Liputan6.com, Ankara - Ledakan bom mobil di ibu kota Turki, Ankara pada Rabu malam 17 Februari menewaskan setidaknya 28 orang dan 60 orang lainnya terluka. Para pejabat mengatakan bom mobil ini meledak ketika iring-iringan bus militer tengah lewat.
Menanggapi peristiwa bom mobil itu, para militan Partai Buruh Kurdistan (PKK) dicurigai sebagai dalang dalam tragedi ini.Â
Selama ini PKK hanya menargetkan serangannya pada pihak militer atau kemanan. Jika dikaitkan dengan peristiwa tadi malam dengan konvoi bus militer yang menjadi sasaran, ini menguatkan dugaan bahwa PKK yang bertanggung jawab atas peristiwa itu.
Advertisement
Kendati demikian, hingga saat ini belum ada kelompok yang mengaku bertanggung jawab atas serangan itu.Â
Perdana Menteri Turki, Ahmet DavutoÄŸlu, yang membatalkan kunjungannya ke Brussels akibat serangan itu berkata bahwa bulan kemarin operasi keamanan terhadap PKK memang sudah hampir berakhir.
Baca Juga
"Proses ini untuk sebagian besar selesai," ujar Dovutoglu.
"Ini tidak akan berjalan seperti operasi lama, aparat keamanan ditarik setelah jalan dibersihkan. Akan ada lebih banyak kehadiran aparat keamanan yang lebih teratur. Tujuannya adalah untuk membangun ketertiban umum, di mana tidak ada struktur ilegal yang dapat mengontrol jalan mana pun," katanya lagi, seperti yang dikutip dari The Guardian.
Menyalahkan PKK ketika terdapat kekacauan sudah menjadi refleks pemerintah Turki. Ketika bom bunuh diri menyerang aksi damai di Ankara pada Oktober tahun lalu, Presiden Turki, Recep Tayyip Erdoğan langsung menyalahkan PKK.
Pada akhirnya ISIS-lah yang diketahui bertanggung jawab atas aksi bom bunuh diri tersebut. Militan ISIS dari Suriah atau simpatisan grup yang berada di Turki juga akan dicurigai dalam waktu ini.
Kelompok lain yang mungkin terlibat dalam peristiwa bom itu adalah adalah sekutu PKK di Suriah, Uni Demokratik Kurdi (PYD), dan Unit Perlindungan Rakyat (YPG).
Siapa pun bisa saja melakukan ledakan bom mobil, tapi rakyat Turki-lah kelompok terakhir yang paling tahu kenyataannya. Hal itu terjadi karena pemerintah melarang media setempat membocorkan pelaku atas nama keamanan nasional.Â