Liputan6.com, Raqqa - Pengantin ISIS asal Inggris, Sally Jones dikabarkan tewas dalam serangan drone. Laporan itu dikemukakan oleh CIA.
Bos badan intelijen AS telah mengonfirmasi kematian Sally Jones kepada koleganya di Inggris, MI6. Jones tewas pada bulan Juni 2017 lalu. Serangan drone itu dilakukan oleh Angkatan Udara AS dekat perbatasan Suriah dan Irak.
"Pihak Amerika mencegatnya saat berusaha kabur dari Raqqa," kata sumber pemerintah Inggris kepada The Sun seperti dikutip dari News.com.au pada Kamis (12/10/2017). "Jujur, itu taktik yang bagus."
Advertisement
Kepala CIA mengatakan kepada rekan-rekan sejawat mereka di Inggris bahwa drone Predator membunuh Jones pada bulan Juni lalu.
Namun, berita tentang kesuksesan tersebut disembunyikan oleh AS dan Inggris, di tengah kekhawatiran bahwa anak lelaki Jones yang berusia 12 tahun, Jojo, mungkin juga telah terbunuh.
Laporan mengatakan, Jones terakhir terlihat hidup saat ia melarikan diri dari Raqqa yang tengah diserbu, menuju kota Mayadin di perbatasan Suriah.
Jones meninggalkan rumahnya di Chatham, Kent, bersama Jojo pada tahun 2013 untuk bergabung dengan ISIS di Suriah. Perempuan 50 tahun itu tak segan menggunakan anak lelakinya itu sebagai perisai manusia.
Tidak diketahui apakah Jones berada di sebuah bangunan atau kendaraan yang bergerak saat pesawat tak berawak itu menyerang.
Pesawat itu diterbangkan dari jarak jauh oleh seorang pilot yang berada di sebuah pangkalan udara di Amerika Serikat. Petugas CIA dan MI6 menghabiskan waktu berbulan-bulan untuk melacaknya.
Jones adalah perekrut kunci ISIS untuk merayu perempuan asing menikahi militan. Ia dianggap sebagai 'Target Bernilai Tinggi' dalam daftar incaran Pentagon.
Namun, sumber mengatakan, Jojo, anak Jones, bukan target Pentagon karena dianggap bukan ancaman.
Jika Jojo terbunuh dalam serangan rudal, itu dilakukan secara tidak sengaja.
Sumber mengatakan, serangan tersebut akan dibatalkan jika diketahui Jojo berada di dekat ibunya.
Kepala intelijen AS mengaku, mereka tidak bisa meyakinkan 100 persen bahwa serangan drone tersebut membunuh Jones. Sebab, upaya untuk mengambil bukti DNA perempuan itu tak mungkin dilakukan. Tapi CIA 'yakin', dia sudah meninggal.
Drone kerap digunakan untuk mengintai target selama berminggu-minggu, menunggu kesempatan untuk melancarkan serangan rudal tanpa membunuh warga sipil.
Terkait insiden teranyar, Pemerintah AS bisa menghadapi kecaman karena membunuh Jojo dalam serangan yang menargetkan ibunya -- jika kematian bocah itu dikonfirmasi.
Jojo diyakini telah dicuci otak oleh ISIS. Bocah itu dijejali ajaran radikal, diajari menggunakan senjata api serta latihan bela diri.
Tahun lalu kakek dan neneknya yang patah hati mengidentifikasi seorang anak laki-laki yang tampil dalam video eksekusi ISIS sebagai Jojo.
Sambil berdiri di belakang deretan tahanan yang sedang berlutut dengan setelan jas berwarna oranye, bocah itu mengacungkan pistol beberapa saat sebelum orang-orang itu dibunuh.
Itu adalah dunia yang jauh berbeda dari masa kecilnya di Kent. Seorang kerabat menggambarkan Jojo sebagai anak lembut yang mencintai binatang. Seseorang berkata: "Dia bahkan tidak akan pernah menginjak semut."
Serangan drone tersebut terjadi saat pasukan koalisi makin memojokkan ISIS di Raqqa.
Sally Jones, Janda ISIS yang Ingin Pulang ke Inggris
Jones yang jadi mualaf menjuluki dirinya "Janda Putih" setelah suaminya yang juga militan ISIS, Junaid Hussain , terbunuh oleh pesawat tak berawak pada tahun 2015.
Jones adalah ibu dua anak dan mantan penyanyi punk yang hidup dari tunjangan pemerintah Inggris. Saat bergabung dengan ISIS, ia ditugaskan memimpin sayap perempuan sebuah batalion pejuang asing.
Batalion itu didirikan oleh Hussain untuk menyerang Eropa dan Amerika. Jones juga seorang perekrut kunci warga Inggris untuk jadi ISIS.
Intelijen ISIS pernah menuding Jones sebagai biang keladi bocornya daftar 1.300 personel militer AS. Ia melakukannya agar para pengikuti ISIS di Negeri Paman Sam dapat menyerang para anggota militer dan keluarganya.
Diperkirakan, dia adalah orang Inggris keenam yang terbunuh di Suriah oleh pesawat tak berawak.
Mereka termasuk Reyaad Khan dan Ruhul Amin, yang meninggal pada tahun 2015. Algojo Mohammed Emwazi, yang dikenal sebagai Jihadi John, dibunuh beberapa bulan kemudian.
Jones dan Hussain dituduh merencanakan serangan teror ISIS di tiga benua.
Mereka terkait dengan sebuah rencana untuk meledakkan bom kala Ratu dan Pangeran Philip berada di jalanan London selama perayaan Hari V-J dua tahun lalu.
Jones juga menggunakan Twitter untuk menyebarkan propaganda dan fantasi ekstrem tentang memenggal orang-orang Barat dengan "pisau tumpul".
Pada 2016, dia dituduh merayu wanita di London, Glasgow dan Cardiff untuk melakukan serangan teror di bulan suci Ramadan.
Pada bulan Juli, seorang teman Jones mengatakan bahwa dia sangat ingin kembali ke Inggris, tapi dipaksa tinggal oleh rekan-rekan suaminya yang fanatik.
Lebih dari 18.000 orang menandatangani sebuah petisi yang meminta agar Jones tidak kembali ke Inggris.
Selama musim panas, pasukan koalisi, termasuk Amerika Serikat, Inggris dan Australia, mengambil bagian dalam lebih dari 500 serangan udara dan pesawat tak berawak tiap bulannya terhadap ISIS.
Dinas Keamanan Inggris memperkirakan, 850 warga Inggris telah melakukan perjalanan ke Suriah untuk bergabung dengan ISIS, dengan sekitar 250 orang dikhawatirkan telah kembali ke Inggris.
Advertisement