Pengertian Hak Veto PBB Berikut Sejarah dan Kontroversinya, Menarik Dipelajari

Hak veto PBB adalah hak istimewa yang dimiliki 5 anggota tetap Dewan Keamanan PBB untuk menolak resolusi. Simak penjelasan lengkapnya di sini.

oleh Liputan6 diperbarui 12 Nov 2024, 11:30 WIB
Diterbitkan 12 Nov 2024, 11:27 WIB
hak veto pbb adalah
hak veto pbb adalah ©Ilustrasi dibuat AI

Pengertian Hak Veto PBB

Liputan6.com, Jakarta Hak veto PBB adalah hak istimewa yang dimiliki oleh lima negara anggota tetap Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB) untuk menolak atau membatalkan suatu resolusi yang diajukan di DK PBB. Lima negara pemegang hak veto tersebut adalah Amerika Serikat, Rusia, China, Inggris, dan Prancis.

Secara lebih spesifik, hak veto memberikan kewenangan kepada kelima negara tersebut untuk memblokir atau membatalkan keputusan, ketetapan, rancangan peraturan, undang-undang, atau resolusi yang sudah diambil dalam sidang umum PBB jika dianggap merugikan salah satu dari lima negara pemegang hak veto tersebut.

Meskipun istilah "hak veto" tidak disebutkan secara eksplisit dalam Piagam PBB, namun interpretasi Pasal 27 ayat (3) Piagam PBB secara implisit memberikan hak tersebut. Pasal ini menyatakan bahwa keputusan Dewan Keamanan tentang masalah non-prosedural harus disetujui oleh sembilan anggota termasuk semua anggota permanen.

Dengan adanya hak veto ini, kelima negara anggota tetap DK PBB memiliki kekuatan yang sangat besar dalam pengambilan keputusan di tingkat internasional. Mereka dapat menolak suatu keputusan atau resolusi yang akan dikeluarkan jika dianggap merugikan kepentingan nasional mereka, meskipun resolusi tersebut didukung oleh mayoritas anggota DK PBB lainnya.

Sejarah Pemberian Hak Veto PBB

Pemberian hak veto kepada lima negara anggota tetap DK PBB memiliki latar belakang sejarah yang panjang. Berikut adalah rangkaian peristiwa penting terkait sejarah hak veto PBB:

  • Hak veto pertama kali diperkenalkan saat pembentukan PBB pada tahun 1945 setelah berakhirnya Perang Dunia II. Lima negara pemenang utama Perang Dunia II yaitu Amerika Serikat, Uni Soviet (sekarang Rusia), Inggris, Prancis dan China diberikan status khusus sebagai anggota tetap DK PBB beserta hak veto.
  • Pemberian hak veto ini dimaksudkan sebagai insentif agar kelima negara besar tersebut mau bergabung dan berkomitmen pada PBB. Hal ini untuk menghindari kegagalan seperti yang terjadi pada Liga Bangsa-Bangsa sebelumnya.
  • Para pendiri PBB beranggapan bahwa kelima negara tersebut memiliki tanggung jawab utama dalam menjaga perdamaian dan keamanan dunia pasca Perang Dunia II. Hak veto diberikan agar mereka memiliki kontrol atas penggunaan kekuatan oleh PBB.
  • Selain itu, hak veto juga dimaksudkan untuk mencegah PBB mengambil tindakan langsung yang bertentangan dengan kepentingan anggota pendiri atau sekutu mereka.
  • Penggunaan hak veto pertama kali dilakukan oleh Uni Soviet pada tahun 1946. Sejak saat itu, hak veto telah digunakan lebih dari 260 kali secara kolektif oleh kelima negara pemegang hak veto.

Meskipun awalnya dianggap sebagai solusi untuk menjaga stabilitas pasca perang, dalam perkembangannya hak veto justru sering menuai kritik karena dianggap tidak demokratis dan menghambat fungsi PBB dalam menyelesaikan konflik internasional.

Mekanisme Penggunaan Hak Veto PBB

Mekanisme penggunaan hak veto di Dewan Keamanan PBB memiliki prosedur dan ketentuan khusus. Berikut adalah penjelasan detail mengenai cara kerja hak veto PBB:

  • Hak veto hanya dapat digunakan untuk resolusi substantif, bukan untuk hal-hal prosedural. Resolusi substantif mencakup isu-isu penting terkait perdamaian dan keamanan internasional.
  • Ketika sebuah resolusi diajukan ke DK PBB, diperlukan minimal 9 suara setuju dari 15 anggota DK PBB agar resolusi tersebut dapat diadopsi.
  • Namun, jika salah satu dari 5 anggota tetap memberikan suara "tidak" atau veto, maka resolusi tersebut otomatis gagal diadopsi meskipun didukung oleh mayoritas anggota lainnya.
  • Anggota tetap juga dapat memilih untuk abstain. Dalam hal ini, abstain tidak dianggap sebagai veto sehingga resolusi masih bisa lolos jika mendapat minimal 9 suara setuju.
  • Veto dapat digunakan baik secara individual maupun bersama-sama oleh beberapa anggota tetap.
  • Penggunaan atau ancaman penggunaan veto seringkali dimanfaatkan sebagai alat negosiasi untuk memodifikasi isi resolusi agar lebih sesuai dengan kepentingan negara pemegang hak veto.

Mekanisme ini membuat kelima anggota tetap memiliki kekuatan yang sangat besar dalam pengambilan keputusan di DK PBB. Satu suara veto dari salah satu dari mereka dapat menggagalkan resolusi yang didukung oleh mayoritas anggota lainnya.

Kontroversi Seputar Hak Veto PBB

Keberadaan hak veto PBB telah lama menjadi sumber kontroversi dan perdebatan di kalangan masyarakat internasional. Berikut adalah beberapa aspek kontroversial terkait hak veto PBB:

  • Ketidaksetaraan: Hak veto dianggap menciptakan ketidaksetaraan di antara negara-negara anggota PBB. Lima negara pemegang hak veto memiliki kekuatan yang jauh lebih besar dibandingkan 188 negara anggota PBB lainnya.
  • Hambatan terhadap resolusi konflik: Penggunaan hak veto seringkali menghambat upaya PBB dalam menyelesaikan konflik internasional, terutama ketika konflik tersebut melibatkan kepentingan salah satu negara pemegang hak veto.
  • Penyalahgunaan kekuasaan: Ada kekhawatiran bahwa hak veto disalahgunakan oleh negara-negara pemegang untuk melindungi kepentingan nasional mereka atau sekutu mereka, bukan untuk kepentingan perdamaian dan keamanan global.
  • Ketidakrelevanan historis: Komposisi lima negara pemegang hak veto dianggap tidak lagi mencerminkan realitas geopolitik dunia saat ini. Negara-negara berkembang dan emerging powers merasa tidak terwakili.
  • Hambatan reformasi PBB: Upaya untuk mereformasi struktur DK PBB, termasuk perluasan keanggotaan tetap, selalu terhambat karena adanya hak veto.
  • Krisis legitimasi: Penggunaan hak veto yang kontroversial telah mengikis kepercayaan publik terhadap efektivitas dan legitimasi PBB sebagai organisasi internasional.

Kontroversi-kontroversi ini telah memicu berbagai upaya dan proposal untuk mereformasi sistem hak veto, namun hingga kini belum ada perubahan signifikan karena sulitnya mencapai konsensus di antara negara-negara anggota PBB, terutama lima pemegang hak veto.

Dampak Hak Veto Terhadap Resolusi Konflik Internasional

Hak veto yang dimiliki lima anggota tetap Dewan Keamanan PBB memiliki dampak signifikan terhadap upaya penyelesaian konflik internasional. Berikut adalah beberapa dampak utama dari penggunaan hak veto dalam konteks resolusi konflik:

  • Penghambatan resolusi: Penggunaan hak veto seringkali menghambat atau menggagalkan resolusi yang bertujuan menyelesaikan konflik, terutama jika konflik tersebut melibatkan kepentingan salah satu negara pemegang hak veto atau sekutunya.
  • Perpanjangan konflik: Ketidakmampuan DK PBB untuk mengadopsi resolusi akibat veto dapat memperpanjang durasi konflik dan memperburuk situasi kemanusiaan di daerah yang terkena dampak.
  • Selektivitas dalam intervensi: Hak veto memungkinkan negara-negara pemegang untuk secara selektif memilih konflik mana yang akan ditangani oleh PBB, berdasarkan kepentingan mereka sendiri.
  • Erosi kepercayaan: Penggunaan hak veto yang kontroversial dapat mengikis kepercayaan masyarakat internasional terhadap kemampuan PBB dalam menyelesaikan konflik secara efektif dan adil.
  • Mendorong solusi di luar PBB: Ketika PBB tidak dapat bertindak karena veto, hal ini dapat mendorong negara-negara untuk mencari solusi di luar kerangka PBB, yang terkadang dapat memperumit situasi.
  • Politisasi bantuan kemanusiaan: Veto terhadap resolusi yang berkaitan dengan bantuan kemanusiaan dapat menghambat upaya penyelamatan nyawa dalam situasi konflik.

Meskipun demikian, perlu dicatat bahwa dalam beberapa kasus, ancaman penggunaan veto juga dapat mendorong negosiasi yang lebih intensif dan kompromis di antara negara-negara anggota DK PBB untuk mencapai resolusi yang dapat diterima semua pihak.

Upaya Reformasi Sistem Hak Veto PBB

Mengingat kontroversi dan dampak negatif dari sistem hak veto yang ada, telah ada berbagai upaya dan proposal untuk mereformasi sistem ini. Berikut adalah beberapa upaya reformasi yang telah diusulkan atau dipertimbangkan:

  • Perluasan keanggotaan tetap: Usulan untuk menambah jumlah anggota tetap DK PBB, misalnya dengan memasukkan negara-negara seperti India, Jepang, Jerman, atau Brasil. Namun, usulan ini sering terhambat oleh ketidaksepakatan mengenai negara mana yang harus dimasukkan.
  • Pembatasan penggunaan veto: Proposal untuk membatasi penggunaan hak veto hanya pada situasi tertentu, misalnya tidak boleh digunakan dalam kasus genosida atau kejahatan terhadap kemanusiaan.
  • Veto kolektif: Usulan agar veto hanya dapat digunakan jika didukung oleh lebih dari satu anggota tetap, untuk mengurangi kemungkinan penyalahgunaan oleh satu negara.
  • Kewajiban penjelasan: Proposal agar negara yang menggunakan hak veto wajib memberikan penjelasan terperinci mengenai alasan penggunaan veto tersebut.
  • Mekanisme override: Usulan untuk memungkinkan Majelis Umum PBB untuk mengesampingkan veto DK PBB dalam situasi tertentu, misalnya dengan mayoritas suara yang sangat besar.
  • Rotasi keanggotaan tetap: Proposal untuk sistem rotasi keanggotaan tetap di antara kelompok negara-negara, untuk meningkatkan keterwakilan.
  • Penghapusan hak veto: Beberapa pihak bahkan mengusulkan penghapusan total sistem hak veto, meskipun ini dianggap sangat tidak realistis mengingat resistensi dari negara-negara pemegang hak veto.

Meskipun ada banyak proposal reformasi, implementasinya tetap menjadi tantangan besar. Perubahan apa pun pada sistem hak veto akan memerlukan amandemen Piagam PBB, yang membutuhkan persetujuan dari semua anggota tetap DK PBB - sesuatu yang sangat sulit dicapai mengingat keengganan mereka untuk melepaskan privilese yang dimiliki.

Perbandingan Penggunaan Hak Veto Antar Negara Pemegang

Penggunaan hak veto oleh lima negara anggota tetap Dewan Keamanan PBB menunjukkan pola yang berbeda-beda. Berikut adalah perbandingan penggunaan hak veto oleh masing-masing negara pemegang:

  • Rusia (sebelumnya Uni Soviet): Rusia adalah pengguna hak veto terbanyak, dengan total 124 kali penggunaan veto sejak 1946 hingga 2023. Sebagian besar veto Rusia berkaitan dengan isu-isu Perang Dingin, konflik di Timur Tengah, dan lebih baru-baru ini, konflik di Ukraina.
  • Amerika Serikat: AS telah menggunakan hak veto sebanyak 84 kali. Sebagian besar veto AS berkaitan dengan konflik Israel-Palestina, di mana AS sering memveto resolusi yang dianggap merugikan Israel.
  • Inggris: Inggris telah menggunakan hak veto sebanyak 29 kali. Penggunaan veto Inggris lebih jarang dalam beberapa dekade terakhir, dengan penggunaan terakhir pada tahun 1989.
  • Prancis: Prancis adalah pengguna hak veto yang paling jarang di antara lima negara, dengan total 16 kali penggunaan veto. Penggunaan veto terakhir Prancis adalah pada tahun 1989.
  • China: China telah menggunakan hak veto sebanyak 18 kali. Penggunaan veto China meningkat dalam beberapa tahun terakhir, terutama berkaitan dengan isu-isu yang dianggap mencampuri urusan internal negara-negara.

Beberapa pola menarik yang dapat diamati:

  • Rusia dan AS adalah pengguna hak veto yang paling aktif, sering kali saling memveto resolusi yang diajukan oleh pihak lawan.
  • Penggunaan veto oleh Inggris dan Prancis telah menurun secara signifikan sejak berakhirnya Perang Dingin.
  • China, yang sebelumnya jarang menggunakan hak veto, mulai lebih aktif menggunakannya dalam dua dekade terakhir.
  • Sebagian besar veto berkaitan dengan konflik-konflik di Timur Tengah, terutama konflik Israel-Palestina.

Perbedaan dalam pola penggunaan hak veto ini mencerminkan perbedaan kepentingan dan prioritas kebijakan luar negeri masing-masing negara pemegang hak veto.

Kritik dan Dukungan Terhadap Sistem Hak Veto PBB

Sistem hak veto PBB telah menjadi subjek perdebatan yang intens sejak pembentukannya. Berikut adalah ringkasan kritik utama terhadap sistem hak veto, serta argumen-argumen yang mendukungnya:

Kritik terhadap sistem hak veto:

  • Ketidakadilan: Hak veto dianggap menciptakan sistem "dua kelas" di PBB, di mana lima negara memiliki kekuatan yang jauh lebih besar dibandingkan negara-negara lain.
  • Hambatan terhadap efektivitas PBB: Penggunaan veto sering menghambat PBB dalam menangani krisis internasional secara efektif dan tepat waktu.
  • Penyalahgunaan kekuasaan: Ada kekhawatiran bahwa hak veto disalahgunakan untuk melindungi kepentingan nasional atau sekutu, bukan untuk kepentingan perdamaian global.
  • Ketidakrelevanan historis: Komposisi lima negara pemegang hak veto dianggap tidak lagi mencerminkan realitas geopolitik dunia saat ini.
  • Erosi legitimasi PBB: Penggunaan veto yang kontroversial dapat mengikis kepercayaan publik terhadap PBB.

Dukungan terhadap sistem hak veto:

  • Stabilitas global: Pendukung berpendapat bahwa hak veto membantu mencegah konflik langsung antara kekuatan-kekuatan besar dunia.
  • Konsensus dan kompromi: Ancaman veto dapat mendorong negosiasi yang lebih intensif dan kompromis di antara negara-negara anggota.
  • Perlindungan terhadap tindakan sepihak: Hak veto dapat mencegah PBB dari mengambil tindakan yang mungkin memperburuk situasi internasional.
  • Menjaga keterlibatan kekuatan besar: Hak veto memastikan bahwa kekuatan-kekuatan besar tetap terlibat dalam sistem PBB, tidak seperti yang terjadi dengan Liga Bangsa-Bangsa.
  • Realisme politik: Pendukung berpendapat bahwa hak veto mencerminkan realitas kekuatan global dan memastikan bahwa keputusan PBB dapat diimplementasikan.

Perdebatan ini terus berlanjut, dengan banyak pihak mengakui kebutuhan akan reformasi, namun juga menyadari kompleksitas dan tantangan dalam mengubah sistem yang telah lama berjalan.

Kesimpulan

Hak veto PBB merupakan fitur kontroversial namun integral dari sistem Perserikatan Bangsa-Bangsa. Meskipun dirancang untuk menjaga stabilitas global pasca Perang Dunia II, dalam praktiknya hak veto seringkali menjadi penghambat upaya penyelesaian konflik internasional. Penggunaan hak veto yang tidak seimbang oleh lima negara anggota tetap Dewan Keamanan PBB telah memicu kritik luas dan seruan untuk reformasi.

Namun, upaya reformasi sistem hak veto menghadapi tantangan besar mengingat perlunya persetujuan dari kelima pemegang hak veto itu sendiri untuk mengubah Piagam PBB. Meskipun demikian, tekanan untuk perubahan terus meningkat seiring dengan pergeseran lanskap geopolitik global dan meningkatnya tuntutan untuk representasi yang lebih adil di forum internasional.

Ke depan, tantangan bagi komunitas internasional adalah menemukan keseimbangan antara mempertahankan keterlibatan kekuatan-kekuatan besar dalam sistem PBB dan memastikan bahwa organisasi ini dapat berfungsi secara efektif dalam menangani tantangan global kontemporer. Reformasi sistem hak veto, jika berhasil dilakukan, berpotensi meningkatkan legitimasi dan efektivitas PBB dalam menjaga perdamaian dan keamanan internasional.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Disclaimer: Artikel ini ditulis ulang oleh redaksi dengan menggunakan Artificial Intelligence

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya