Liputan6.com, New York - Perempuan muda itu tahu benar rasanya menderita di bawah angkara ISIS. Ia menjadi korban perbudakan seksual organisasi teror itu.
Namun, ia tak mau terkungkung masa lalu yang kelam. Kini anggota etnis Yazidi itu menggagas sebuah inisiatif baru demi membantu kaum wanita dan anak-anak yang menjadi korban genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan.
Nadia Murad Basee Taha (23), namanya, adalah penyintas perbudakan seks ISIS yang menjelma jadi pahlawan.
Advertisement
Pada Jumat 9 September 2016, ia telah dinobatkan menjadi Duta Persahabatan (Goodwill Ambassador) PBB.
Baca Juga
Penghargaan sebagai Duta Persahabatan untuk Martabat Para Penyintas Perdagangan Manusia itu diserahkan oleh badan PBBÂ untuk Narkoba dan Pidana (UNODC). Itu merupakan yang pertama kalinya diberikan kepada seorang penyintas.
Dikutip dari New York Times pada Jumat (23/9/2016), segera setelah penobatan, inisiatif ini dipaparkan dalam acara yang digelar oleh Tina Brown, seorang pendiri sekaligus CEO Women in the World.
Organisasi pendapingan ini menyediakan pendekatan jangka panjang dengan pendekatan menyeluruh (holistik) guna pemulihan korban trauma kejahatan massal melalui pengembangan dan dukungan program-program di lapangan.
Bidang yang ditangani termasuk perawatan kesehatan, dukungan psikososial, dan pendidikan bagi wanita dan anak-anak.
Neraka Perbudakan ISIS
Dunia Murad seakan porak poranda pada 3 Agustus 2014, ketika para militan ISIS menyerang desa tenang Kocho di Irak. Enam dari 9 saudara lelakinya dibunuh di tempat.
Nadia, bersama dengan 2 saudara perempuan, ibunya, dan ribuan orang lain dibawa sebagai tawanan. Saat itu Murad baru berusia 19 tahun. Ia dan 2 saudara perempuannya dijadikan budak seks, sementara ibu mereka dibunuh karena terlalu tua.
Murad bersaksi tentang anak-anak yang diserahkan kepada para prajurit ISIS sebagai "hadiah seksual". Ia sendiri diperkosa dan disiksa setiap hari. Ia juga sering dihajar hingga suatu hari ia berhasil kabur dan pergi menuju Jerman.
Setelah mendapatkan perawatan medis dan dipertemukan dengan para penyintas lain, Murad membaktikan tenaganya untuk membantu warga Yazidi lain yang mengalami penderitaan yang sama.
Ia menceritakan kisahnya di panggung dunia untuk menggugah kesadaran dan mengundang bantuan. Murad juga mendapat dukungan dari Amal Clooney yang sedang mencari keadilan kepada Mahkamah Pidana Internasional (ICJ).
Wanita muda itu bahkan mendapat nominasi hadiah Nobel Perdamaian. Katanya melalui suatu pernyataan, "Perdagangan manusia dan perbudakan massal telah menjadi suatu alat yang dipakai oleh teroris untuk merendahkan masyarakat dan kemanusiaan secara keseluruhan."
Berdasarkan pengamatannya, kaum wanita dan anak-anak terdampak secara tidak proporsional. Hal itu membulatkan tekadnya untuk berkomitmen pada perubahan.
Advertisement