Inspirasi Hebat dari 10 Ilmuwan Wanita

Selama ini, kaum wanita seperti belum mendapat tempat selayaknya dalam dunia "STEM" (science, technology, engineering and mathematics).

oleh Alexander Lumbantobing diperbarui 17 Jul 2016, 07:05 WIB
Diterbitkan 17 Jul 2016, 07:05 WIB
WEF (0) 10 wanita ilmuwan
Selama ini, kaum wanita seperti belum mendapat tempat selayaknya dalam dunia "STEM" (science, technology, engineering and mathematics). (Sumber WEF)

Liputan6.com, Tianjin - Kaum wanita kini telah bergerak maju dalam ilmu pengetahuan. Kendati demikian, selama ini masih seperti belum mendapat tempat sepadan dalam dunia "STEM" (science, technology, engineering and mathematics) karena berbagai alasan.

Namun demikian, dikutip dari laman World Econonic Forum (WEF) pada Sabtu (16/7/2016), dalam pertemuan yang akan memberi fokus pada ilmu pengetahuan dan teknologi kali ini, ada 10 wanita yang tidak takut untuk melejit jauh dari kaum adam.

Menurut Alice Hazelton, spesialis program ilmiah WEF, "Ilmu pengetahuan memainkan peranan yang semakin penting dalam dunia kita yang kompleks ini, mulai dari pengertian tentang tantangan global seperti perubahan iklim, hingga temuan cara-cara baru untuk mengatasinya."

Berikut adalah 10 wanita 'pemberani' dalam ilmu pengetahuan yang diwawancarai WEF:

1. Elissa Aminoff

Selama ini, kaum wanita seperti belum mendapat tempat selayaknya dalam dunia

Elissa Aminoff adalah ilmuwan penelitian di Center for the Neural Basis of Cognition, Carnegie Mellon University, Australia. Ia mempelajari bagaimana otak mengolah penglihatan dan ingatan, dan menggunakan permodelan komputer untuk mendalami keserupaan kecerdasan mesin dan manusia.

Hal ini bukan berarti otak kita seperti komputer, tapi lebih kepada "komputer memberikan kepada kita hal paling mirip dengan mekanisme analog yang kita miliki sekarang."

Penelitiannya mencakup pembelajaran bagaimana otak kita membentuk ingatan palsu, dan bagaimana hal ini menjelaskan kepada kita tentang masa depan ilmu syaraf langkah selanjutnya dalam dunia komputer.

2. Sarah Amiri

Selama ini, kaum wanita seperti belum mendapat tempat selayaknya dalam dunia

Sarah Amiri adalah pimpinan peneliti Mars Mission di Uni Emirat Arab. Di negara yang sedang "melakukan peralihan dari ekonomi berbasis minyak menjadi ekonomi berbasis pengetahuan", ilmu pengetahuan memiliki peran penting. Sebagian dari rencana ini mencakup pengiriman 'Hope', suatu wahana ruang angkasa tak berawak, ke Mars pada 2021.

Wahana itu menggali data iklim Mars dan sekaligus "mengirim pesan kepada kaum muda kita, menunjukkan kepada mereka ada jalan lain berlandaskan ilmu pengetahuan dan teknologi, bukan radikalisme."

Jalan yang ditempuh itu terbuka bagi pria dan wanita. Ia menjelaskan bahwa kebanyakan lulusan bidang ilmu pengetahuan di UAE adalah kamu wanita.

"Ironisnya, ketika kami bertemu dengan pihak internasional, kami malah menjadi satu-satunya wanita dalam pertemuan," imbuh Amiri.

Rekayasa Gen dan Akar Tanaman

3. Qiurong Ding

Selama ini, kaum wanita seperti belum mendapat tempat selayaknya dalam dunia

Qiurong Ding adalah seorang profesor di Laboratorium Gentika Manusia dan Gangguan Metabolik di China. Ia berharap dapat mempelopori teknik pengubahan gen untuk menjadikan manusia "kebal" terhadap kondisi turunan seperti gangguan jantung dan diabetes.

Bidang kerjanya membawa potensi besar sekaligus mengundang pertanyaan-pertanyaan rumit terkait etika, sehingga ia mencari keseimbangan.

"Saya tidak bermasalah dengan sel-sel somatis, misalnya sel-sel hati atau otot. Kita mungkin bisa menyembuhkan banyak penyakit. Saya lebih hati-hati dengan sperma dan sel telur."

"Misalnya, saya memiliki rambut dan mata berwarna gelap, tapi ingin memiliki bayi bermata hijau. Saya bisa merekayasa gen dan mendapatkannya. Tapi, menurut saya itu sudah terlalu jauh."

4. Marjolein Helder

Selama ini, kaum wanita seperti belum mendapat tempat selayaknya dalam dunia

Marjolein Helder adalah seorang ilmuwan, wiraswasta, dan CEO perusahaan Belanda bernama Plant-e. Ia menemukan cara cerdas mengatasi tantangan menghasilkan pangan dan daya untuk perkembangan populasi dunia, yaitu dengan cara membangkitkan listrik dari akar-akar tanaman hidup.

Ia menjelaskan caranya mencatu daya Wi-Fi dari padi melalui wawancara dan berpendapat "populasi kita berkembang, tapi ukuran planet kita tetap. Jadi kita harus menggunakan lahan secara lebih tepat guna."

5. Shirley Ann Jackson

Selama ini, kaum wanita seperti belum mendapat tempat selayaknya dalam dunia

Shirley Ann Jackson adalah wanita Afrika-Amerika pertama yang meraih gelar doktor di MIT, dan melanjutkan karir dalam penelitian mendasar yang menghasilkan terobosan-terobosan dalam teknologi semikonduktor.

Tahun ini, presiden Barack Obama menganugerahinya National Medal of Science, suatu penghargaan tertinggi di AS untuk pencapaian ilmu pengetahuan.

Ia sekarang adalah presiden di Rensselaer Polytechnic Institute (RPI) sekaligus sebagai salah satu ketua sidang Forum Ekonomi Dunia di China. Dalam pertemuan, ia membahas kaitan antara inovasi dan pendidikan. Menurutnya, "kemajuan…bertumpu kepada tiga kaki, yaitu academia, pemerintah, dan bisnis."

6. He Jianzhong

Selama ini, kaum wanita seperti belum mendapat tempat selayaknya dalam dunia

He Jianzhong adalah profesor madya Rekayasa Sipil dan Lingkungan di National University of Singapore. Ia juga kembali kepada alam untuk memecahkan persoalan-persoalan paling mendesak, yaitu polusi beracun industri.

Sampah-sampah kimiawi meresap ke dalam segala sesuatu, mulai dari saluran pencernaan beruang kutub hingga ASI manusia, tapi ia berharap mengatasinya dengan menggunakan sekelompok bakteri yang dapat meluruhkan sampah berbahaya tersebut.

Tugas ini bersifat mendesak, katanya, "Sekarang ini kita tidak mempunyai teknologi yang sangat bagus untuk menawar sebagian besar polutan industri. Polutan itu dapat menyebabkan kanker, mengganggu sistem hormon, dan menyebabkan masalah reproduktif."

Sekarang ini, pihak US Environmental Protection Agency menggunakan bakteri dari lab profesor itu untuk membersihkan daerah-daerah tercemar dan ia berharap melebarkan sayap dengan perusahaan-perusahaan China dan Malaysia.

Ujung Semesta dan Sel Punca

7. Neo Mei Lin

Selama ini, kaum wanita seperti belum mendapat tempat selayaknya dalam dunia

Neo Mei Lin, Research Fellow di Lembaga Ilmu Kelautan Tropis di Singapura, memperjuangkan nasib kerang raksasa. Hewan menggemaskan seperti panda memang lebh menarik perhatian para pelestari, tapi Neo Mei Lin melihat peran spesies terbesar hewan bercangkang ini pada ekosistem terumbu karang.

Ia memperingatkan, "Bahaya lingkungan hidup yang dihadapi oleh kerang raksasa serupa dengan yang dihadapi oleh semua terumbu karang secara global. Faktor utamanya mencakup polusi dan pengembangan daerah pantai."

8. Nergis Mavalvala

Selama ini, kaum wanita seperti belum mendapat tempat selayaknya dalam dunia

Nergis Mavalvala adalah seorang profesor astrofisika di Massachusetts Institute of Technology (MIT). Ia adalah penemu gelombang gravitasi, 100 tahun setelah Einstein menjelaskan tentangnya.

Dalam wawancara, ia menjelaskan ketegangan ketika pertama kali mengamati sinyal yang dikirim dari tumbukan dua lubang hitam berjarak 1,3 miliar tahun cahaya. "Kita sedang mengamati kejadian yang berlangsung 1,3 miliar tahun lalu," ucapnya.

Ia mengatakan bahwa lubang hitam adalah bagian bangunan alam semesta sehingga pengertian tentang hal itu akan membantu kita menjawab pertanyaan-pertanyaan mendasar, misalnya, "Terbuat dari apakah kita ini? Dari mana kita berasal?"

9. Tolu Oni

Selama ini, kaum wanita seperti belum mendapat tempat selayaknya dalam dunia

Tolu Oni adalah seorang dosen senior bidang kesehatan masyarakat di University of Cape Town. Sewaktu menjadi seorang dokter bagi Medecins Sans Frontieres, ia kaget menemukan mitos-mitos tak jelas yang menghalangi orang mendapat akses obat HIV.

Sejak saat itu, ia menapaki karir yang menjadi persilangan bidang kesehatan dan kebijakan. Menurutnya, demi membangun masyarakat yang sehat, pemerintah perlu memiliki data yang jelas, bukan anggapan asal-asalan.

Kerjasama menjadi kuncinya, karena, menurutnya, "Banyak pendorong buruknya kesehatan berasal dari sektor kesehatan itu sendiri."

10. Nina Tandon

Selama ini, kaum wanita seperti belum mendapat tempat selayaknya dalam dunia

Nina Tandon adalah CEO sekaligus presiden di EpiBone yang mempelopori teknik menumbuhkan tulang manusia di luar tubuh.

Ketika tunangannya memerlukan bedah rekonstruksi untuk dengkulnya, ia menyaksikan kesakitan yang dialami saat bagian tulang dicungkil dari bagian panggul.

Metode yang dipakai EpiBone, mengambil sel punca dari seorang pasien untuk menumbuhkan tulang-tulang baru menggunakan "talang" rancangan khusus.

Walaupun masih jauh dari percobaan pada manusia dan membawanya ke pasaran, mungkin baru di tahun 2022 atau 2023, metode ini dapat mengubah dunia bedah rekonstruksi.

Ia menjelaskan, "Kami berharap dengan pendekatan ini, tidak diperlukan lagi obat penekan kekebalan tubuh karena tulangnya dikenali sebagai bagian dari tubuh sendiri, DNA sendiri."

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya