Liputan6.com, Valletta - Jurnalis yang memimpin penyelidikan skandal Panama Papers di Malta tewas pada Senin, 16 Oktober 2017 waktu setempat. Ia meninggal dunia akibat sebuah bom mobil yang meledak di dekat rumahnya.
Seperti dikutip dari The Guardian, Selasa (17/10/2017), Daphne Caruana Galizia meninggal pada Senin, 16 Oktober 2017 sore waktu setempat, saat mobil Peugeot 108 yang ditumpanginya hancur akibat bom yang membelah kendaraan menjadi beberapa bagian dan melemparkan puing-puingnya ke lapangan terdekat.
Seorang blogger, yang posting-annya kerap menarik lebih banyak pembaca daripada gabungan semua surat kabar di negara itu, digambarkan oleh Politico sebagai "one-woman WikiLeaks". Ia bertempur sendiri melawan ketidaktransparanan dan korupsi di Malta.
Advertisement
Blog-nya bak "duri" bagi para pejabat korup di negara terkecil di Eropa itu.
Dalam pengungkapan terakhirnya, sang jurnalis menuding Perdana Menteri Malta, Joseph Muscat, dan dua pembantu terdekatnya, menghubungkan perusahaan offshore terkait ketiganya, dengan penjualan paspor Malta dan pembayaran dari pemerintah Azerbaijan.
Tulisan Caruana Galizia terkait dugaan korupsi itu membuat PM Muscat menggelar pemilu sela pada Juni lalu. Ia pun menang dengan mudah.
Caruana Galizia menduga istri Muscat, Michelle, adalah seorang pemilik perusahaan di Panama dan uang dalam jumlah besar telah ditransfer antara perusahaan dan rekening bank di Azerbaijan. Baik Muscat maupun istrinya sama-sama menolak tudingan itu.
Sejauh ini belum ada kelompok atau individu yang mengklaim serangan yang dialami Caruana Galizia.
Menanggapi serangan tersebut, Presiden Malta, Marie-Louise Coleiro Preca, meminta semua pihak untuk tenang.
"Saat ini, ketika negara ini tengah dikejutkan oleh serangan brutal semacam itu, saya meminta semua orang untuk menjaga ucapan mereka, untuk tidak memberikan penilaian sepihak, dan menunjukkan solidaritas," ucap Presiden Malta itu.
Dalam sebuah pernyataan, PMMuscat mengecam "serangan barbar" tersebut, dengan mengatakan bahwa dia telah meminta polisi dan aparat keamanan negara lain untuk membantu mengidentifikasi pelaku.
"Semua orang tahu bahwa Caruana Galizia adalah seorang kritikus yang keras terhadap saya," kata Muscat pada sebuah konferensi pers yang diselenggarakan dengan terburu-buru. "Baik secara politik maupun pribadi, tapi tidak ada yang bisa membenarkan tindakan biadab ini dengan cara apa pun".
Muscat kemudian mengumumkan di parlemen bahwa FBI sedang dalam perjalanan ke Malta untuk membantu penyelidikan atas kematian jurnalis tersebut.
Tewas Terkait Penyelidikannya?
Pemimpin partai Nasionalis, Adrian Delia--yang juga menjadi target penyelidikan Caruana Galizia--mengklaim bahwa pembunuhan tersebut terkait dengan sepak terjang sang jurnalis.
"Sebuah pembunuhan politik terjadi hari ini," kata Delia dalam sebuah pernyataan. "Apa yang terjadi hari ini bukanlah pembunuhan biasa. Ini adalah konsekuensi dari runtuhnya rule of law yang berlangsung selama empat tahun terakhir. "
Menurut laporan media lokal, Caruana Galizia sempat mengajukan laporan polisi 15 hari yang lalu. Saat itu ia mengatakan telah menerima ancaman pembunuhan.
Wartawan tersebut mem-posting blog terakhirnya, Running Commentary pada Senin, 16 Oktober pukul 14.35 waktu setempat, dan polisi menerima laporan ledakan tersebut sesaat setelah pukul 15.00.
Petugas mengatakan sejauh ini jenazah Caruana Galizia belum teridentifikasi. Menurut sumber, salah satu anaknya mendengar ledakan dari rumah dan bergegas ke tempat kejadian.
Caruana Galizia, yang mengaku tidak memiliki afiliasi politik, melakukan penyelidikan dalam berbagai hal, mulai dari bank yang memfasilitasi pencucian uang hingga hubungan antara industri game online Malta dan mafia.
Advertisement