Liputan6.com, Jakarta - Salah satu hal yang paling ditakuti dari kusta adalah terjadinya disabilitas bagi pengidapnya. Inilah yang menjadi alasan utama menemukan pasien kusta sebelum mereka mengalami disabilitas sangatlah penting.
Urgensi deteksi dini pasien kusta ini menjadi topik utama dalam talk show yang diadakan oleh Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan Universitas Gadjah Mada (FK-KMK UGM) pada Rabu, 15 Mei 2024.
Dari talk show yang digelar oleh Pusat Kedokteran Tropis (PKT) UGM terungkap bahwa Indonesia menempati peringkat ketiga sebagai negara dengan beban kasus kusta tertinggi di dunia.
Advertisement
Meskipun penyakit ini relatif jarang terdengar bagi sebagian masyarakat, kusta termasuk dalam kategori penyakit tropis yang terabaikan.
Penyakit Kusta Menular Lewat Apa?
Kusta adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium leprae. Bakteri ini dapat menular melalui kontak langsung dengan pasien atau melalui pernapasan, dengan masa inkubasi 2 hingga 5 tahun setelah bakteri masuk ke dalam tubuh.
Ketua Tim Kerja Neglected Tropical Disease (NTDs) Kementerian Kesehatan RI (Kemenkes RI), Regina T. Sidjabat menyatakan bahwa kusta dapat disembuhkan total tanpa meninggalkan disabilitas, asalkan ditemukan sejak dini dan segera diobati hingga tuntas.
Oleh karena itu, upaya penemuan pengidap kusta disebut sebagai strategi dan intervensi utama menuju eliminasi kusta di Indonesia.
"Penemuan kasus kusta tersebut harus melibatkan semua pihak, termasuk pemangku kepentingan, tokoh masyarakat, dan tokoh agama," kata Regina seperti dikutip dari situs resmi UGM pada Jumat, 5 Juli 2024.
Banyak Pengidap Kusta Alami Stigma
Di kesempatan yang sama, Direktur Eksekutif NLR Indonesia, Agus Wijayanto, mengatakan, masih banyak pengidap kusta yang mengalami stigma. Hal tersebut akan memengaruhi aspek kehidupan lainnya, termasuk mata pencahariannya.
Guna menghilangkan stigma, diperlukan advokasi lintas sektor. "Mengakui diri mengidap kusta itu berat," katanya.
Advertisement
Mantan Pasien Kusta Mengedukasi dari Pintu ke Pintu
Senada dengan Agus, orang yang pernah mengalami kusta (OYPMK), Ahmad Idris Afandi, juga menyampaikan bahwa stigma negatif pada pasien kusta memang masih kuat di masyarakat.
Ini melatarbelakangi Ahmad dan organisasi yang dipimpinnya, Sahabat Pendamping Indramayu, untuk mengedukasi masyarakat hingga lapisan paling bawah.
Ia sering mendapat informasi ada penyandang kusta yang masih usia anak-anak beserta keluarganya menjadi korban stigma dari tetangga-tetangganya.
"Kami datangi dari pintu ke pintu rumah warga di sekitar penyandang kusta untuk mengedukasi," kata Ahmad.
Apakah Penderita Penyakit Kusta Bisa Sembuh Total?
Sementara, Peneliti Pusat Kedokteran Tropis (PKT) UGM, Astri Ferdiana, Ph.D., mengatakan pemberantasan penyakit kusta harus disertai dengan upaya penghilangan stigma bagi pengidapnya.
Ia berharap masyarakat semakin sadar dan teredukasi dengan baik bahwa penyakit kusta itu masih ada di tengah masyarakat sehingga tidak boleh abai.
Astri Ferdiana juga mengapresiasi kerja keras yang dilaksanakan oleh NLR Indonesia yang sudah memulai upayanya dalam penanggulangan kusta dan konsekuensinya sejak 1975. Pendekatan yang digunakan ada tiga, yaitu:
- Zero transmission (nihil penularan)
- Zero disability (nihil disabilitas)
- Zero exclusion (nihil eksklusi).
Astri menuturkan, penyakit yang digolongkan sebagai NTDs juga mendapat perhatian dari PKT UGM. Satu dari enam kelompok kerja (pokja) yang ada di PKT UGM adalah pokja NTDs.
"Tahun lalu, PKT UGM terlibat aktif dalam penyusunan Rencana Aksi Nasional Eliminasi Kusta 2023-2027," katanya.
Advertisement