Liputan6.com, Kuala Lumpur - Aksi tembakan rudal ke Malaysia Airlines MH17 Kamis 17 Juli 2014, menjadi pelajaran berharga bagi maskapai penerbangan sipil: untuk tidak terbang di zona perang.
Maskapai negeri jiran memang tak lagi terbang di atas Ukraina yang bergolak akibat pertempuran militer Ukraina dengan pemberontak pro-Moskow.
Namun situs layanan pelacakan penerbangan Swedia, Flightradar24 AB -- yang memposting peta di akun Twitternya kemarin, mengungkap adanya perubahan rute Malaysia Airlines MH4 yang terbang dari Kuala Lumpur, Malaysia ke London, Inggris.
Data menunjukkan, penerbangan tersebut awalnya melalui wilayah Ukraina timur namun kemudian dialihkan ke Suriah.
Padahal, Suriah juga sedang bergolak, di tengah perang saudara yang sudah menewaskan 170 ribu orang sejak tahun 2011.
Fredrik Lindahl, CEO Flightradar24 AB mengatakan, adalah relatif tidak biasa untuk penerbangan lintas benua melintasi Suriah.
"Kalau Irak, kau selalu bisa melihat ada pesawat yang terbang di langitnya. Sebab, tak ada cara lain untuk mengakses bagian Timur Tengah selain menggunakan koridor Irak," kata dia seperti Liputan6.com kutip dari MSN Malaysia, Selasa (22/7/2014).
"Sebaliknya, tak seperti itu di Suriah. Kami tak melihat penerbangan transkontinental melalui wilayah udara Suriah sebelumnya."
Sementara itu, Malaysia Airlines mengatakan rute udara MH4 sesuai dengan rute yang diizinkan International Civil Aviation Organisation's (ICAO).
"Sesuai pemberitahuan untuk penerbang (NOTAM) yang dikeluarkan oleh Otoritas Penerbangan Sipil Suriah, wilayah udara Suriah tidak tunduk pada pembatasan," demikian pernyataan Malaysia Airlines.
"Setiap saat, MH4 berada di wilayah udara yang disetujui oleh ICAO." Namun, sejauh ini, belum ada komentar dari ICAO.
Secara terpisah, Kenneth Quinn, mantan penasihat utama Badan Penerbangan AS atau US Federal Aviation Administration sekaligus sekretaris yayasan Flight Safety Foundation mempertanyakan kebijakan untuk mengirim pesawat ke atas 'wilayah yang diperebutkan'. Meski demikian, sepengetahuannya, belum ada ancaman nyata terhadap pesawat yang terbang di wilayah udara Suriah.
Tim Clark, pemimpin Emirates Airlines, salah satu maskapai terbesar di dunia mengatakan, sangat sulit untuk terbang mengindari zona konflik pada rute utama antara Timur dan Barat.
Dia mengatakan, maskapai penerbangan mengasumsikan, jika rencana penerbangan diterima di wilayah udara yang dikendalikan, maka aman untuk menempuh rute tersebut. "Mungkin harus ada perubahan terkait penilaian risiko mengingat apa yang terjadi pada MH17," kata dia. (Tnt)
Baca Juga:
Bocah-Bocah Menggemaskan Korban Tewas MH17
Advertisement
Selfie Terakhir Ibu-Anak Jelang MH17 Meledak di Udara