Tragedi 'Anak Emas' yang Tertekan dan Bunuh Orangtuanya Sendiri

Harapan orangtua membuat Jennifer tertekan. Kekangan menerbitkan rasa benci dan dendam yang mengubahnya jadi pembunuh.

oleh Elin Yunita Kristanti diperbarui 28 Jul 2015, 19:33 WIB
Diterbitkan 28 Jul 2015, 19:33 WIB
Jennifer Pan divonis seumur hidup karena membunuh orangtuanya sendiri
Jennifer Pan divonis seumur hidup karena membunuh orangtuanya sendiri (CBC)

Liputan6.com, Toronto - Bagi orangtuanya, Jennifer Pan adalah "anak emas". Foto-fotonya yang mengenakan jubah wisuda dari sebuah SMA Katolik, kemudian lulus dari University of Toronto, Kanada yang terkemuka, dengan predikat sarjana farmasi, membuat Bich Ha dan Huei Hann Pan bangga bukan kepalang.

Tak mudah bagi pasangan itu untuk menyekolahkan 2 anak. Keduanya adalah bekas pengungsi asal Vietnam. Di tanah rantau, mereka harus bekerja keras sebagai buruh, demi masa depan buah hatinya.

Mereka sangat menghargai pendidikan. Mereka juga orangtua yang disiplin, cenderung keras, bagi Jennifer dan adiknya, Felix.

Namun, Jennifer adalah anak istimewa. Sumber harapan mereka.

Saat masih kecil, anak sulung itu sudah jadi kebanggaan. Gadis itu mengikuti les piano dan skating, serta bisa menguasai keduanya. Ia bahkan berharap bisa tampil di olimpiade, namun cedera ligamen mengakhiri mimpinya.

Jennifer juga berlatih bela diri dan perenang yang baik. Dan di luar kegiatan ekstrakulikuler, ia adalah pelajar teladan yang tekun belajar hingga larut malam. Pesta dan pacaran menjadi hal terlarang di rumahnya. Pendidikan adalah segalanya.

Namun, di balik semua hal mengesankan itu, tersembunyi kebohongan, kebencian, dan dendam yang kemudian menjurus pada tindakan mengerikan yang menghancurkan keluarga dan diri Jennifer: pembunuhan sadis.

Segala harapan orangtuanya ternyata membuat Jennifer merasa tertekan. Demikian seperti diungkap Washington Post.

Saat di kelas 8, Jennifer mulai lelah. Ia tak lagi antusias belajar. Nilainya pun mulai anjlok, perlahan kepercayaan dirinya kian pupus.

Untuk menutupinya, Jennifer mulai berbohong hingga kebohongan menjadi kebiasaannya. Dan gadis itu pun menjalani kehidupan ganda yang penuh kepalsuan dan penipuan.

Dalam sebuah artikel di Toronto Life, Karen K Ho -- yang kenal dengan keluarga Jennifer dan pernah satu sekolah dengannya -- memberikan petunjuk tentang masa lalu gadis teladan yang kemudian berubah jadi otak pembunuhan orangtuanya sendiri.

Lingkaran Setan Kebohongan

 

Saat masih kecil, Jennifer adalah siswa cemerlang (Canada Journal)

Orangtua Jennifer mengira, putrinya adalah murid teladan, pelajar kelas "A". Namun, nyatanya ia hanyalah kelas "B".

Mendapatkan nilai B masih lumayan bagi siswa lain. Namun, di keluarga Jennifer merupakan itu aib.

Untuk menutupinya, Jennifer memalsukan raportnya, menutupi ketidakmampuannya. Meski demikian, nilainya masih lumayan, ia pun diterima di Ryerson University di Toronto. Namun, tak jadi mendapatkannya, gara-gara gagal dalam mata pelajaran kalkulus di akhir masa studinya.

Tak ingin mengecewakan orangtuanya, perempuan berkacamata itu berpura-pura kuliah. Ia mengaku akan belajar sains selama 2 tahun di Ryerson University, sebelum melanjutkan kuliah di jurusan farmasi di University of Toronto yang terkemuka.

Jennifer mengumpulkan buku-buku bekas, berbohong bahwa ia mendapatkan beasiswa sehingga orangtuanya tak curiga mengapa mereka tak pernah dimintai uang untuk membayar kuliah.

Tiap pagi Jennifer pamit kuliah pada orangtuanya. Namun, bukannya menuju kampus, ia pergi ke sebuah perpustakaan.

Tiba saat wisuda, gadis berambut hitam itu kembali ngibul dengan mengatakan, undangan yang dibagikan pada pihak orangtua terbatas.

Dusta yang Terbongkar dan Eksekusi

Curiga

Kebohongan itu berjalan lancar, hingga suatu ketika Bich dan Hann curiga dengan perilaku putri mereka. Keduanya pun menguntit Jennifer -- yang mengaku bekerja di sebuah rumah sakit.

Saat dusta itu terungkap, tak hanya hati orangtuanya yang hancur. Jennifer pun makin tertekan. Bich dan Hann makin keras pada putrinya yang kala itu berusia dewasa.

Telepon genggam dilarang, komputer barang haram, Jennifer pun tak boleh berkencan dengan kekasihnya Daniel Wong. Bahkan, odometer atau penunjuk jarak pada mobil selalu dipantau.

Jennifer diperintahkan melanjutkan pendidikannya. Pengawasan ketat pun diberlakukan pada perempuan dewasa itu. Daniel kemudian memutuskan hubungan. Itu menjadi titik krisis baginya.

Jennifer Pan divonis seumur hidup karena membunuh orangtuanya sendiri (York Regional Police)

Setelah putus, Jennifer dekat dengan pria bernama Andrew Montemayor, teman sekolahnya saat SD. Ia pun mulai berpikir bagaimana untuk lepas dari segala tekanan.

Bersama Montemayor dan teman sekamar kekasih barunya itu, Ricardo Duncan, mereka merancang sebuah plot. Namun, apa yang mereka rancang hanya sekadar rencana hingga hubungan mereka bubar.

Jennifer pun dekat lagi dengan Daniel. Mereka berencana untuk menyewa tukang pukul. Untuk memberi pelajaran pada "orangtua yang dianggap terlalu mengekang".

Jennifer mendapatkan ponsel baru dari Daniel, juga kontak ke seorang pria bernama Lenford "Homeboy" Crawford -- yang meminta duit 10 ribu dolar Kanada untuk mengerjai orangtua perempuan itu.

Entah bagaimana awalnya, rencana itu menjadi plot pembunuhan. Merasa itu kelewatan, Daniel mundur.

Eksekusi

Suatu malam pada tahun 2010, Jennifer memutuskan untuk mengeksekusi rencananya. Kala itu, jarum jam menunjuk ke pukul 22.00. Crawford, Mylvaganam, dan pria ketiga bernama Eric Carty memasuki pintu depan rumah target. Mereka semua membawa senjata.

Bich dan Hann dipaksa turun ke lantai bawah. Kepala mereka ditutupi selimut.

Jennifer Pan divonis seumur hidup karena membunuh orangtuanya sendiri (Court Exibit)

Sang ayah, Hann ditembak 2 kali, salah satunya di bagian muka. Sementara ibunya, Bich ditembak 3 kali di kepala dan tewas seketika. Ajaibnya, Hann selamat dan mengingat semua yang terjadi pada momentum mengerikan itu.

Pada 2014, pengadilan atas kasus tersebut digelar. "Saat vonis bersalah dijatuhkan, Jennifer tak menunjukkan emosinya. Datar. Namun, saat awak media meninggalkan ruang sidang, ia menangis dan gemetar tak terkendali," demikian dikabarkan Toronto Life, seperti dikutip dari New.com.au, Selasa (28/7/2015).

Dengan dakwaan tingkat pertama, Jennifer divonis seumur hidup, tanpa kesempatan mengajukan pembebasan bersyarat selama 25 tahun. Ia berusia 28 tahun saat duduk sebagai pesakitan.

"Dan untuk dakwaan percobaan pembunuhan terhadap ayahnya, ia juga divonis menerima hukuman seumur hidup, yang akan dijalani secara bersamaan." Carty, Mylvaganam, dan Crawford masing-masing menerima hukuman serupa. (Ein/Mvi)

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya