Liputan6.com, Paris - Margaret de Valois adalah Ratu Navarre dan Prancis. Ia juga karakter utama dalam novel karya Alexander Dumas yang berjudul Queen Margot.
Ini adalah kisah tentang seorang wanita yang mencintai kehidupan dan mendobrak banyak aturan masyarakat. Berkatnya, perempuan Prancis bisa hidup sebebas mungkin seperti sekarang.
Margaret (Marguerita) dilahirkan pada 14 Mei 1553, sebagai putri dari Catherine de Medici dan Raja Henry II dari Prancis. Menurut ahli sejarah, ia adalah generasi terakhir dari Wangsa Valois yang berkuasa dan terkenal.
Advertisement
Margaret juga memiliki tiga raja sebagai saudara lelaki: Francis II, Charles IX, dan Henry III dari Prancis. Saudara perempuannya adalah Elizabeth de Valois, istri Raja Phillip II dari Spanyol. Dilansir dari Ancient Origins, Selasa (28/06/2016) ini adalah 3 fakta tentang Ratu Margaret yang terlupakan.
Anak Mama dan Skandal Cinta
Ibu Putri Margaret, Catherine de Medici, adalah wanita yang memiliki banyak keahlian dan memusatkan perhatiannya pada memimpin negara serta mempertahankan kekuasaan. Para ahli biografi percaya bahwa ia adalah salah satu pemimpin terpenting dan terkuat dalam sejarah kerajaan Prancis, bahkan lebih dari suaminya Raja Henry II dari Prancis.
Masa kecil Margaret diwarnai dengan kegiatan yang biasa dilakukan oleh putri raja, meskipun ia memiliki harapan yang lebih besar akan masa depannya. Ibunya juga membantu Margaret dengan mengajarinya pengetahuan diplomasi, politik, kimia, dan ilmu-ilmu lain yang bermanfaat.
Margaret juga terbilang cantik dan ia senang menciptakan gaya berpakaiannya sendiri. Seiring waktu, ia menjadi salah satu wanita termodis di Eropa dan menjadi ikon gaya berpakaian yang baik. Wanita di seluruh Eropa mulai memesan pakaian 'ala Margot'.
Awalnya, Catherine berencana menikahkan Margaret dengan Carlos, putra Phillip II dari Spanyol. Namun, saat negosiasinya gagal, ia memutuskan untuk menemukan kandidat yang lebih tahu berterima kasih dan loyal di masa depan.
Pada saat itu, Margaret tengah menjalani hubungan romantis pertamanya, dengan Henry dari Guise, putra Duke dari Guise. Menurut sejarah, Catherine mengetahui tentang hubungan tersebut saat memergoki putrinya di tempat tidur dengan pria itu. Pasangan ini dihukum oleh ratu dan Henry diusir dari istana.
Akhirnya, Margaret menikah dengan Henry dari Navarre (sepupu jauhnya) berdasarkan keputusan saudara lelakinya Charles IX. Pernikahan itu dipelopori oleh Catherine, yang khawatir akan masa depan dinasti keluarganya.
Masalah utamanya adalah ketiadaan putra mahkota yang dapat menjadi raja setelah kematian Catherine dan tiga putra Henry. Margaret menikah dan menjadi Ratu Navarre pada tahun 1572. Meskipun demikian, ketakutan Catherine de Medici menjadi kenyataan. Saat semua anak lelakinya meninggal, Raja Henry dari Navarre menjadi Raja Henry IV dari Prancis pada tahun 1589. Ia adalah raja Prancis pertama yang berasal dari Wangsa Bourbon.
Pernikahan itu juga diwarnai dengan skandal keagamaan. Pasalnya, pernikahan antara mempelai pria Huguenot (Protestan Calvin Prancis) dan mempelai wanita Katolik itu dilakukan hanya enam hari setelah pembunuhan dan kekerasan terhadap Huguenot pada Hari St. Bartholomew. Ahli sejarah mensinyalir bahwa serangan besar-besaran terhadap kaum Protestan tersebut dipicu oleh Catherine de Medici, namun Margaret menyelamatkan Henry dan tokoh Protestan penting lainnya dari kematian.
Setelah peristiwa pembantaian, hubungan Catherine dan putrinya menjadi memburuk. Mereka sebenarnya berwatak mirip, namun pada saat yang sama, mereka berada pada dua sisi yang saling berlawanan dalam konflik tersebut.
Tak lama kemudian, Henry mengusulkan agar Margaret pindah Katolik meski rencana itu kemudian tak dilanjutkan. Pada tahun 1576, pasangan itu melarikan diri ke Pau dekat Pyrenees. Karena jauh dari Paris, mereka tak lagi harus berpura-pura memiliki pernikahan yang bahagia. Mereka saling menyukai, namun tidak ada perasaan cinta antara suami dan istri. Bahkan, mereka secara terbuka memiliki pasangan lain. Kebebasan mereka berakhir pada tahun 1582, saat Margaret jatuh sakit dan harus kembali ke Paris.
Mimpi yang Pupus
Margaret memiliki banyak harta, lebih dari yang dapat diimpikan kebanyakan orang. Ia punya kekuasaan dan kekayaan. Hubungan surat-menyuratnya dengan wanita kerajaan lain, termasuk Safiye Sultan (salah satu sahabat pena favoritnya) menunjukkan wanita yang penuh dengan ide dan rencana. Namun, ia kurang bahagia dalam pernikahannya dan merasa bak hidup dalam sangkar karena kedudukannya.
Ratu Prancis yang satu ini penuh dengan gairah. Suaminya, yang lebih berfokus pada kesusastraan, politik, dan rasa frustasinya sendiri tidak tampak terlalu menarik di mata Sang Ratu. Kabarnya, ia memiliki banyak hubungan romantis dan perselingkuhan, namun beberapa kabar itu hanyalah gosip. Para kekasihnya yang telah terkonfirmasi adalah: Joseph Boniface de La Mole, bangsawan dari Marseille, Louis de Bussy d'Ambroise, bangsawan di pemerintahan Raja Henry III, Jaques de Harlay, bangsawan dan Calon Ksatria Agung dari adik lelaki Margaret– Francis Duke dari Anjou.
Upayanya untuk memengaruhi politik, melindungi kaum Protestan, dan usaha berbahaya untuk mengendalikan kerajaan dan hidupnya mengakibatkan ia dipenjara oleh saudara lelakinya Henry III selama delapan belas tahun. Ia menempati menara Usson, di Auvergene, selama tahta saudara prianya, dan juga saat suaminya bertahta, setelah memutuskan untuk menceraikannya.
Namun, untuk tetap berkuasa, Henry harus tetap membiarkan Margaret menjadi Ratu Prancis yang resmi. Ia tetap populer sebagai putri dari Catherine dan masyarakat percaya bahwa Margaret adalah penganut Katolik yang taat. Ia menghabiskan waktunya di penjara dengan menulis memoarnya, yang berisi penjelasan tentang skandalnya dan perseteruan antara saudara lelaki dan suaminya demi meraih kekuasaan.
Buku tersebut diterbitkan setelah ia mangkat pada tahun 1628 dan mengejutkan banyak pembacanya. Kisah penuh skandal dari mantan ratu mereka itu selamanya mengubah pandangan masyarakat tentang monarki. Ia tak lagi dianggap terhormat oleh sebagian orang, namun ia kini juga dilihat sebagai wanita yang mencintai kehidupan, menikmati hidup dengan maksimal, dan merupakan pendukung rakyat miskin.
Ia menjadi terkenal sebagai ratu yang memberi semangat bagi banyak rakyat Prancis yang hidupnya menderita.
Akhir Hayat yang Miris
Margaret menghabiskan saat-saat terakhirnya di Hostel de la Rayne Margueritte, Paris, yang berlokasi di Tepi Kiri sungai Seine. Ia kembali ke ibukota atas izin mantan suaminya. Rumah barunya dibangun pada tahun 1609 dan ia meninggal di sana pada 27 Maret 1615.
Margaret dimakamkan di kapel pemakaman Valois, di Royal Basilica St. Denis. Selama Revolusi Prancis, Margaret menjadi salah satu korban kemarahan kaum revolusioner. Peti matinya digali dan dihancurkan. Sisa jazadnya mungkin terkubur di suatu tempat di sekitar Basilica, di pemakaman umum.
Kisah Margaret telah dilupakan selama beberapa dekade di luar Prancis. Yang membuat ia kembali terkenal adalah Alexander Dumas, yang menulis novel "La Reine Margot" (Ratu Margot), dan menerbitkannya pada tahun 1845. Alexander Dumas gemar membaca buku sejarah dan ia adalah juaranya memadukan fakta sejarah dengan imajinasinya sendiri. Novelnya yang mengesankan tentang Margaret menjadikannya ikon bagi wanita Prancis, dan inspirasi bagi banyak orang.
**Ingin mendapatkan informasi terbaru tentang Ramadan, bisa dibaca di sini.
Advertisement