Trump Usulkan Relokasi Warga Gaza ke Yordania dan Mesir, Israel Gembira

Bagaimana reaksi Yordania dan Mesir atas usulan Trump?

oleh Khairisa Ferida diperbarui 27 Jan 2025, 09:51 WIB
Diterbitkan 27 Jan 2025, 09:51 WIB
Gencatan Senjata Dimulai, Begini Potret Kawasan Jabalia Gaza Utara
Foto udara menunjukkan para pengungsi Palestina yang kembali ke kamp pengungsi Jabalia yang hancur akibat perang di Jalur Gaza utara pada 19 Januari 2025. (Omar AL-QATTAA/AFP)... Selengkapnya

Liputan6.com, Washington, DC - Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengungkapkan bahwa Yordania dan Mesir seharusnya menampung lebih banyak warga Jalur Gaza.

Saat ditanya apakah ini merupakan solusi sementara atau jangka panjang untuk Jalur Gaza, di mana serangan militer Israel telah menyebabkan situasi kemanusiaan yang sangat buruk dan menewaskan puluhan ribu orang, Trump seperti dikutip dari CNA mengatakan pada Sabtu (25/1/2025), "Bisa jadi keduanya."

Menteri Keuangan Israel Bezalel Smotrich, yang beberapa kali menyerukan kembalinya pemukim Yahudi ke Jalur Gaza, menyambut gembira seruan Trump sebagai "ide yang sangat baik".

Smotrich, yang menilai hanya 'pendekatan inovatif' yang dapat mencapai perdamaian, mengatakan rencana Trump akan memberi warga Palestina kesempatan untuk membangun kehidupan baru dan lebih baik di tempat lain.

"Dengan bantuan Tuhan, saya akan bekerja dengan perdana menteri dan kabinet dalam mengembangkan rencana operasional untuk melaksanakannya secepatnya," kata dia.

Namun, seorang pejabat Hamas menyuarakan ketakutan lama warga Palestina tentang dipaksa meninggalkan rumah mereka secara permanen.

"Palestina tidak akan menerima tawaran atau solusi apa pun, meskipun (tawaran itu) tampaknya memiliki niat baik dengan dalih rekonstruksi, seperti yang diumumkan dalam proposal Presiden AS Trump," ungkap anggota biro politik Hamas Basem Naim kepada Reuters.

Pejabat Hamas lainnya, Sami Abu Zuhri, meminta Trump untuk tidak mengulang "ide-ide gagal" yang dicoba oleh pendahulunya, Joe Biden.

"Rakyat Gaza telah kehilangan banyak nyawa dan menolak meninggalkan tanah air mereka, mereka tidak akan meninggalkannya apapun alasannya," sebut Abu Zuhri kepada Reuters.

Sementara itu, Menteri Luar Negeri Yordania Ayman Safadi menekankan kepada wartawan bahwa sikap negaranya terhadap pemindahan warga Palestina dari Jalur Gaza tetap "tegas dan tidak tergoyahkan" alias menolak. Mesir belum memberikan pernyataannya, namun telah berulang kali menyatakan menentang pemindahan warga Palestina.

Analis Palestina Ghassan al-Khatib memastikan bahwa warga Palestina di Tepi Barat yang diduduki dan Jalur Gaza, serta rakyat Yordania dan Mesir, akan menolak rencana Trump.

"Saya rasa ide seperti itu tidak akan terwujud," sebut al-Khatib.

AS menghadapi kritik keras karena mendukung Israel, namun tetap mengambil langkah demikian dengan alasan membantu Israel membela diri dari kelompok militan yang didukung Iran seperti Hamas di Jalur Gaza, Hizbullah di Lebanon, dan Houthi di Yaman.

"Saya sampaikan padanya 'saya ingin Anda menerima lebih banyak (warga Palestina) karena saya mengamati seluruh Jalur Gaza sekarang dan itu adalah kekacauan, itu benar-benar kekacauan'. Saya ingin dia menampung mereka," tutur Trump setelah melakukan percakapan dengan Raja Abdullah II dari Yordania pada Sabtu (25/1).

"Saya ingin Mesir menampung mereka," tambah Trump, sembari mengatakan dia akan berbicara dengan Presiden Mesir Abdel Fattah al-Sisi.

Lebih lanjut, Trump menyatakan, "Anda bicara tentang satu setengah juta orang dan kami akan membersihkan seluruhnya."

"Itu benar-benar tempat yang hancur, hampir semuanya hancur dan orang-orang tewas di sana, jadi saya lebih suka terlibat dengan beberapa negara Arab dan membangun perumahan di lokasi lain di mana mereka bisa hidup dengan damai untuk sekali ini," ujar Trump.

 

 

Reaksi PBB atas Pernyataan Menteri Israel

Potret Kehidupan Warga Gaza Pasca-Pengumuman Gencatan Senjata
Seorang pria mengemudikan kendaraan saat pagi hari yang diselimuti kabut di Khan Yunis, Jalur Gaza utara pada Jumat 17 Januari 2025. (Bashar TALEB/AFP)... Selengkapnya

Dalam unggahan di platform media sosial X, Pelapor Khusus PBB untuk hak asasi manusia di Wilayah Palestina yang Diduduki Francesca Albanese merespons pernyataan Smotrich dengan menegaskan, "Pembersihan etnis bukanlah 'pendekatan inovatif', tidak peduli bagaimana seseorang membungkusnya. Itu ilegal, tidak bermoral, dan tidak bertanggung jawab."

Sebagian besar populasi Jalur Gaza yang berjumlah satu juta orang, yang sebelumnya 2,3 juta sebelum perang, telah mengungsi secara internal akibat perang. Pada Minggu, banyak dari mereka yang menolak usulan Trump.

"Jika dia berpikir bahwa dia akan memaksa mengungsikan orang Palestina (maka) ini tidak mungkin, tidak mungkin, tidak mungkin. Rakyat Palestina dengan tegas percaya bahwa tanah ini adalah milik mereka, tanah ini adalah tanah mereka," kata Magdy Seidam.

"Apapun yang dilakukan Israel untuk menghancurkan, merusak, dan menunjukkan kepada orang-orang bahwa mereka telah menang, kenyataannya mereka tidak menang."

Pertumpahan darah terbaru dalam konflik Israel-Palestina yang sudah berlangsung selama puluhan tahun ini dipicu pada 7 Oktober 2023, ketika kelompok militan Palestina yang dipimpin Hamas menyerang Israel.

Israel mengklaim serangan itu menewaskan sekitar 1200 orang dan menyebabkan sekitar 250 lainnya disandera kelompok militan Palestina.

Serangan balasan Israel yang dimulai pada hari yang sama telah menewaskan lebih dari 47.000 orang dan saat ini pertempuran terhenti sementara menyusul tercapainya gencatan senjata yang rapuh.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya