Liputan6.com, London - Laporan yang diungkap The Soufan Centre memperkirakan setidaknya 425 eks kombatan ISIS asal Inggris telah kembali pulang kampung ke Negeri Ratu Elizabeth II tersebut.
Terkait kepulangan para militan asal Inggris dari Suriah dan Irak, muncul kekhawatiran karena otoritas keamanan tidak secara terbuka mengonfirmasi berapa banyak di antara mereka yang keberadaannya terlacak atau sudah dipenjara.
Selain eks kombatan asing asal Inggris, anggota ISIS yang berasal dari sejumlah negara juga telah kembali ke kampung halamanya masing-masing. Seperti dikutip dari The Independent pada Rabu (25/10/2017) setidaknya 900 orang kembali ke Turki, 800 orang pulang ke Tunisia dan 760 kembali ke Arab Saudi.
Advertisement
Sementara itu, dari 850 warga Inggris yang melakukan perjalanan ke medan perang seperti Suriah dan Irak, sekitar 100 di antaranya adalah perempuan dan 50 adalah anak-anak.
Richard Barrett, penulis laporan tersebut mengungkapkan, "Sebagaimana ISIS kehilangan kendali atas kekhalifahannya, ada sedikit keraguan bahwa kelompok itu akan bertahan dalam menghadapi kampanye melawan mereka di seluruh dunia."
"Daya tarik mereka akan bertahan lama dibanding kematiannya. Sementara akan sulit untuk menilai ancaman spesifik yang disebabkan oleh mantan kombatan asing yang kembali. Mereka akan menjadi tantangan bagi banyak negara pada tahun-tahun mendatang."
Menurut Barrett, sikap para mantan kombatan tersebut bervariasi. Ada yang menentang, kecewa atau dipaksa mundur dari medan perang.
Barrett, analis yang telah bekerja untuk layanan keamanan Inggris dan cabang kontraterorisme PBB melanjutkan bahwa 5.600 mantan anggota ISIS yang telah kembali ke 33 negara menimbulkan beberapa tingkat risiko.
"Negara-negara belum menemukan cara untuk mengatasi mantan anggota ISIS yang kembali," ungkap Barrett. "Sebagian besar dipenjara atau tak terlihat. Dibutuhkan lebih banyak penelitian dan berbagai informasi untuk mengembangkan strategi yang efektif demi menilai dan menangani ancaman tersebut".
Baca Juga
Penelitian yang sama menyebutkan bahwa tidak seluruh anggota asing ISIS kembali ke negara asal mereka. Kemungkinan ada pula yang melakukan perjalanan ke markas-markas kelompok yang tengah berkembang di Afghanistan, Libya, Mesir dan Filipina.
Namun, tidak semua analis setuju bahwa mantan kombatan asing ISIS memicu ancaman di negara asal mereka. Alasannya, beberapa di antara mereka tidak ingin melancarkan serangan terhadap negara asal. Yang ada mereka justru berbagi pengalaman yang dapat digunakan untuk melawan ekstremisme.
Harry Sarfo, seorang mantan petugas pos Kerajaan Inggris yang bergabung dengan ISIS pada tahun 2015 termasuk di antara mereka yang mengklaim bahwa ia ingin memanfaatkan pengalamannya untuk mencegah perekrutan calon anggota lain.
Dalam sebuah wawancara yang dilakukan di dalam penjara, Sarfo mengatakan kepada The Independent bahwa pengetahuan merupakan kunci untuk mengurai ideologi ISIS. "Saya sampai pada kesimpulan bahwa ini bukanlah jalan menuju surga, ini adalah jalan menuju neraka".
Otoritas Inggris memiliki kewenangan atas Tindakan Pencegahan dan Investigasi Terorisme (Tpims) untuk memantau tersangka. Selain itu, mereka juga dapat melarang orang masuk kembali ke Inggris. Namun, kebijakan ini tidak dilaksanakan secara jelas.