak-anak, bahkan bayi. Pada bayi, salah satu gangguan pendengaran yang bisa terjadi adalah tuli kongenital.

Menurut dr. Muhammad Iqbal Ramadhan dari Klikdokter, tuli adalah kondisi tak bisa mendengar suara baik sebagian maupun sepenuhnya, pada satu atau kedua telinga.

Penuaan dan paparan suara kronis adalah faktor yang berkontribusi pada ketulian. Faktor lainnya, seperti kotoran telinga berlebih juga dapat menghambat telinga saat proses menerima suara.

Sedang, gangguan pendengaran tuli kongenital merupakan jenis tuli bawaan yang dimiliki sejak lahir. Kehilangan pendengaran ini terjadi saat lahir atau beberapa saat setelah kelahiran, disebabkan oleh faktor genetik atau non genetik yang memengaruhi janin saat dalam kandungan.

“Faktor non genetik yang dimaksud adalah penyakit seperti virus rubella yang mungkin menyerang ibu selama kehamilan,” tulis Iqbal mengutip Klikdokter, Kamis (26/11/2020).

Secara garis besar kelainan tuli kongenital meliputi:

  • Kelainan daun  telinga (mikrotia atau anotia) yang bervariasi  derajatnya.
  • Kelainan liang  telinga (atresia liang telinga).
  • Kelainan telinga  tengah, yaitu tidak  terbentuknya tulang pendengaran, rangkaian tulang terputus atau terfiksasi.
  • Kelainan telinga dalam (gangguan koklea).

Simak Video Berikut Ini:

Gejala Tuli Kongenital

Gejala tuli kongenital umumnya berupa suara yang teredam, sulit mendengar di keramaian, sulit mendengar huruf konsonan, dan sering meminta orang lain untuk mengulang pembicaraan.

Penyandang tuli kongenital juga sering mengeraskan volume suara saat menonton atau mendengarkan sesuatu. enggan berkomunikasi, menghindari beberapa situasi sosial, beberapa suara terdengar terlalu keras, kesulitan mengikuti pembicaraan saat dua orang atau lebih sedang berbicara.

Gejala lainnya, merasa pusing atau tidak seimbang, merasa ada tekanan di telinga (akibat akumulasi cairan di belakang gendang telinga), serta telinga berdenging (tinnitus).

Gejala pada Bayi

Gejala tuli kongenital pada bayi, bisa terlihat ketika bayi tidak mengalami refleks kaget jika ada suara, serta tidak mengedipkan mata atau mengerutkan wajah saat ada suara.  Selain itu, bayi juga mengalami keterlambatan bicara sesuai usianya.

Untuk mengatasi kondisi ini ada terapi yang bisa dilakukan. Terapi tuli kongenital bergantung pada penyebab dan derajat keparahan gangguan pendengaran yang dialami. Beberapa cara penanganannya antara lain:

  • Mengeluarkan kotoran telinga. Dokter akan mengeluarkannya dengan menyemprotkan minyak, kemudian membilasnya, menyeka, atau menyedot kotoran.
  • Operasi, mungkin diperlukan jika ada cedera telinga traumatis atau infeksi berulang.
  • Bantuan pendengaran. Jika tuli disebabkan oleh kerusakan di telinga dalam, alat bantu pendengaran dapat membantu dengan cara memperkuat suara agar lebih mudah didengar.
  • Implan koklea. Jika gangguan pendengaran yang cukup serius, implan koklea dapat menjadi pilihan karena dapat membantu mengatasi bagian telinga yang tidak bekerja.

“Apabila anak menampakkan gejala-gejala di atas, segera bawa ke dokter untuk mendapatkan diagnosis dan perawatan yang tepat,” pungkasnya.

Infografis Tunjangan Khusus Penyandang Disabilitas di Jakarta

Infografis Tunjangan Khusus Penyandang Disabilitas di Jakarta
Infografis Tunjangan Khusus Penyandang Disabilitas di Jakarta. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya