Liputan6.com, Zurich - Jumlah pernikahan paksa yang melibatkan warga usia muda telah meningkat tajam di Swiss. Sebuah situs di negara tersebut, yang mengkhususkan dalam hal ini, mencatat ada 119 kasus pada 2016.
Dikutip dari swissinfo.ch pada Rabu (10/8/2016), jumlah tersebut jauh lebih tinggi daripada keseluruhan angka pada sepanjang tahun 2015 yang mencatat 60 kejadian.
Advertisement
Baca Juga
Mengacu kepada situs zwangsheirat.ch , di antara 119 kasus itu ada 26 kasus yang melibatkan gadis-gadis di bawah usia 16 tahun. Kebanyakan dari mereka berasal dari Irak, Suriah, Eritrea, Afghanistan, dan Somalia.
Jumlah 119 kasus itu bahkan lebih tinggi daripada total angka yang dilaporkan antara 2005 dan 2015.
Salah satu kasus melibatkan seorang anak perempuan Somalia berusia 10 tahun yang masih bersekolah dan ketahuan oleh seorang pekerja sosial, demikian dituturkan Anu Sivaganesan, presiden zwangsheirat.ch, kepada NZZ am Sonntag.
Menurut wanita itu, hal ini bukan hanya sekedar konsekuensi lebih banyaknya pengungsi. Kalangan dalam masyarakat, terutama dokter, pekerja sosial, dan para guru, semakin mewaspadai persoalan ini.
Pusat pendampingan pun menjadi semakin dikenal di masyarakat, imbuh Sivaganesan.
Pada 2012, parlemen Swiss meloloskan sejumlah perangkat hukum, misalnya melalui penambahan masa hukuman menjadi 5 tahun bagi orang yang kedapatan memaksa orang lain agar menikah.
Peraturan itu berlaku tanpa memandang apakah pernikahan itu berlangsung di dalam atau di luar negara Swiss.
Selain itu, pencatat pernikahan harus menolak meresmikan pernikahan ketika diketahui bahwa pernikahan itu merupakan pernikahan paksa dan mereka wajib melaporkan insiden itu kepada pihak berwenang.
Sebagai catatan, usia termuda untuk memasuki pernikahan di Swiss adalah 18 tahun.