Wanita Yazidi Eks Budak Seks ISIS Dinominasikan Nobel Perdamaian

Pemerintah Irak menominasikan Nadia Murad, korban budak seks ISIS. Ia dianggap simbol perlawanan melawan 'kekuatan hitam'.

oleh Arie Mega Prastiwi diperbarui 20 Jan 2016, 10:10 WIB
Diterbitkan 20 Jan 2016, 10:10 WIB
Wanita Yazidi eks Budak Seks ISIS, Nadia Murad
Wanita Yazidi eks Budak Seks ISIS, Nadia Murad (Reuters)

Liputan6.com, Jenewa - Masih terekam dalam ingatan ketika Nadia Murad Basee Taha memohon dan mengiba di depan anggota Dewan Keamanan (DK) Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) agar segera bertindak memusnahkan ISIS.

Desember 2015 lalu, ia berkisah di depan anggota DK bagaimana anggota teroris itu melecehkan, menyiksa dan membekapnya bersama dengan tahanan lain.

Perempuan dari etnis Yazidi itu berhasil keluar dari budak seks kelompkm teroris setelah 3 bulan disekap. Nadia diculik dari desanya di Irak pada Agustus 2014.

"Seorang pria meminta kepadaku untuk pindah agama. Aku menolak. Lalu ia memintaku untuk menikahinya. Malam itu, ia memukuliku. Ia meminta aku membuka bajuku. Lalu, ia memasukkanku ke dalam sebuah kamar dengan banyak penjaga. Di sana, satu per satu mereka memperkosaku, hingga aku pingsan," bebernya.

Sebelum mengakhiri pidatonya, ia memohon kepada pemimpin dunia untuk menghancurkan organisasi teror itu.

"Aku mohon kepada kalian, hancurkan Daesh sampai akar-akarnya," pintanya sambil menggunakan istilah ISIS dalam bahasa Arab.

Kini, pemerintah Irak mencalonkan dirinya untuk mendapatkan penghargaan internasional Nobel Perdamaian. Nadia adalah satu dari ribuan perempuan dan anak-anak wanita yang diculik ISIS dan dijadikan budak seks.

"Kami sangat bangga menominasikan seorang perempuan Irak untuk menerima penghargaan Nobel Perdamaian dan kami meminta opini publik serta organisasi lainnya untuk mendukungnya. Ia pantas menang," tulis pernyataan Pemerintah Irak seperti dilansir dari IBTimes, Rabu (20/1/2016).

Sementara itu, Hiwa Osman, seorang wartawan Kurdi memulai kampanye di sosial media untuk mendukung Nadia memenangkan Nobel Perdamaian. Halaman Facebook 'NobelPrize4Nadia' telah mendapatkan lebih dari 5.000 like dan tagar #NobelPrize4Nadia langsung direspons ribuan pendukung.

"Jika sampai Nadia memenangkan penghargaan Nobel Perdamaian, ini akan menampar muka kelompok ISIS," kicau Osman dalam Twitter pada akhir tahun lalu.

Nadia sendiri juga melanjutkan perjuangannya melawan ISIS semenjak ia bebas dari cengkeramannya. Ia terus menyebarkan kisahnya sebagai bagian dari kesadaran tentang jahat dan kejinya kelompok itu.

Pada awal Januari, Nadia yang kini tinggal di Jerman sempat mendapatkan ancaman dari ISIS. Namun perempuan 21 tahun itu tak gentar.

Berbicara tentang nominasi Nadia, pemerintah Irak berkata, "Nadia telah berbicara atas nama Yazidi, perempuan-perempuan mereka telah diculik ISIS dan ia juga telah meminta komunitas internasional untuk menolong 3.400 perempuan dan anak-anak Yazidi dari tangan ISIS."

"Ia adalah simbol perempuan melawan kekuatan gelap yang telah menjatuhkan derajat wanita."

Siapa Yazidi?

Etnis Yazidi adalah kelompok minoritas di Irak yang menganut kepercayaan kuno Mesopotamia berusia 4.000 tahun. Mereka berdoa kepada Tuhan sambil menghadap matahari dan memuja 7 malaikat.

Diperkirakan jumlah mereka terus menyusut akibat konflik Irak dan semenjak invasi AS ke negeri itu pada 2003. Di Irak, jumlah mereka diperkirakan 600 ribu orang. Namun, estimasi lain menyebut hanya 100.000 orang di negeri bekas pimpinan Sadam Hussein itu.

Mereka menempati Sinjar, sebuah kawasan yang berhasil dikuasai ISIS pada 2014. Sisanya tersebar di Suriah, Turki, Armenia, dan Georgia. Suku Yazidi biasanya hidup sebagai petani atau peternak.

Pada Agustus 2014 dunia dikejutkan dengan horor 50 ribu warga Yazidi harus lari ke Gunung Sinjar di utara Irak melarikan diri dari ISIS. Pada 14 November 2015, setelah Sinjar berhasil dikuasai Suku Kurdi dari ISIS, mereka menemukan kuburan massal kaum minoritas itu.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya