Depresi Menyulitkan Pemulihan Disabilitas Pasca-Stroke, Peran Keluarga Dibutuhkan

Setelah mengalami stroke, seseorang bukan hanya bisa mengalami disabilitas fisik melainkan juga depresi.

oleh Fitri Syarifah diperbarui 15 Feb 2022, 13:20 WIB
Diterbitkan 13 Feb 2022, 17:00 WIB
dr. Laura Djuriantina, Sp.KFR
Dokter Spesialis Kedokteran Fisik & Rehabilitasi Medik RS Pondok Indah – Pondok Indah dr. Laura Djuriantina, Sp.KFR

Liputan6.com, Jakarta Setelah mengalami stroke, seseorang bukan hanya bisa mengalami disabilitas fisik melainkan juga depresi.

Seperti disampaikan Dokter Spesialis Kedokteran Fisik & Rehabilitasi Medik RS Pondok Indah – Pondok Indah dr. Laura Djuriantina, Sp.KFR bahwa beberapa hal terkadang menyulitkan pemulihan untuk pasien setelah stroke terutama pasien yang mengalami depresi.

"Peran keluarga sangat besar untuk meningkatkan rasa percaya diri pasien selain dokter dan para terapis," katanya dalam wawancara khusus, ditulis Minggu (13/2/2022).

Laura juga mengatakan, pada pasien dengan kesadaran yang masih belum maksimal juga agak menyulitkan dalam proses pemulihan pasien.

"Care giver mempunyai peran yang cukup besar untuk membantu pasien setelah stroke untuk dapat menjalankan kehidupan sehari-harinya. Misalnya, membantu pasien untuk mandi/membasuh diri, grooming, ke toilet sampai membantu pasien untuk dapat pindah dari suatu tempat menggunakan alat bantu,"jelasnya.

Ia juga menekankan bahwa care giver sebenarnya tidak mutlak harus ada untuk mendampingi pasien setelah stroke karena yang utama adalah keterlibatan keluarga terhadap kemandirian pasien. "Peran keluarga bagaimanapun akan lebih besar untuk meningkatkan kemampuan pasien setelah stroke."

 

Peran Pusat Rehabilitasi

RS Pondok Indah, lanjut Laura, mempunyai tim rehabilitasi yang terdiri dari dokter spesialis kedokteran fisik dan rehabilitasi, fisioterapis, okupational terapis, dan terapis wicara yang masing-masing mempunyai peran terhadap program yang diberikan untuk pasien setelah stroke.

"Dokter spesialis kedokteran fisik dan rehabilitasi sebagai kepala dari tim mempunyai peran untuk melakukan asesmen terhadap pasien secara keseluruhan. Fokus dokter pada area medis yang nantinya akan mengambil keputusan untuk memberikan program terhadap pasien. Apakah pasien memerlukan hanya program fisioterapi, okupasional terapi, atau hanya terapi wicara. Namun jika memungkinkan semua terapis terlibat dalam satu pasien," katanya.

Seorang fisioterapis kemudian mempunyai peran untuk melatih pasien agar terhindar dari rasa nyeri yang ditimbulkan akibat tirah baring lama atau imobilisasi dan membantu mencegah terjadi kekakuan otot akibat melemahnya salah satu sisi dari tubuh pasien yang terkena.

"Peran fisioterapi yang pasti adalah untuk membantu pasien melakukan latihan untuk meningkatkan kemampuan tubuh untuk bergerak dan berpindah tempat. Biasanya pada saat itu akan diperlukan beberapa alat bantu seperti walker, cruches, atau kursi roda."

"Seorang okupasional terapis mempunyai peran untuk membantu melatih pasien untuk hal-hal yang berkaitan dengan aktivitas kehidupan sehari-hari atau activity daily living," katanya.

Untuk itu terapis akan memaksimalkan kemandirian pasien dengan memaksimalkan kegiatan fungsional dari pasien, serta membantu pasien melatih kemampuan gerak motorik halus pasien. Seorang terapis wicara mempunyai peran untuk meningkatkan kemampuan berkomunikasi dengan meningkatkan kemampuan bicara dan bahasa termasuk bahasa non-verbal. Selain itu, untuk pasien yang mengalami gangguan menelan, maka terapis akan memberikan latihan-latihan khusus yang difokuskan pada otot-otot menelan.

Infografis Gejala Covid-19 Omicron dan Cara Penanganan
Infografis Gejala Covid-19 Omicron dan Cara Penanganan (Liputan6.com/Triyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya