Ini 'Raja' Sementara Thailand Sebelum Putra Mahkota Dinobatkan

Menurut konstitusi negara Thailand, pria 96 tahun ini secara otomatis memimpin setelah kematian Raja Bhumibol Adulyadej.

oleh Tanti Yulianingsih diperbarui 17 Okt 2016, 13:49 WIB
Diterbitkan 17 Okt 2016, 13:49 WIB
Mantan PM Thailand Prem Tinsulanonda. (Reuters)
Mantan PM Thailand Prem Tinsulanonda. (Reuters)

Liputan6.com, Bangkok - Pemerintah Thailand telah menunjuk mantan perdana menteri sebagai pemimpin pengganti Thailand. Ia akan bertindak sebagai caretaker atau pemerintah monarki sementara negara berduka atas kematian Raja Bhumibol Adulyadej.

Tidak ada pernyataan resmi pada hari Sabtu, 15 Oktober 2016 tentang penunjukan Prem Tinsulanonda. Namun menurut konstitusi negara Thailand, sebagai kepala dewan penasehat raja, maka ia secara otomatis menjadi caretaker sampai seorang raja baru dinobatkan.

Kepala penasihat kerajaan berusia 96 tahun itu adalah salah satu orang kepercayaan Raja Bhumibol Adulyadej. Ia berhubungan dekat dengan putri sang raja yang populer, Putri Maha Chakri Sirindhorn.

Dalam penampilan pada Jumat, 14 Oktober 2016 malam, Wakil Perdana Menteri Thailand, Wissanu Krea-ngam, membuat pengumuman penjelasan suksesi sementara itu tanpa menyebutkan nama Prem.

"Harus ada pemimpin sementara untuk saat ini agar tidak terjadi kekosongan," ujar Wissanu dikutip oleh media Thailand.

"Situasi ini (pimpinan sementara) tidak akan berlangsung dalam waktu lama. Mantan Perdana Menteri Prem Tinsulanonda akan menjadi pemimpin sementara," kata Deputi PM Wissanu Krea-ngam berbicara di televisi negara yang dikutip dari BBC, Sabtu (15/10/2016).

18 Tahun Mengabdi di Kerajaan Thailand

Prem, yang telah menjadi kepala Privy Council sejak tahun 1998 atau 18 tahun mengabdi di Kerajaan Thailand, memiliki reputasi bersih untuk pemerintahan dan mendukung kompromi atas konfrontasi.

"Raja" baru itu berasal dari jajaran militer yang kuat. Ia menjadi perdana menteri pada tahun 1980, mengabdi selama delapan tahun.

Dalam pengabdiannya ia pernah membimbing negara melalui masalah-masalah ekonomi dan serangkaian tantangan militer, termasuk dua upaya kudeta.

Prem pernah dituduh oleh pendukung mantan Perdana Menteri Thailand, Thaksin Shinawatra, menghasut kudeta yang melengserkan pemimpin populis pada 2006.

Pada Kamis 13 Oktober 2016, pemerintah tiba-tiba mengumumkan bahwa pewaris Bhumibol adalah Putra Mahkota Maha Vajiralongkorn. Namun ia menyatakan butuh waktu dalam masa berduka.

Maha Vajiralongkorn tidak ingin segera menjadi raja, untuk memberikan waktu bagi bangsa atas kematian sang ayahnya.

Menurut laporan Harry Fawcett, Al Jazeera dari Bangkok, tidak ada batas waktu ditetapkan untuk suksesi tersebut.

Sementara itu, pemilu di Thailand akan tetap diselenggarakan pada 2017, hal ini sesuai dengan yang direncanakan oleh junta militer. Media lokal memuat dalam laporannya bahwa kematian Raja Bhumibol Adulyadej tidak akan mempengaruhi proses pemungutan suara.

"Pemerintah telah menegaskan kembali komitmennya untuk mengikuti roadmap pemilu yang dijadwalkan akan digelar pada akhir tahun depan," sebut surat kabar The Bangkok Post seperti dikutip Reuters.

Saat ini Thailand telah memulai masa berkabungnya yang diumumkan akan berlangsung satu tahun. Pemerintah pun telah meminta agar semua perayaan dihindari selama 30 hari ke depan sementara masyarakat diimbau untuk mengenakan pakaian berwarna hitam.

Raja Thailand Bhumibol Adulyadej dikenal atas pengabdiannya dalam membantu masyarakat miskin pedesaan, termasuk di antaranya melalui sejumlah proyek-proyek pembangunan pertanian. Ia juga menjadi simbol pemersatu negara yang rentan pecah akibat kekacauan politik.

Kini setelah kepergiannya pada Kamis, 13 Oktober lalu, junta militer meyakinkan rakyat bahwa ekonomi dan administrasi pemerintahan akan bekerja seperti biasa.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya