Liputan6.com, Jakarta - Hilangnya pesawat Malaysia Airlines MH370 membangkitkan kenangan pahit Susan Chee. Ia kehilangan suami tercinta hampir 17 tahun lalu. Dalam kejadian serupa. Jasad pria yang ia cintai tak pernah ditemukan.
Perempuan 56 tahun itu tahu bagaimana sakitnya menunggu tanpa kejelasan, betapa frustasinya dalam penantian tanpa ujung. Itu mengapa ia rela terbang dari Singapura ke Kuala Lumpur untuk menenangkan keluarga korban MH370.
"Aku bisa memahami kegelisahan daan kemarahan keluarga korban MH370," kata Nyonya Chee, seperti Liputan6.com kutip dari situs AsiaOne, Selasa (18/3/2014).
Luha hati Susan Chee diawali 19 Desember 1997, kala itu pesawat SilkAir MI185 jatuh ke Sungai Musi, Palembang, Sumatera Selatan. Sebanyak 104 orang di dalamnya -- 97 penumpang dan 7 awak pesawat tewas. Termasuk di antaranya suaminya, Tan Choon Yeow, yang kala itu berusia 46 tahun.
Tak ada jasad yang berhasil ditemukan utuh. Penyebab kecelakaan juga masih menjadi misteri hingga saat ini.
SilkAir MI185 terbang dari Bandara Soekarno-Hatta menuju Singapura. Dari ketinggian 12.000 kaki atau 3.700 meter, pesawat jatuh menghujam, dalam posisi nyaris vertikal. Belum lagi membentur bumi, sejumlah bagian termasuk sebagian besar ekor mulai terpisah dari badan pesawat karena kekuatan yang ditimbulkan dari kecepatan yang mendekati supersonik. Beberapa detik kemudian, burung besi itu jatuh ke Sungai Musi.
Burung besi itu hancur berkeping-keping, puingnya menyebar hingga radius beberapa kilometer, meskipun sebagian besar dari reruntuhan terkonsentrasi di area 60 meter x 80 meter di dasar sungai. Tak ada satupun tubuh utuh, hanya 6 yang teridentifikasi identitasnya.
Bunuh Diri?
Silk Air MI185 nahas dipiloti kapten Tsu Way Ming, warga Singapura. Sementara, kopilot adalah Duncan Ward, warga Selandia Baru. Berdasarkan rekaman yang diambil dari badan pesawat, penyelidik Indonesia mempublikasikan temuan awal pada 1999 yang menyebut, tidak ada cukup bukti untuk menentukan penyebab kecelakaan.
Komite Nasional Keselamatan Transportasi Indonesia mengesampingkan dugaan kegagalan mekanis dan listrik, cuaca, atau penyimpangan kontrol lalu lintas udara sebagai penyebab kecelakaan.
Namun, laporan melampirkan telaah agen Amerika Serikat yang menyebut kecelakaan diduga tindakan sengaja seorang atau lebih dari satu orang dalam pesawat. Khususnya sang pilot, yang diketahui menderita kerugian besar di pasar saham di sekitar waktu terjadinya kecelakaan.
Seperti Liputan6.com kutip dari New York Times, investigasi oleh polisi Singapura juga menunjukkan bahwa Tsu menderita masalah keuangan. Antara 1993 dan 1997, ia dan keluarganya mendapatkan uang sekitar 2,5 juta dolar Singapura dari penjualan 2 properti. Namun, ia menderita kerugian perdagangan saham senilai 2,25 juta dolar Singapura.
Dan pada 4 Desember 1997 -- hanya 15 hari sebelum kecelakaan -- ia diskors dari perdagangan saham dengan beban utang sebesar 118.000 dolar Singapura.
Juga tak lama sebelum kecelakaan itu, Tsu telah mengatur polis asuransi untuk melindungi istri dan tiga anak mereka dari keharusan membayar hipotek rumah jika ia mengalami kematian atau cacat permanen.
Pada 12 Desember ia diberitahu bahwa aplikasi asuransi diterima. Sang pilot mengirim cek pembayaran premi pertama pada 16 Desember dan asuransi mulai berlaku pada 19 Desember -- tepat di hari kecelakaan.
Namun, pihak SilkAir mengatakan bahwa dugaan bahwa Kapten Tsu Way Ming bunuh diri dengan menjatuhkan pesawat anyar yang baru berusia 10 bulan sebagai "kabar palsu, jahat, dan sangat tidak bertanggung jawab." Mereka menyebut, kecelakaan bisa saja diakibatkan gangguan listrik progresif .
Nasib MH370?
Baca Juga
Masih terlalu dini untuk menyimpulkan bahwa Malaysia Airlines MH370 raib atau mungkin celaka akibat kesengajaan atau bunuh diri. Namun, para penyelidik tak mengenyampingkan dugaan itu. [Baca juga: 5 Dugaan `Masuk Akal` Misteri Hilangnya Malaysia Airlines MH370]
Apalagi, fakta menyebut, transponder MH370 dan sistem pelaporan dan komunikasi (ACARS) dimatikan sesaat setelah pesawat lepas landas pukul 00.41 waktu Malaysia. Ada jeda 14 menit antara transmisi terakhir ACARS dan sinyal akhir dari transponder. Itu mengindikasikan, sistem tak rusak atau hancur dalam kondisi darurat yang mendadak.
Salah satu yang jadi fokus penyelidikan adalah sang pilot, Kapten Zaharie Ahmad Shah (53) yang disebut-sebut berpisah dengan istrinya dan kecewa berat dengan vonis bersalah yang dijatuhkan pengadilan banding Malaysia terhadap tokoh oposisi, Anwar Ibrahim. Ia juga diketahui punya simulator pesawat pribadi di rumahnya. [Baca juga: Anwar Ibrahim Jawab Isu Terlibat Hilangnya Malaysia Airlines]
Advertisement
Namun, kabar perceraian sang pilot dibantah polisi dan pihak keluarga. Tak hanya itu, bahwa Zaharie dilaporkan punya pandangan politik kuat tak mengindikasikan terorisme. Juga, banyak pilot berlatih atau sekedar bermain dengan simulator terbang di rumah mereka. (Ismoko Widjaya)
Baca juga: