Liputan6.com, Jakarta Jenis barcode berwarna-warni yang dikembangkan oleh perusahaan Spanyol diadopsi untuk pertama kalinya dalam kemasan makanan di Inggris. Tujuan penggunaan barcode ini yaitu untuk membantu tunanetra dan rabun dekat untuk mengidentifikasi produk di toko, dan mengakses informasi kesehatan dan keselamatan tentang makanan.
Hal ini dilatarbelakangi oleh kesulitan penyandang tunanetra berbelanja. "Saya biasanya tidak pergi berbelanja lagi karena saya tidak dapat melakukannya tanpa bantuan apa pun. Karena saya tidak bisa melihat, secara teknis, dalam banyak hal," jelas Beth Fowler, yang berusia 19 tahun, dikutip dari BBC. Ia adalah murid di St Vincent's School di Liverpool, sebuah sekolah spesialis untuk orang-orang dengan gangguan sensorik.
Baca Juga
Kisah Haru Mbah Wasiran Muadzin Tunanetra di Panggang Gunungkidul, Siapa Mau Bantu?
British Council Indonesia Dukung Tac_Tiles, Produk Inklusif Bagi Tunanetra dari Campuran Limbah Puntung Rokok-Plastik
Museum Nasional Rayakan Hari Disabilitas Internasional, Gelar Pekan Inklusivitas dengan Kuota Peserta Terbatas
"Berbelanja di supermarket benar-benar menyebalkan," tambah Marcia Shaw, 20 tahun, dikutip dari BBC. Lulusan baru dari sekolah yang sama juga mengalami gangguan penglihatan. Tata letak toko terus berubah, sehingga Anda harus mendapatkan bantuan dari asisten untuk menemukan apa yang Anda butuhkan, jelasnya.
Advertisement
Teknologi baru yang sedang diluncurkan tersebut diharapkan dapat memberikan solusi untuk beberapa masalah ini. Adapun uji cobanya telah dilakukan di sekolah tersebut dengan produsen sereal Kellogg's. Perusahaan telah menguji barcode berwarna-warni pada kemasannya yang dapat dengan mudah diambil oleh penyandang tunanetra melalui kamera ponsel menggunakan aplikasi.
Â
Simak Video Berikut Ini:
Barcode bisa dideteksi dalam jarak jauh
Barcode normal, atau kode QR, dapat menjadi tantangan bagi tunanetra dan masalah penglihatan, karena bagi beberapa orang sulit memfokuskan dan membingkainya dengan benar dari jarak dekat pada kamera ponsel. Namun warna-warni dalam barcode ini dapat dideteksi pada jarak hingga tiga meter, bahkan dalam kondisi pencahayaan minim sekalipun.
Teknologi barcode baru ini dikembangkan oleh perusahaan asal Murcia, Spanyol bernama NaviLens. Barcode ini sudah digunakan di Spanyol di seluruh jaringan transportasi umum dan museum. Sistem Kereta Bawah Tanah Kota New York juga menggunakannya. Bandara Heathrow di London juga memulai uji coba, meskipun ditunda dulu karena pandemi.
Sementara semua kemasan sereal Kellogg akan mulai memberlakukan barcode ini pada bulan Januari.
"Dengan aplikasi baru ini, saya dapat mengambil makanan dari rak dan memindainya, bahkan membaca semua informasi, seperti salah satunya tentang komposisi. Segala sesuatu yang dapat dilihat oleh orang yang dapat melihat kini juga dapat saya akses," jelas Beth.
Banyak siswa di Sekolah St Vincent juga memiliki alergi makanan, jelas Dianne Waites, yang mengajar Braille dan teknologi bantu di sekolah tersebut, dikutip dari BBC. Sehingga keberadaan teknologi ini menjadi hal yang penting bagi mereka.
Braille adalah bahasa universal yang mengandalkan sentuhan fisik, teks dibaca dengan menggerakkan jari Anda di atas lekukan di permukaan. Lekukan ini dapat dicetak pada kemasan makanan, tetapi memakan banyak ruang untuk menyampaikan informasi yang terbatas.
Hanya sekitar 10% tunanetra yang benar-benar menggunakan Braille, dikutip dari Royal National Institute of Blind People (RNIB). Sehingga meskipun semua obat-obatan di Inggris harus mencantumkan nama obat dalam huruf Braille pada labelnya, dan selebaran informasi pasien harus tersedia untuk tunanetra dan gangguan penglihatan sebagian. Namun saat ini sebagian besar produk makanan tidak memiliki huruf Braille pada kemasannya, dan tidak ada persyaratan hukum atau peraturan bagi mereka untuk mencantumkannya.
Sementara itu, karena kode digital NaviLens memicu catatan audio, jumlah informasi yang dapat disampaikan berpotensi tidak terbatas. Selain peringatan alergi (seperti kandungan kacang atau gluten), berbagai informasi tentang bahan-bahan, seperti komposisi lemak dan glukosa juga bisa diketahui.
Namun informasi semacam ini baru dapat diakses di semua produk jika Anda berbelanja online. Sedangkan jika Anda memilih produk di toko offline belum bisa.
Â
Advertisement
Aplikasi lain yang serupa
Sebenarnya sudah ada beberapa teknologi lain di pasaran yang bertujuan untuk mengatasi masalah serupa.
Aplikasi Lookout Google menggunakan Kecerdasan Buatan untuk mengidentifikasi produk melalui pengenalan gambar. Ini berarti tidak diperlukan barcode atau penanda serupa pada kemasan produk itu sendiri. Namun hasilnya tidak sempurna.
Sementara itu, Supersense, yang dikembangkan di Massachusetts Institute of Technology (MIT), adalah aplikasi yang membacakan dengan suara komputer teks apa pun yang Anda arahkan ke kamera, dan juga dapat membaca barcode standar pada paket makanan.
Lalu ada Be My Eyes memungkinkan pengguna untuk memanggil sukarelawan untuk meminta bantuan, yang dapat menggambarkan secara real time apa yang mereka lihat di depan mereka melalui panggilan video.
Pada tahun 2018, Procter & Gamble memperkenalkan tanda taktil pada produk Herbal Essences sehingga orang dapat membedakan antara sampo dan kondisioner. Deodoran yang diproduksi oleh Unilever, memperkenalkan pelabelan Braille tahun ini.
Namun, dengan perkembangan teknologi, perusahaan dapat memilih untuk berinvestasi dalam solusi yang sangat berbeda, yang bisa membingungkan bagi konsumen. Jadi, untuk saat ini, mereka yang mengunduh aplikasi NaviLens akan merasa terbantu mengisi belanjaan mereka meskipun baru sebagian kecil, namun dapat dipastikan penting untuk kebutuhan mereka.
RNIB mensurvei anggotanya dan menemukan bahwa lebih dari 95% menginginkan lebih banyak teknologi bantu pada produk yang dapat diakses melalui telepon.
Misalnya Marc Powell, pemimpin aksesibilitas strategis untuk RNIB, yang terdaftar sebagai tunanetra, mengatakan teleponnya memungkinkan ia untuk mengakses semua jenis informasi yang sebelumnya ia harus berjuang untuk memperolehnya. Misalnya jadwal bus hingga waktu kedatangan pengiriman kurir, jelasnya, dikutip dari BBC. Menurutnya, sebelumnya belum ada yang menyediakan sejumlah informasi ini sekaligus (Sebelumya harus mengunduh banyak aplikasi yang berbeda).
"Standar harus mulai berubah, kita semua memiliki hak yang sama untuk mengakses informasi, dengan mandiri. Teknologi memainkan perannya dalam mewujudkannya."
Beth di sekolah St Vincent setuju itu akan membuat perbedaan yang sangat besar dalam hidupnya jika teknologi diadopsi lebih luas.
"Jika kita memberi label yang mudah diakses pada pemutih dan obat-obatan, mengapa tidak (memberinya juga) pada makanan? Tidak semuanya bisa memakai Braille, tetapi dengan Barcode ini, seharusnya segalanya bisa menjadi lebih mudah," katanya.
Infografis Sudah Vaksinasi Covid-19? Jangan Kendor 5M!
Advertisement