Liputan6.com, Washington, DC - Presiden Barack Obama memenuhi panggilan untuk membantu mengamankan masa depan perjanjian Paris dengan mentransfer dana senilai US$ 500 juta atau setara dengan Rp 6,6 triliun ke Green Climate Fund, mekanisme pendanaan yang beroperasi di bawah konvensi kerangka kerja perubahan iklim PBB (UNFCCC).
Hal itu dilakukan Presiden Obama tiga hari sebelum ia meninggalkan Gedung Putih. Dana tersebut merupakan aspek utama dari perjanjian Paris yang ditandatangani pada tahun 2015 lalu.
Baca Juga
Perjanjian Paris bertujuan menjaga ambang batas kenaikan suhu bumi di bawah 2 derajat Celcius dan berupaya menurunkan hingga menjadi 1,5 derajat Celcius.
Advertisement
Green Climate Fund didirikan pada tahun 2010 dan dibiayai oleh sejumlah negara kaya untuk membantu negara-negara berkembang dengan adaptasi dan mitigasi. Secara luas, keberadaannya dinilai sebagai langkah kunci untuk membawa negara-negara miskin dan kaya ke meja perundingan.
AS berkomitmen untuk mentransfer US$ 3 miliar ke Green Climate Fund. Dan seiring dengan transferan terakhir, Washington masih menyisakan janji senilai US$ 2 miliar.
Namun banyak pihak pesimis dengan pemerintahan Donald Trump kelak yang diyakini akan menghentikan transfer dana tersebut. Bagi Trump, isu perubahan iklim tak penting bahkan menurutnya telah dipolitisasi.
Lantas, muncul gerakan yang terdiri dari 100 organisasi dan 100.000 orang di mana mereka mendesak agar pemerintahan Obama dengan waktu yang masih tersisa segera mentransfer sisa dana ke Green Climate Fund.
"Pemerintahan Obama menolak membiarkan presiden terpilih, Trump, menjadi pagar betis dari baron minyak dan penentang krisis perubahan iklim. Karenanya puluhan ribu orang di seluruh dunia mendesak Presiden Obama untuk bergerak sebelum Trump memerintah dan mencoba membalikkan kemajuan yang telah kita buat," kata Tamar Lawrence-Samuel dari Corporate Accountability International yang memimpin kampanye tersebut.
Seperti dilansir dari The Guardian, Rabu, (18/1/2017), dana tersebut bersumber dari Kementerian Luar Negeri. Penggunaannya dimungkinkan melalui wewenang eksekutif meski tanpa dukungan kongres.
Sementara itu, Trump menunjuk sosok kontroversial yang tidak percaya dengan perubahan iklim, yakni Scott Pruitt untuk memimpin Badan Perlindungan Amerika Serikat (EPA). Di era Obama, Pruitt dikenal vokal menentang kebijakan pembangkit listrik yang digariskan EPA.