Jadi Ekonomi Terbesar ke-8 di Dunia, Indonesia Salip Prancis dan Inggris

Ekonomi Indonesia kini berada di peringkat ke-8 dalam daftar ekonomi global berdasarkan Produk Domestik Bruto (PDB) yang disesuaikan dengan paritas daya beli (PPP)

oleh Ilyas Istianur Praditya diperbarui 26 Jan 2025, 19:00 WIB
Diterbitkan 26 Jan 2025, 19:00 WIB
FOTO: IMF Pangkas Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
Suasana gedung perkantoran di Jakarta, Sabtu (17/10/2020). International Monetary Fund (IMF) memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia 2020 menjadi minus 1,5 persen pada Oktober, lebih rendah dari proyeksi sebelumnya pada Juni sebesar minus 0,3 persen. (Liputan6.com/Johan Tallo)... Selengkapnya

Liputan6.com, Jakarta Indonesia mencatat pencapaian luar biasa sebagai salah satu ekonomi terbesar dunia pada tahun 2024. Berdasarkan data Dana Moneter Internasional (IMF), ekonomi Indonesia kini berada di peringkat ke-8 dalam daftar ekonomi global berdasarkan Produk Domestik Bruto (PDB) yang disesuaikan dengan paritas daya beli (PPP). Prestasi ini sekaligus menempatkan Indonesia di atas dua negara maju, Prancis dan Inggris.

China tetap memimpin sebagai ekonomi terbesar dunia dengan PDB mencapai USD37,07 triliun (sekitar Rp600 kuadriliun), diikuti oleh Amerika Serikat dengan USD29,17 triliun (Rp472,2 kuadriliun).

India berada di posisi ketiga dengan USD16,02 triliun (Rp259,3 kuadriliun), diikuti Rusia dan Jepang di peringkat keempat dan kelima dengan masing-masing USD6,91 triliun (Rp111,8 kuadriliun) dan USD6,57 triliun (Rp106,3 kuadriliun).

Di posisi keenam dan ketujuh terdapat Jerman (USD6,02 triliun) dan Brasil (USD4,7 triliun), sementara Indonesia mengamankan peringkat kedelapan dengan PDB sebesar USD4,66 triliun atau sekitar Rp75,4 kuadriliun.

Melampaui Prancis dan Inggris

Prestasi ini semakin menonjol karena Indonesia berhasil mengungguli Prancis dan Inggris, yang masing-masing mencatat PDB sebesar USD4,36 triliun (Rp70,5 kuadriliun) dan USD4,28 triliun (Rp69,2 kuadriliun).

Capaian ini menandai tonggak penting bagi Indonesia sebagai salah satu negara berkembang yang berhasil menunjukkan pertumbuhan ekonomi yang konsisten, bahkan di tengah tantangan global seperti pandemi dan ketidakpastian ekonomi.

Faktor Pendukung Pertumbuhan

Pencapaian Indonesia ini tidak lepas dari kontribusi sektor manufaktur, ekspor komoditas, dan peningkatan investasi asing. Kebijakan pemerintah yang pro-pertumbuhan, termasuk pengembangan infrastruktur dan insentif investasi, turut memperkuat posisi Indonesia di kancah global.

 

Kunci Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Tembus 8 Persen di Era Prabowo

Proyeksi Ekonomi Indonesia 2022
Suasana gedung bertingkat dan permukiman warga di kawasan Jakarta, Senin (17/1/2022). Bank Dunia memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2022 mencapai 5,2 persen. (Liputan6.com/Angga Yuniar)... Selengkapnya

 Ketua Dewan Pakar Asosiasi Pengusaha Bumiputera Nusantara Indonesia (ASPRINDO), Prof Didin S Damanhuri memuji langkah Presiden Prabowo Subianto yang melakukan paradigma shift (pergeseran paradigma) menuju pembangunan ekonomi kerakyatan (people center development)

"Tapi memang masalah yang Indonesia hadapi saat ini memang sangat berat. Butuh waktu lebih panjang, untuk melakukan pembenahan. Untuk mencapai pertumbuhan ekonomi 8 persen itu, yang harus dilakukan bukan hanya menggerakkan sektor ekonomi saja tapi secara keseluruhan. Yaitu, pembenahan tata kelola negara," kata Prof Didin, dikutip Senin (20/1/2025).

Ia menyatakan pembenahan ini bisa dimulai dengan membenahi regulasi dan penegakkan hukum, sebagai upaya untuk menekan kebocoran anggaran negara. Lalu, pemerintah juga perlu melakukan penghematan nasional dan melakukan evaluasi pada profit sharing dari sektor pengelolaan sumber daya alam.

Advertisement"Kondisi di lapangan pelaku usaha yang mengembangkan sumber daya Indonesia, sebut misal perkebunan sawit, nikel, batu bara, migas, atau sumber daya alam lainnya, itu kan pemerintah mendapatkannya kecil. Harusnya bisa didorong untuk 50-50. Saat ini, setelah dikurangi dengan biaya-biaya, pembagiannya 30-70, dengan 30-nya untuk pemerintah. Prabowo harus berani untuk me-revisinya," ujarnya.

Ia mengungkapkan, Hashim Djojohadikusmo, yang merupakan adik dari Presiden Prabowo Subianto, pernah mengungkapkan ada dana senilai Rp 300 triliun dari sawit yang tidak masuk ke negara, belum termasuk dari sektor sawit yang ilegal.

Yang dimaksud itu adalah, pengusaha sawit memperluas lahannya tanpa bisa dicegah. Sementara yang terkena pajak hanyalah yang tercatat HGU. Perluasan lahan-nya sama sekali tidak memberikan benefit pada pemerintah.

"Selama ini, alih-alih membenahi industri besar ini, pemerintah dalam upaya untuk menaikkan pemasukan dari sektor pajak, malah mencoba untuk membebankannya pada masyarakat, yang nota bene usahanya adalah usaha menengah ke bawah. Industri besar ini, persentasenya tidak menyentuh 1 persen. Sementara yang 99 persennya itu adalah industri menengah ke bawah, yang mayoritasnya adalah UMKM," ujarnya lagi.

Efisiensi Anggaran

Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
Dari sisi domestik, aktivitas konsumsi diperkirakan akan menguat pada 2024. Hal itu sejalan dengan terjaganya daya beli masyarakat, inflasi yang terkendali, dan meningkatnya penciptaan lapangan kerja. (Liputan6.com/Angga Yuniar)... Selengkapnya

Tak hanya itu, Prof Didin juga mendorong agar pemerintah mampu melakukan efisiensi anggaran, mendorong pengembangan dan pelibatan sektor UMKM, serta mendorong pelaku industri swasta untuk efisien.

"Saya berharap, pemerintah bisa menurunkan pajak, sehingga bisa meningkatkan daya beli masyarakat, UMKM juga bisa bertumbuh. Bersamaan dengan itu, pemerintah juga harus meminta industri besar untuk melakukan efisiensi dan inovasi. Jangan industri besar itu hanya mengambil sumber daya alam tapi pemasukannya sedikit untuk negara ini. Jangan sampai potensi pemasukan negara itu hilang," ungkapnya.

Ia menegaskan berdasarkan penghitungan yang ia lakukan, pemasukan negara dari sektor pengelolaan sumber daya ini, ada sekitar Rp1.000 triliun yang bisa didapatkan pemerintah. Seperti dari sawit bisa Rp300 triliun, dari batu bara Rp600 triliun.

"Jika ini dibenahi, tata kelolanya, maka tidak perlu lagi Indonesia untuk hutang-hutang lagi. Cukup untuk membiayai program ekonomi rakyat yang dicanangkan oleh Prabowo. Para industri besar itu, kalau dikumpulkan, total asetnya melebihi GDP Indonesia. Harusnya mereka jadi pelaku usaha yang efisien, jangan jadi pemburu rente. Kalau memang mereka efisien, berikan insentif," ungkap Ekonom Senior Indef ini.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya